Senin, 26 Mei 2014

Kebutuhan Anak sesuai Kecerdasannya

 Dalam belajar, setiap anak membutuhkan metode dan perangkat yang berbeda-beda sesuai dengan kecerdasannya masing-masing. Hal-hal berikut bisa membantu mengenali jenis kecerdasan anak beserta alat dan kebutuhan masing-masing. Dan seringkali anak memiliki beberapa kecerdasan / multi talent sekaligus, jadi kita tinggal persiapkan saja hal-hal yang dibutuhkan,lalu kita monitor dan control belajar anak, selanjutnya evaluasi dan berikan reward dan punishment atas hal yang diraih anak.

Inilah kebutuhan belajar anak-anak sesuai dengan jenis kecerdasannya:

Anak Cerdas Bahasa (linguistik)
Berfikir melalui kata-kata, kegemaran: membaca, menulis, bercerita, bermain kata.
Kebutuhan: buku, alat rekam, alat tulis, kertas, buku harian, mengobrol, dongeng, dialog, diskusi, debat, cerita, film.

Anak Cerdas Matematis-Logika
Cara berfikir: melalui penalaran. Kegemaran: bereksperimen, tanya-jawab, memecahkan teka-teki logis, berhitung.
Kebutuhan: buku, bahan-bahan untuk bereksperimen, game simulasi, percobaan, teka-teki, materi sains, kegiatan manipulatif,  kunjungan ke planetarium, museum pengetahuan.

Anak Cerdas Spasial
Cara berfikir: melalui kesan dan gambar. Kegemaran: mendesain, menggambar, mebayangkan, mencoret-coret.
Kebutuhan: seni, LEGO, video, film, slide show, game imajinasi, labirin, teka-teki, buku berilustrasi, kunjungan ke museum seni.

Anak Cerdas Kinestetis-jasmani
Cara berfikir: melalui sensasi somatis. Kegemaran: menari, berlari, melompat, membuat bangunan, meraba, menggerakkan isyarat  tangan.
Kebutuhan: Bermain drama, bergerak, benda rakitan, olahraga, menari, permainan fisik, pengalaman yg berhubungan dengan indera peraba (tactile experiences), bengkel/mekanik, praktek (hands-on learning).

Anak Cerdas Musikal
Cara berfikir: melalui irama dan metode. Kegemaran: bernyanyi, bersiul, bersenandung, mengetuk-ketukkan tangan/kaki,  mendengarkan.
Kebutuhan: bernyanyi bersama, paduan suara, ikut konser, menonton konser, bermain alat musik, mendengarkan podcast, video.

Anak Cerdas Interpersonal
Cara berfikir: dengan cara melemparkan gagasan kepada orang lain. Kegemaran: memimpin, mengorganisasi, menghubungkan,  menebarkan pengaruh, menjadi mediator, berpesta, mengobrol.
Kebutuhan: teman-teman, permainan kelompok, pertemuan sosial, perlombaan, peristiwa sosial, magang, organisasi.

Anak Cerdas Intrapersonal
Cara berfikir: berhubungan dengan kebutuhan, perasaan, cita-citanya. Kegemaran: menyusun tujuan, bermeditasi, melamun,  merencanakan, merenung.
Kebutuhan: tempat rahasia, waktu menyendiri, proyek individual, kegiatan yang direncanakan sendiri, pilihan-pilihan.

Anak Cerdas Naturalis
Cara berfikir: melalui alam dan pemandangan alam. Kegemaran: bermain binatang piaraan, berkebun, meneliti alam, memelihara  binatang, peduli pada lingkungan.
Kebutuhan: akses ke alam, interaksi dengan tumbuhan/binatang, berkebun, memelihara binatang, hiking, peralatan bercocok tanam,  hiking, pecinta alam, mendaki gunung.

Jumat, 23 Mei 2014

Calistung untuk anak TK

Tes Calistung, Untuk (Si)apa?

Oleh: Asep Sapa’at
Praktisi Pendidikan, Pengkaji Karakter Guru di Character Building Indonesia
Dimuat di Radar Bogor, 20 Maret 2014
Asep Sapa’at
Di Indonesia, ada 3 misteri bagi kita semua: jodoh, kematian, serta tes baca tulis hitung (calistung) sebagai syarat masuk sekolah dasar (SD). Misteri terakhir menarik diungkap. Meski tak dibolehkan, praktik ini tetap saja terjadi pada saat tes saringan masuk SD. Yang menggelikan, orangtua pamer kehebatan anaknya yang sudah terampil calistung meski masih duduk di bangku TK. Bagaimana memahami fenomena tes calistung? Mengapa tes calistung tak boleh jadi prasyarat masuk SD?
Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 27/1990 tentang pendidikan prasekolah, TK merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar yang diselenggarakan di jalur pendidikan prasekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah. Jadi, pengalaman belajar anak-anak di TK berfungsi sebagai ‘jembatan’ antara rumah dan sekolah.
Tahukah Anda apa tujuan pendidikan prasekolah? Seksamai dengan baik. Tak ada maksud tersurat maupun tersirat bahwa tujuan pendidikan TK untuk membuat siswa terampil calistung. Pendidikan TK justru bertujuan menyiapkan anak sebelum memasuki SD. Itulah tujuan instrumental pendidikan TK. Sedangkan tujuan intrinsik pendidikan TK, membantu perkembangan anak didik sejak dini agar tumbuh dan berkembang secara wajar dalam aspek-aspek fisik, keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku sosialnya.
Yang jadi titik persoalan, praktik pendidikan TK di lapangan kerap melenceng karena pandangan yang terlalu fokus ke arah pencapaian tujuan instrumental. Eksesnya, proses pendidikan di TK tak ubahnya dengan di SD atau malah menjadi miniatur SD. Inilah ingkar proses yang sesungguhnya telah terjadi. Situasi makin ruwet karena orangtua kerap merasa puas dan senang kalau anaknya yang masih TK sudah terampil calistung. Meruyaknya praktik pemberian materi calistung bahkan bahasa Inggris, sesungguhnya akibat tekanan dari orangtua dan terjadinya malpraktik pendidikan di TK. Anak-anak TK kita tak berdaya. Mereka dipaksa jadi ‘orang dewasa berbadan kecil’. Tubuhnya boleh kecil, tapi beban belajarnya bisa membuat mereka stres. Ironis.
Kita boleh merasa khawatir, prinsip pendidikan di TK sudah dilanggar, tanpa disadari atau justru dengan kesadaran penuh. Tak ada lagi prinsip ‘Bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain’. Bermain diganti dengan tugas membaca. Belajar berhitung tak sanggup merangsang keinginan belajar anak karena hanya sekadar menghapal angka-angka dan prosedur perhitungan. Kreativitas terkebiri karena anak-anak dipaksa harus bisa menulis. Ukuran keberhasilan belajar mengancik pada kurikulum dan hasil penilaian guru. Anak tak merasakah kasmaran belajar, masalah kritis yang malahan tak dijadikan bahan perhatian serius.
Fase pengenalan calistung bergeser menjadi penguasaan keterampilan calistung. Tragedi pendidikan di TK tengah terjadi. Padahal sejatinya, pengenalan calistung dilakukan melalui pendekatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Itu sebabnya, pendidikan di TK tidak diperkenankan mengajarkan materi calistung secara langsung sebagai pembelajaran sendiri-sendiri (fragmented) kepada anak-anak. Konteks pembelajaran calistung di TK hendaknya dilakukan dalam kerangka pengembangan seluruh aspek tumbuh kembang anak, dilakukan melalui pendekatan bermain dan disesuaikan dengan tugas perkembangan anak. Pahamkah penyelenggara pendidikan TK soal yang satu ini?
Kathy Hirsh-Pasek dalam bukunya Einstein Never Used Flash Cards memaparkan sebuah hasil kajian penelitian, mengajarkan permainan kreativitas pada usia dini ternyata jauh lebih penting. Mengapa? Karena otak anak di usia dini tumbuh sangat pesat. Jika kita kembangkan kemampuan kreatif mereka, saraf-saraf kreatifnya akan berkembang sempurna. Hal ini bisa ditandai oleh rasa ingin tahu anak yang tinggi terhadap hal-hal baru. Proses pengenalan calistung melalui strategi pembelajaran yang kreatif, itu yang mesti jadi perhatian penyelenggara pendidikan TK. Bukan memaksa anak belajar calistung, apalagi dengan metode yang relatif monoton dan membosankan. Alamak apa kata anak-anak kita.
Tolong pahami satu hal penting, bisa membaca dan gemar membaca teramat beda maknanya. Anak yang bisa membaca belum tentu gemar membaca. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hasil penelitian mengungkap tiga hal penting. Pertama, mengajari anak membaca di usia dini justru tak membuat anak menjadi gemar membaca. Kedua, anak-anak yang diajari membaca di usia dini, mereka justru membaca dan menulis buku jauh lebih sedikit daripada mereka yang baru diajari membaca di usia 7 atau 8 tahun ke atas. Ketiga, kemampuan membaca anak yang sudah diajari sejak dini dengan anak yang baru belajar di usia 7 – 8 tahun akan sama baiknya ketika mereka sama-sama berumur 10 – 12 tahun. Namun, minat membaca anak yang diajari sejak usia dini lebih rendah ketimbang anak yang baru belajar baca di usia 7 – 8 tahun (Ayah Edy, 2012).
Idealnya, pendidikan di TK membantu tumbuh kembang anak sesuai tahap psikologi perkembangan lewat permainan kreativitas. Membantu anak usia dini untuk mengenal huruf dan angka dengan cara kreatif jauh lebih bijak daripada mengajarkan baca tulis hitung. Kini, jelaslah sudah bahwa mengajari anak membaca di usia dini justru kontraproduktif terhadap pertumbuhan saraf-saraf kreatifnya. Jangan sampai, ketika si anak sudah bisa calistung, mereka tak paham untuk apa kemampuan calistung itu, karena mereka tak memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mendalam. Kasmaran belajar telah pergi jauh dari sikap hidup anak-anak kita. Mari waspadai situasi berbahaya ini. Karena hakikatnya, rasa ingin tahu adalah pintu awal terjadinya proses pembelajaran dan pendidikan.
Tes calistung, fenomena unik nan menarik. Syarat utama agar pendidikan berhasil, yaitu anak harus siap belajar (Katz: 1991). Siapa berani jamin, anak yang lulus tes calistung sudah siap belajar di SD? Tugas pendidikan di TK mengantarkan anak siap belajar di SD, bukan agar anak terampil calistung. Kalau anak sudah terampil calistung jelang masuk SD, untuk apa tujuan pendidikan di SD? Zill et.al (1995) menyatakan, sekolah harus siap mendidik anak. Lantas, tanya nurani kita sebagai orangtua dan pendidik, untuk apa dan untuk siapa tes calistung dihelat?

Selasa, 13 Mei 2014

Teori Perbedaan Otak Kiri dan Kanan itu Salah??

Bedah tuntas mitos otak kanan / otak kiri


“Men.. Lu ga cocok masuk IPA karena lu dominan otak kanan”
“Anak IPS tuh cocok jadi businessman, dominannya otak kanan kata seminar2 bisnis”
“Gw kayaknya kebanyakan make otak kiri nih, apa aja gw itung termasuk probilitas nembak cewe”

Pernah ga denger kalimat-kalimat serupa di obrolan sehari-hari?. Pengalaman gw sendiri, pernah denger bahasan otak kiri dan kanan mulai dari pengajar di ruang kuliah, pembicara di seminar bisnis sampe sesama penumpangi angkot yg lagi ngetem. Kayaknya percakapan dan “fakta” tentang otak kiri dan kanan udah dapet status kebenaran. Layaknya fakta sains lainnya seperti hukum gravitasi dan teori evolusi.

myth left-right brain 
Image Courtesy of http://www.cartoonaday.com
Pada tau darimana perihal pembedaan otak ini berasal? Dan kenapa kayaknya diyakini banget kebenarannya? Ok gw akan bahas di tulisan ini mulai dari
  1. Asal usul mitos, yg berasal dari Pa De Paul Broca, ilmuwan dari Prancis.  Yang kebetulan profesinya Neurosaintis yg hobinya bedah2 otak.
  2. Berkembangnya mitos Otak Kanan dan kiri dari istilahnya yg bener yakni Brain Lateralization.
  3. Dampak mitos pada pembagian jurusan, cara belajar dan bahkan sampe ke kuliah & kerjaan.

Asal usul mitos

Ada musium di Paris yg namanya susah, Musee de l’Homme. Salah satu koleksinya adalah deretan toples-toples diisi cairan formalin dan benda mengambang dalamnya adalah otak manusia. Mulai dari otak orang2 yang dianggap jenius sampe pembunuh dan psikopat diawetin disana. Salah satu toples tersebut berisi otak seorang ahli bedah otak (Ironis ya? hehe..), dan pada labelnya tertulis Paul Broca.
Siapa sih Paul Broca? Dan kenapa ditaro di awal bagian tulisan ini? Dia termasuk yang pertama yang ‘ngeh’ kalo ada bagian di otak yg bertanggung jawab untuk kemampuan bicara kita. Ada daerah di sekitar depan sebelah kiri otak yang kalo rusak, bisa bikin orang tersebut kesulitan bicara, daerah ini dinamain Area Broca. Jadinya orang bakal menderita kesulitan bicara dan berkomunikasi ketika pembuluh daerah di Area Broca pecah dan menderita stroke ringan.
Broca juga saintis pertama yang bilang kalo orang yang menderita epilepsi, bisa berkurang kejang-kejangnya kalo ‘jembatan’ antara otak kiri dan kanan, yg namanya corpus colossum, diputus. Dan emang hasil penelitiannya membantu banyak orang yg menderita epilepsi bisa hidup secara normal tanpa takut kejang2 dan tersedak kala gejala itu muncul. Jadi maklum aja kalo pendapat Broca tentang dualitas fungsi di otak sangat dihormati dan diterima luas di masyarakat sains pada saat itu.

Berkembangnya mitos

Pendapat Broca tentang adanya area spesial di otak untuk kemampuan bahasa. Dan ditambah bukti-bukti dari rekan dokternya tentang pasien yg mengalami kesulitan bicara ketika terjadi stroke di otak sebelah kiri. Kedua hal tersebut bikin orang2 banyak mengasosiasikan otak kiri dengan kemampuan berbahasa dan kompleksitas sintaksis berbahasa. Ga salah juga sih, ada percobaan sebagai berikut, coba baca kalimat dibawah:
The boogles are blundling the bludget
The boogles is blundling the bludget

Jangan khawatir kalo lu ga ngerti artinya, itu kata-katanya asal aja ko, hehe.. Tapi orang yg punya kerusakan di bagian kiri otak akan kesulitan bedainnya. Untuk yg ngerti grammar jelas yg benar adalah yg pertama. Boogles dengan akhiran ‘s’ menunjukan plural dan diikuti oleh ‘are’. Walau kata-katanya ga ada arti, ada bagian di otak yg nentuin grammar.
Selain susah bedain grammar, kadang ada kondisi yg namanya Aphasia. Sering ga lu, susah mau bilang suatu kata tapi tau artinya. Lu mau bilang ambilin pensil tapi tangan lu bikin gerakan nulis dan pala lu geleng-geleng sambil bilang “itu.. tuh.. ah apa sih.. ya pokoknya itu lah”. Nah, kalo kerusakannya di Area Broca, orang bahkan jadi bener-bener gak bisa nyebutin nama barang-barang, tapi bisa deskripsiin bentuk, warna dan guna barang2 tersebut.
Kalo kiri kuat korelasinya dengan grammar dan sintaksis, gimana dengan otak belahan kanan? Dan darimana mitos populer yang bilang kalo otak kanan tuh cocok untuk artist dan bisnisman yg ga perlu kalkulasi rumit? Kalo kondisi susah nyebut nama barang adalah Aphasia, nah ada kembarannya di otak kanan namanya Agnosia. Kelainan yg diakibatkan kerusakan di bagian kanan akan nimbulin kesulitan mengenali pola yg biasa dengan mudah kita kenalin, yaitu muka manusia. Heh? Ko bisa? Bukannya secara evolusi kita akan kenal pola apa pun yang mirip muka manusia? Nah coba kita masuk ke dunia orang Agnosia dengan mengenali gambar apakah di kanan ini?
Agnosia pictureBisa liat jelas kan? Muka siapa hayo? Coba balik gambarnya. Yangg pake Hape atau laptop gampang, nah yg pake PC mohon bantuan orang lain untuk jungkir balikin monitornya :D. Sebelum lu balikin gambarnya, pasti otak lu berusaha keras ngenalin pola atau gambar apaan sih? Itulah Frustasinya orang yg kena Agnosia untuk mengenali pola-pola gambar dan gambar yang overlap.
Dari kedua kondisi tadi:
Aphasia, kesulitan berbahasa akibat kerusakan di otak bagian kiri dan..
Agnosia, kesulitan mengenali pola akibat kerusakan di otak bagian kanan, maka...

Muncul lah pendapat berlebihan di luar wilayah kedokteran, malah lebih ke arah psikologi praktis dan populer, kalo Otak bagian kiri untuk hal-hal yg runut seperti linguistik atau kalkulasi. Dan konsekuensinya orang-orang yg kerjanya insinyur atau saintis dan ahli bahasa “kuat” di otak bagian kiri. Dan pasangannya, Otak bagian kanan untuk hal-hal seperti visual atau sensor spasial (ruang), maka org yang suka gambar atau kerja di bidang visual “kuat” di bagian kanan.
“Trus ya gapapa lah ada pendapat gitu, toh ada benarnya dari sejarah neurosains jaman Broca. Lagian juga orang-orang nyaman dengan pembagian otak kiri dan kanan, dan akhirnya kita ga bisa maksa org yg suka Seni untuk belajar Matematika kan?”
 
Tunggu dulu, seperti juga makan sate kambing, kalo keblablasan juga ga sehat. Sama halnya pendapat di sains... #ApaSih

Dampak Mitos

Iya memang ada area atau bagian di korteks otak kita yg bertanggung jawab untuk hal-hal tertentu, seperti bahasa dan visual. Tapi kenyataannya, dalam proses berpikir dan menerima input sinyal dari indera, otak kita bekerja secara bersamaan atau simultan. Pelukis memang make bagian kanan otak untuk nerima sinyal warna dan bentuk, tapi dia juga make otak bagian kiri untuk koordinasi gerakan halus nyapu kuas di kanvas. Saintis yg lagi ngitung kurva kecepatan maksimum Enzyme emang make otak kiri untuk kalkulasi konsentrasi enzim, tapi otak kanan juga berperan untuk ekstrapolasi data di grafik. Bahkan orang yg lagi nyanyi sebenarnya gunain dua bagian otak secara simultan dengan bantuan bagian Amygdala untuk emosinya.
Kadang, fakta sains itu suka dibikin lebay sama kalangan yang ga dalemin sains. Contoh kasus gampang deh, ada buku bisnis yang judulnya berbau-bau DNA (lu cari di toko buku juga pasti nemu - you know what I mean). Nah buku itu analogiin orang2 di perusahaan sebagai DNA yg bisa “termutasi” dan berubah jadi baik seperti di evolusi gen. Mungkin dari sinilah istilah mutasi pegawai negeri jadi populer. Huahaha...
Nah, dampak Mitos yg kentara banget dan bikin kesalahpahaman makin melebar adalah :
  1. Dikotomi antara orang bidang Seni atau Sosial dan Sains. Dibilang kalo, dua bagian itu bertolak belakang. Banyak yg bilang “Sosial itu gak kayak sains yang dari A ke B” atau “Sains itu ilmu pasti gak kayak Sosial” dan bahkan “Seni tuh jangan pake logika”. SALAH BESAR MASBRO ! Semua kesalah pahaman itu muncul karena udah ada prasangka kalo kita ditakdirkan kuat di otak kanan atau di kiri.
  2. Salah Penjurusan di Sekolah atau Kuliah. Kalo kita jago banget kalkulus ya masuknya jurusan eksakta (nama eksakta yg artinya “Pasti” aja udah salah). Trus kalo kita ga bisa kalkulus kita masuk ke sosial atau bahasa gitu? Udah cukuplah kesalahpahaman orang2 jaman gw sekolah atau ortu kita yg ngebagi sembarangan pelajaran di sekolah dengan istilah Sosial dan Sains plus Bahasa. Jujur aja anak Bahasa sering banget jadi kasta beda dari Sains, bener ga? Kenyataannya bagian otak yg tanggung jawab untuk ngitung Trigonometri dan mahamin grammar ada di satu area? Lah gimana kalo jurusannya di sekolah dipisah?
  3. Otak kanan diperluin buat sukses bisnis. Ini beneran jadi jargon yg populer di seminar bisnis, baik di dalam atau luar negeri. Singkatnya mereka bilang kalo lu mau jadi entrepreneur harus pake otak kanan. Alasannya? Otak kiri kan buat kalkulasi jadi malah bikin lambat aja. Kalo lu mau bisnis lu harus terjun langsung ga pake mikir lama, ga pake itungan rumit untung rugi, lu jalanin aja dulu, yang penting langsung jadi member dan apakah lu punya mimpi?.. Eh oops keterusan biasa denger diprospek sama yg nawarin MLM, hehe..
Dari tiga dampak mitos otak kiri dan kanan yg paling deket kena sama lu semua adalah nomor 1 dan 2. Jadi apa donk nasihat bijak mengenai dampak mitos ini?? Tulisan ini ga berusaha ngasih lu saran untuk milih jurusan apa nanti di SMA atau di kuliah, untuk tema yang satu ini udah diwakilin sama tulisan Faisal yang keren banget tentang gimana cara milih jurusan yang tepat. Tulisan ini ngasih latar belakang berkembangnya dan fakta yg beneran di sains. Makanya dari dulu Wisnu udah tekanin berkali-kali tentang pentingnya berpikir kritis ! Dengan berpikir kritis lu bisa bikin keputusan berdasar fakta yg bener. Selain itu lu juga bisa ngasih “pencerahan” untuk orang-orang yang salah menghakimi orang2 dengan membaginya berdasarkan Kanan dan Kirinya otak.
Brain lateralization atau pembagian otak bagian kanan dan kiri berikut spesialisasi bagian tertentu untuk fungsi tertentu emang betulan diteliti di sains. Tapi apakah minat dan bakat lu udah Hardwired atau pasti dan ga bisa diubah-ubah? Apakah bakat seni selalu bertolak belakang sama sains? Apakah kemampuan analisis sosial ga merluin rigiditas dari sains? Apa pun yg kita kerjain akan gunain dan manfaatin dua bagian otak, kanan dan kiri secara simultan.
Jadi Otak dan bakat ga sesimpel judul albumnya Bon Jovi, “This left feels right...”
Salam Berpikir Kritis !

 disalin dari www.zenius.net

Di ujung siang


Bermainlah dengan alam yang akan mendekatkanmu dengan hidup yang lebih baik


Sabtu, 03 Mei 2014

Makalah : Masjid sarana pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
       Masjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan masjid yang berukuran kecil disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Selain itu masjid juga merupakan sarana pendidikan Islam karena bagaimanpun Penyelenggaraan pendidikan agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari jasa besar masjid. Hidup sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masjid, karena beberapa ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid. Ibadah tersebut juga berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat sejak kecil, seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Salah satu fungsi masjid dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Adapun fungsi masjid yang ada di pedesaan cuman sebatas sarana untuk beribadah seperti, shalat, mengaji saja, dan belum banyak yang menjadikan masjid di pedesaan/pedalaman sebagai tempat pendidikan yang sudah berkembanga saat ini.

B.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah bagaimana fungsi masjid sebagai sarana pendidikan Islam di Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1.    Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
2.    Untuk memberikan sedikit gambaran tentang  fungsi masjid sebagai sarana pendidikan Islam di Indonesia. 
BAB II
MASJID SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A.    Masjid dalam tinjauan Etimologi
Masjid berarti tempat bersujud. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram(bahasa semitik). Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masjid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan".  Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.

B.    Masjid Pertama
Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah (622 M. bertepatan pada bulan rabi’ul awal tahun pertama hijriayah), beliau memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi –atau lebih dikenal masjid Madinah-, yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik,diskusi, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang fakir miskin. Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.

C.    Masjid sebagai sarana pendidikan
Salah satu fungsi masjid dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi.  Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim di daerah luar Arab, termasuk Indonesia. Kelas-kelas untuk mualaf, atau orang yang baru masuk Islam juga disediakan di masjid-masjid di Eropa dan Amerika Serikat, dimana perkembangan agama Islam melaju dengan sangat pesat. Beberapa masjid juga menyediakan pengajaran tentang hukum Islam secara mendalam. Madrasah, walaupun letaknya agak berpisah dari masjid, tapi tersedia bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu keislaman. selain dalam bentuk sekolah masjid juga berguna untuk pengajaran majelis ta’lim.
Salah satu contoh masjid yang digunakan sebagai sarana pendidikan adalah pada masa khalifah Abbasiyah, dimana masjid digunakan sebagai tempat pertemuan ilmiah bagi para sarjana dan ulama. Selain itu Masjidilharam misalnya, masjid ini selain digunakan sebagai tempat ibadah juga digunakan untuk mendalami ilmu-ilmu agama berbagai madzhab.
Adapun di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, masjid berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat, mengajar al-Qur’an bagi anak-anak, dan memperingati hari-hari besar islam. Di daerah perkotaan, selain fungsi tersebut, masjid juga digunakan untuk pembinaan generasi muda islam, ceramah, diskusi keagamaan dan perpustakaan.
Penyelenggaraan pendidikan agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari jasa besar masjid. Hidup sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masjid, karena beberapa ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid. Ibadah tersebut juga berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat sejak kecil, seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Masjid disamping sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat kegiatan umat Islam. Masjid juga digunakan oleh Rasulullah SAW sebagai kegiatan sosial dan politik menyusun strategi perang. Rasulullah SAW tidak hanya mengajarkan masjid sebagai tempat ibadah mahdhah saja, tetapi kegiatan lainnya yang berurusan dengan kepentingan umat.
Orang boleh saja meragukan masjid sebagai pusat aktivitas agama Islam di era global ini. Pendidikan tentang agama Islam dan aktivitas agama Islam diperoleh dan dapat dilakukan di banyak tempat, tidak hanya di masjid saja. Prinsipnya, jika dilihat dari beberapa ketentuan agama mengenai masjid, umat Islam tidak dapat dipisahkan dengan masjid. Sejarah membuktikan kalau masjid sebagai awal pusat pendidikan agama Islam.
Masjid juga sudah ditakdirkan menjadi rumah Allah SWT dan milik umat Islam dimanapun berada. Keberadaan masjid bukan hanya menjadi kebutuhan sebagai sarana ibadah, tetapi keberadaan masjid juga wajib adanya pada suatu wilayah yang ada umat muslimnya.
Mayoritas penduduk kabupaten Kebumen adalah muslim. Desa-desa di kabupaten Kebumen ini minimal terdapat satu bangunan masjid pada setiap desanya. Desa yang wilayahnya luas dan berpenduduk banyak/padat, bahkan tidak hanya terdapat satu bangunan masjid. Desa Jemur kecamatan Kebumen adalah contoh desa yang mempunyai dua bangunan masjid. Masih banyak desa lain yang mempunyai masjid lebih dari satu, misalnya di desa Karangsari Kebumen, terdapat enam bangunan masjid.
Keberadaan masjid jauh lebih sedikit dibandingkan keberadaan Musholla. Musholla lebih banyak, disebabkan karena dapat didirikan pada setiap tempat dimanapun minimal sebagai tempat sholat saja. Musholla bisa didirikan disetiap komplek RT, komplek RW, komplek perkantoran, bahkan rumah kita masing-masing. Keberadaan mushalla, tidak untuk menunaikan shalat jum’at. Desa Jatimulyo Alian Kebumen, adalah contoh desa yang mempunyai tujuh bangunan musholla milik masyarakat dan tiga bangunan masjid. Kenyataan yang ada, musholla dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam maupun sebagai tempat ibadah umat Islam tidak berbeda dengan di masjid, secara prinsip kegiatan musholla bermula dari bagaimana konsep memakmurkan masjid.
Keberadaan bangunan masjid dalam Islam terdapat persyaratan tertentu, misalnya batas-batas wilayah dan minimal ada empat puluh orang untuk mendirikan sholat Jum’at. Masjid juga tidak boleh didirikan pada satu komplek dalam satu batas wilayah yang kecil. Bangunan masjid semakin banyak seiring dengan bertambah banyaknya penduduk di Indonesia dan semakin banyaknya pembangunan komplek perumahan. Semakin banyaknya masjid dan tuntutan mendirikan masjid menunjukkan bahwa masjid sangat berpotensi untuk menjadi pusat pendidikan agama Islam dan pusat peradaban yang menyertai perkembangan kehidupan umat Islam sepanjang masa.
Makmurnya masjid juga berimplikasi pada terpenuhinya jama’ah akan pendidikan agama Islam dan tempat pembinaan umat. Pendidikan agama Islam di masjid pada umumnya dilaksanakan secara konservatif atau tradisional. Pendidikan agama Islam dengan cara tradisional adalah dengan metode bandungan atau sorogan. Pengajar pendidikan di masjid dengan membaca dan didengarkan atau ditirukan oleh santri masjid, atau sebaliknya. Metode ini juga memungkinkan untuk terjadinya Tanya jawab antara santri masjid dengan seorang ustadz atau kyai masjid.
Sejarah perkembangan masjid lebih banyak menyuguhkan kajian agama dari pada kegiatan sosial. Pendidikan agama Islam di masjid juga lebih banyak dari pada aktivitas pendidikan agama Islam pada lembaga pendidikan formal. Masjid pada setiap malam dapat menyelenggarakan pendidikan agama seperti pengajian kitab. Ada yang bersiafat harian, mingguan, sebulanan dan tahunan dan sepanjang waktu. Berbeda dengan penyelenggaran pendidikan dan aktivitas pendidikan agama Islam di madrasah atau sekolah. Institusi madrasah dan sekolah menyuguhakn materi pendidikan agama Islam dengan waktu yang sangat terbatas. Materi pendidikan agama Islam didapat dua sampai enam jam perminggunya dan dalam kurun waktu tiga tahun.
Pendidikan agama Islam yang di selelenggarakan di masjid., tidak terbatas oleh waktu. Konsep pendidikan seumur hidup, setiap saat bisa di dapat di masjid walaupun tidak dalam pengertian semua masjid. Begitu juga keberadaan masjid di desa dengan masjid di kota. Masjid di kota, pada umumnya aktivitas agama Islamnya terbatas, hal ini karena karakter masyarakat kota yang berbeda dengan karakter masyarakat perdesaan.
Sesudah negara Islam meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia berperan sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam pengetahuan, baik agama ataupun lainnya.  Ketika Nabi Muhammad saw. berhijrah dari Mekkah menuju Yatsrib (Madinah) dan singgah di Quba, program yang pertama kali beliau laksanakan ialah mendirikan sebuah masjid yang kemudian beliau namakan dengan “Masjid Quba”. Masjid itu disebut oleh Allah swt. dalam firman-Nya: “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin mensucikan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih” (Q.S. At-Taubah/9: 108).
Hal ini dimaksudkan oleh Rasulullah agar menjadi tempat berkumpul bagi manusia guna menunaikan shalat, membaca kitab suci Al-Qur'an, berdzikir kepada Allah swt., saling bermusyawarah dalam urusan agama mereka, dan agar menjadi “Madhar”(manifestasi) bagi persatuan, kerukunan dan persaudaraan, dan menjadikan masjid menjadi tempat pendidikan, pengajaran dan tempat menyampaikan nasihat dalam masalah agama, akhlakul karimah. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang masuk ke dalam masjid-ku ini guna mengajar kebaikan atau belajar (mencari ilmu), maka ia bagaikan orang yang berjuang menegakkan agama Allah” (H.R. Ibnu Majah).
Rasulullah saw. sendiri seringkali duduk di masjidnya, lalu dikerumuni oleh para sahabat secara melingkar, bagaikan bintang-bintang mengelilingi bulan purnama. Kemudian beliau menyampaikan ceramah, fatwa agama dan ajaran-ajaran lain kepada mereka. Dan jika beliau berhalangan maka diutusnya sahabatnya untuk mewakilinya seperti: Ubadah bin Shamit, Abi Ubadah bin al-Jarrah atau lainnya. Hingga kemudian di Madinah Rasulullah mendirikan masjid Nabawi yang juga berfungsi sebagai tempat pendidikan pertama kali yang beliau pergunakan untuk mengajarkan Qira'atul Qur'an, ilmu fiqh, syariat Islam dan berbagai ilmu pengetahuan, sehingga dapat menelurkan generasi-generasi militan, yang menjadi ulama, hukama, khulafa, umara dan pemimpin-pemimpin yang dapat diandalkan.
Sesudah negara Islam meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia berperan sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam pengetahuan, baik agama ataupun lainnya. Yang tampak menonjol sekali dalam hal ini antara lain ialah: Masjid-masjid Shan'a di Yaman, Al Jami' Al Umawi di Damsyik, Al Jami' Al-Azhar di Mesir, Jami' Az-Zaituniyah di Tunisia dan Masjid Qoeruwar di Fas. Kemudian berikutnya, para penguasa, umara dan para raja berlomba-lomba membangun tempat-tempat pendidikan dan lembaga ilmu pengetahuan yang dilengkapi dengan masjid dan asrama pelajar. Hal inilah yang akhirnya dapat membawa kejayaan ilmu dan kebudayaan Islam, dapat melahirkan beribu-ribu ulama yang intelek dalam berbagai bidang ilmu, seperti tafsir, hadits, ilmu falak, fiqh, usul fiqh, bahasa Arab, sastra Arab, kedokteran, olahraga, ilmu hitung, dan lain-lain.
Saat ini konsep sekolah-sekolah yang berada di sekeliling masjid, atau sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan masjid dijadikan sebagai konsep sekolah-sekolah Islam terpadu dari segi arsitektur pembangunan sekolah-sekolah Islam terpadu. Bahkan di sekolah-sekolah negeri pun mulai terlihat adanya pembangunan masjid di tengah-tengah sekolah. Mengapa demikian?
Hikmah mendalam yang sebetulnya dapat kita petik dari langkah pertama yang dilakukan Rasulullah saw. di saat hijrah dengan membangun masjid Quba dan menjadikannya tempat untuk mendidik generasi Islam dan menyampaikan berbagai ilmu yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan Hadits. Walaupun secara tidak langsung Rasulullah juga melakukan berbagai pendidikan dan pengajaran di tempat-tempat yang lain seperti, di rumah-rumah, di jalan, di pasar sampai di medan perang. Sesuai dengan ilmu dan ajaran yang akan disampaikannya.
Di dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam, masjid ibarat ruhnya atau qolbunya pendidikan. Karena pendidikan tidak hanya semata-mata mengetahui sesuatu hal yang baru, bukan hanya untuk mencapai jenjang yang lebih tinggi dan tidak juga hanya semata-mata mengejar nilai. Tapi Rasulullah telah mengajarkan kepada kita, nilai-nilai pendidikan yang hakiki untuk menjadikan manusia sebagai manusia seutuhnya (Insan Kamil/ Insan Paripurna). Karena pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik sehingga dimensi kependidikan dapat berkembang secara optimal. Adapun dimensi kependidikan itu mencakup tiga hal, yaitu:
1.    Afektif, yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti yang luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis. Dari masjid nilai-nilai hakiki ini ditanamkan oleh Rasulullah kepada umatnya dengan perintah menjalankan shalat, pelaksanaan shalat berjamaah dan hikmah-hikmah lain yang terkandung di dalam shalat berjamaah. Dan hal tersebut dimulai dari masjid.
2.    Kognitif, yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang diwujudkan dengan perintah bertasbih dan membaca Al-Qur'an serta mempelajari kandungan-kandungan ilmu di dalamnya. Dan sejak zaman Rasulullah, para sahabat dan sekarang ini para ulama melakukannya di masjid. Karena inti ilmu pengetahuan itu ada di dalam Al-Qur'an
3.    Psikomotorik, yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis. Diwujudkan dengan berbagai kegiatan fisik di masjid dalam pelaksanaan kedua perintah-perintah di atas, juga pengembangan organisasi masjid, kegiatan fisik, rehabilitasi masjid dan pengembangan pembangunan fisik masjid memerlukan kemampuan keterampilan teknis. Dan masjid dapat menjadi tempat pendidikan ini.


BAB III
PENUTUP

Rasulullah di awal hijrahnya ke Madinah melakukan ketiga hal di atas secara baik dan tepat, sehingga menghasilkan generasi Islam yang berhasil mengembangkan syiar Islam ke seluruh penjuru dunia, sejak dulu hingga sekarang. Karena masjid merupakan ruhnya atau qolbunya pendidikan. Sekolah-sekolah yang dibangun di seputar masjid dewasa ini menunjukkan bahwa tiga hal yang mendasar di atas dapat berjalan bersamaan. Siswa tidak hanya mengutamakan NEM dan kepandaian dalam olah ilmu pengetahuannya, tapi juga iman dan akhlakul karimah, serta kemampuan fisiknya dalam olah jasmani dalam berbagai kegiatan fisik yang dilakukan di sekolah. Inilah hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa saat awal hijrah Rasulullah saw. di atas. Karena itulah marilah kita makmurkan masjid-masjid sebagai rumah Allah dengan menjalankan shalat berjamaah di masjid, mengikuti pengajian-pengajian dan tadarus Al-Qur'an, serta melakukan kajian-kajian baik masalah akidah, syariah, dan ilmu pengetahuan dan akhlakul karimah. Baik itu masjid di lingkungan rumah kita masing-masing, maupun di lingkungan sekolah-sekolah kita. Apabila saatnya adzan terdengar sebagai panggilan shalat, maka semua kegiatan dihentikan untuk bersama-sama melaksanakan shalat berjamaah. Dengan demikian akan tercapailah tujuan pendidikan yang diharapkan.


DAFTAR FUSTAKA

Hasanuddin, Hukum Dakwah, Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Ibey. 2011. Fungsi Masjid. (http://wordpress.com, diakses tanggal 21 Juni 2011). 

Moh E. Ayub, Menejemen Masjid, Jakarta: Gema Insani Press, 1997

Muhammad Natsir, Keputusan dan Rekomendasi Muktamar Risalah Masjid se Dunia di Makkah, Jakarta, Perwakilan Rabitah Alam Islami , 1395H.

Nana Rukmana D.W, Masjid dan Dakwah, Merencanakan, Membangun dan Mengelola Masjid, Mengemas Substansi Dakwah,Upaca Pemecahan Krisis Moral dan Spiritual, Jakarta: Almawardi Prima, 2002.

Quraish Shihab,M., Wawasan Al-Qur’an , Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1996.

Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1971.

Kamis, 01 Mei 2014

Otak Kreatif Anak (Manusia) tidak datang tiba-tiba


Dari akun @anakjugamanusia. Yani Widianto mengumpulkan kicauan dengan #otakkreatif

Ada beberapa hal yg seringkali ditanyakan oleh, rekan2 dari Dunia Usaha, Pendidik, Guru & Ortu. Seperti “Kenapa ya kok Karyawanku ini sulit diajak Kreatif ya?”
“kenapa ya, sulit sekali mencari karyawan yg kreatif?”
“kenapa ya, memberikan Bonus, Tunjangan / tambahan Penghasilan seringkali tdk membuat orang mjd Kreatif?”
“Kenapa ya, kok banyak anak-anak Muda kalo diajak berpikir, memilih menghindar?”,
“knp ya byk lulusan PT yg nggak kreatif?”
“Kenapa ya, kok banyak Orang cenderung Emosional dalam menyelesaikan suatu Permasalahan?”
Biasanya kami jawab “Nggak tau tuh”, “loh gimana sih?” pada protes, ya Karena kami benar2 Tidak Tau, hehe

Kemudian, pertanyaan-pertanyaan tersebut mulai terjawab. Bahwa Semua ini dimulai dari Pendidikan saat masih anak-anak! kami pernah membaca bukunya “Ayah Edi”, yg mengatakan bahwa Otak Manusia memiliki 3 Kemampuan Dasar yaitu;
  • Kemampuan Berpikir/Nalar,
  • Kemampuan Kreatif, lalu
  • Kemampuan Menghafal

Nah ini menarik, Sayangnya saat Sekolah seringkali yg di asah pada anak-anak adalah Kemampuan Menghafalnya dari SD sampai kuliah, hampir semua Ujian / Test isinya adalah Hafalan yg semuanya ada di buku & Internet pdhl dlm Dunia Kerja & Selepas Sekolah, Kemampuan yg sering digunakan adalah Kemampuan Berpikir & Kemampuan Kreatif Bayangkan pertanyaan-pertanyaan; “Sebutkan nama2 Menteri?”, kenapa nggak sekalian “sebutkan nama2 istri menteri”, hehe lalu pertanyaan hafalan, “Apa yg terjadi antara 1825 – 1830?”, ya jelas-jelas jawabnya ada di buku “Perang Diponegoro"

Mengapa tidak Pertanyaan; “menurutmu Semangat Pangeran Diponegoro, bila diterapkan dalam se-hari2, akan seperti apa?” wah, itu Pertanyaan yg akan memacu Kemampuan Berpikir, juga anak belajar mengambil hikmah dari sebuah peristiwa pernah diberitahu oleh Rekan yg di luar negeri khususnya negara maju, bahwa PR anak-anak setara SD disana hanya sedikit Sekali kadang hanya 1 Pertanyaan seperti ini “Apakah Idemu untuk Merubah Dunia?” & jawabnya Lesan Pula di depan Kelas, wooww

Ini memacu Kemampuan Berpikir, Kreatif & Melatih Kemampuan mempresentasikan Pikiran & Imajinasi anak. Ya, sistem pendidikan kita memaksa anak-anak seringkali hanya diasah & dilatih Kemampuan Menghafalnya lalu tiba2 saat Kerja & Selepas Sekolah/Kuliah, anak-anak hrs Memiliki Kemampuan Berpikir & Kemampuan Kreatif?

Ini Menjadi PR besar Kita semua. Sulit sekali mengubah sistem yg sudah seperti ini, Namun kita selalu punya kesempatan kita bisa memulainya dalam keluarga kita, beri ruang bagi anak untuk berpikir & kreatif hargai setiap pendapat anak, hargai idenya, beri juga apresiasi pada karya-karya anak, apapun itu jangan justru kemampuan-kemampuan berpikir & kreatif anak yg sangat mereka butuhkan nantinya, kita mandulkan dgn sikap2 kita. Sikap sering meremehkan ide anak, pendapat & karya anak, akan membuat kemampuan-kemampuan tersebut malah tumpul kemampuan berpikir & kreatif anak mestinya harus kita tumbuhkan keatas, bukan kita tekan-tekan kebawah. Semakin tajam kemampuan berpikir&kreatif anak, semakin anak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang kelak ia hadapi

disarikan dari yani.widianto.com