Senin, 31 Maret 2014

Kekuatan untuk Mengubah apapun

 Influencer : The Power to change anything

Seringkali kita ingin agar suatu perubahan itu terjadi, dan ketika perubahan yang diharapkan tidak juga kunjung datang, kita sering berpikir bahwa motivasi orang-orang untuk melakukan perubahan itu kurang. Padahal mungkin orang-orang tersebut ingin berubah, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan yang diperlukan agar proses perubahan bisa dilaksanakan.

Perubahan itu membutuhkan 2 hal yang bersumber dari 6 hal, yaitu:
1) Terdapat motivasi/keinginan untuk berubah. Motivasi bersumber dari 3 hal. Motivasi dari dalam diri sendiri, motivasi dari orang lain, motivasi dari reward dan punishment.

2) Memiliki kemampuan yang dibutuhkan agar proses perubahan dapat dilaksanakan. Kemampuan seseorang untuk melakukan perubahan bisa ditingkatkan dari 3 sumber. Meningkatan kemampuan diri sendiri, bantuan dari orang lain, serta sarana dan prasarana yang mendukung.

Misalnya: Ada mahasiswa yang mendapatkan nilai D untuk mata kuliah tertentu. Mahasiswa tersebut mengulang mata pelajaran tersebut di semester berikutnya.
a) Situasi pertama: Mahasiswa tersebut tidak juga mengerti mata pelajaran tersebut (tidak mampu), walaupun telah mengulang. Walaupun mahasiswa tersebut termotivasi untuk belajar dengan begadang sampai jam 4 pagi untuk persiapan ujian, kemungkinan besar dia akan mendapatkan hasil yang tidak memuaskan.

b) Situasi kedua: Mahasiswa tersebut mengerti mata pelajaran yang diulang (mampu). Tetapi mahasiswa tersebut malas (tidak termotivasi) belajar untuk persiapan ujian, kemungkinan besar dia akan mendapatkan hasil yang tidak memuaskan.

Perubahan memerlukan 2 kata: mau dan mampu.



3 sumber motivasi untuk perubahan:

1) Motivasi dari dalam diri sendiri. Bagaimana caranya agar dapat membantu orang lain memiliki motivasi dari dalam dirinya sendiri. Sehingga orang tersebut senang melakukan kegiatan yang baik, dan benci melakukan kegiatan yang buruk.

     a) Kepada orang yang berpikiran bahwa suatu kegiatan yang baik itu tidak menyenangkan, minta mereka mencoba melakukan kegiatan tersebut. Kadang informasi yang mereka dapatkan tentang kegiatan tersebut tidak valid, sehingga mereka sudah memvonis bahwa kegiatan tersebut tidak menyenangkan.

     b) Buat kegiatan tersebut menjadi sebuah game/permainan. Dengan menjadikan kegiatan tersebut sebuah permainan, seseorang bisa larut dalam kesenangan ketika kegiatan tersebut. Untuk membuat orang larut dalam kegiatan, bisa dibaca artikel Flow: The psychology of optimal experience.

     c) Untuk kegiatan baik yang memang tidak menyenangkan untuk dilakukan, dan susah dibuat menjadi permainan. Maka cara agar orang lain tersebut termotivasi adalah dengan membuatnya sadar bahwa kegiatan ini sesuai dengan nilai-nilai baik yang dipegang oleh orang tersebut. Atau membuat mereka sadar bahwa kegiatan yang baik tersebut akan membuat mereka mencapai impian mereka atau mendekatkan mereka dengan impian mereka.

   Motivasi terbesar untuk perubahan adalah motivasi dari dalam diri sendiri. Dan motivasi terbesar yang bisa dimunculkan dari dalam diri sendiri adalah motivasi yang dihubungkan dengan nilai-nilai yang dipegang oleh orang tersebut.  


2) Motivasi perubahan juga bisa berasal dari orang lain. Hal ini terjadi jika orang lain memotivasi untuk melakukan kegiatan yang baik, dan mewanti-wanti kita ketika melakukan kegiatan yang tidak baik.

   Tokoh masyarakat adalah pemberi motivasi terkuat untuk perubahan pada orang lain. Ciri-ciri tokoh masyarakat yang pendapatnya akan banyak didengar dan memotivasi orang lain untuk melakukan perubahan adalah:
     a) Tokoh masyarakat ini memiliki keahlian di bidang yang sedang dibahas.
     b) Tokoh masyarakat ini mendahului kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
     c) Tokoh masyarakat ini meluangkan waktu yang banyak untuk bersosialisasi dengan masyarakat.


3) Motivasi perubahan yang berasal dari konsep reward dan punishment. Buatlah konsep reward dan punishment yang memotivasi perubahan. Sumber motivasi ini sebaiknya diberikan setelah orang tersebut memiliki motivasi dari dalam dirinya sendiri. Karena jika tidak, maka orang tersebut akan bergerak hanya jika terdapat insentif.


3 Hal yang bisa meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan perubahan:

1) Meningkatkan kemampuan diri sendiri. Kembangkan kemampuan Anda agar Anda memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk terlaksananya perubahan. Kuncinya adalah berlatih, berlatih, dan berlatih.


2) Penambahan kemampuan yang didapatkan dari bantuan teman/komunitas. Jika suatu kelompok memiliki 4 ciri, maka kelompok tersebut akan memiliki kepintaran yang tinggi. 4 ciri pada suatu kelompok yang membuat kelompok ini memiliki kepintaran bisa dibaca pada artikel The Wisdom of Crowds: Why the many are smarter than the few.

Kapankah kita sangat membutuhkan bantuan orang lain/komunitas untuk melakukan perubahan:
     a) Ketika orang lain/komunitas termasuk bagian yang membuat terbentuknya budaya hidup yang tidak baik.
     b) Ketika Individu tidak bisa sukses melakukan perubahan jika hanya dia sendiri yang melakukannya.


3) Sarana dan prasarana yang mendukung.
     a) Apakah sarana dan prasarana yang ada disekitar kita mendukung perubahan yang ingin kita lakukan. Misalnya: Jika kita ingin mengurangi berat badan kita, kita dapat mengubah ukuran piring menjadi lebih kecil. Biasanya orang akan merasa kenyang ketika nasi di piring telah habis.

   b) Apakah sarana dan prasarana memudahkan seseorang melakukan tindakan yang baik, dan menyusahkannya untuk melakukan tindakan yang tidak baik. Misalnya, toples yang berisi permen akan lebih jarang di makan anak-anak jika di tempatkan di atas rak, dibandikan jika ditaruh di atas meja. Seseorang akan lebih sering berolahraga jika alat olahraganya ditaruh di kamarnya, dibanding jika ditaruh di dalam gudang.

(sumber : http://www.bukuzu.com/

Minggu, 30 Maret 2014

Sejarah Jingklak (2)

kondisi Masjid Fajar Muslim sekarang (30 maret 2014)

Sejarah Masjid Fajar Muslim Jingklak

Di Jingklak terdapat sebuah masjid yang berdiri megah dengan 2 lantai. Masjid ini bernama fajar muslim. Sebelum menjadi Masjid 2 lantai pada tahun 2005, Masjid ini masih bernama mushola fajar muslim. Mushola fajar muslim dibangun berkisar pada tahun 1983. Tanah masjid merupakan wakaf dari keluarga Mbah Astra (alm) setelah sebelumnya terjadi kebimbangan menentukan letak dimana akan dibangun mushola. Tanah dengan ukuran berkisar  8 x 12 meter akhirnya di wakafkan oleh mbah astra (semoga Allah memberikan sebaik-baik tempat kembali kepada almarhum mbah astra kakung putri).

Sebelum dibangun mushola, tempat sholat jama'ah dan mengaji warga Jingklak berpusat di tempat mbah Kaum (almarhum). Berawal dari semangat memajukan keagamaan di dukuh Jingklak maka perencenaan pembangunan mushola dimulai. Bapak Slamet Marwoto yang saat itu menjabat ketua RW mencari jalan agar pembangunan mushola berjalan lancar. Setelah berhasil mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan maka pembangunan mushola dimulai pada tahun 1983, menggunakan batu bata merah dengan penuh semangat semua warga terlibat dalam pembangunan mushola umum pertama di dukuh yang termasuk wilayah kelurahan Karanganyar.

Pembangunan berlangsung selama hampir 6 bulan, setelah selesai pembangunan maka disepakati Imam dan pengurus Masjid adalah bapak Sandikarto. Beliau berprofesi sebagai pedagang abrag-abrag di pasar gombong. Beliau mengabdikan diri sebagai pengasuh masjid dengan penuh kerja keras, perjuangan, dan keikhlasan. Sepulang dari pasar, beliau membersihkan masjid dan lingkungan di sekitarnya. Kemudian beliau masih sering menjadi muadzin sekaligus imam masjid pada waktu magrib, isya, dan shubuh. Selepas magrib beliau mengajar orang-orang tua hafalan surat-surat pendek dan bacaaan sholat. Sering pula membacakan tarikh 25 nabi. Beliau dengan penuh ketekunan membimbing para orang tua belajar keagamaan.

Hingga awal millenium baru tak banyak perubahan pada kondisi fisik mushola fajar muslim, hanya perapihan yang dilakukan bertahap berkat bantuan dari warga Jingklak yang merantau maupun dari warga yang berada di kampung halaman. Namun untuk kegiatan masjid bertambah banyak, hal ini dimulai pada awal 90-an ada seorang pendatang dari kecamatan ambal yang peduli akan kegiatan di mushola. Beliau bernama bapak Turahman. Bersama bapak Sandi, bapak Turahman mulai mewarnai dan bahu membahu membangun kegiatan di mushola Fajar Muslim. dan pada sekitar tahun 1992 atau 1993 mushola fajar muslim melaksanakan khotmil Qur'an generasi pertama.

Mulai tahun 1997/1998 mushola Fajar Muslim digunakan untuk melaksanakan sholat jum'at. Pertimbangan paling penting adalah jumlah jama'ah yang sudah mencapai 40 orang dan mendekatkan warga dalam beribadah sholat jum'at. Ada yang setuju ada pula yang berhati-hati dalam memutuskan hukum sholat jum'at. Pengambilan keputusan tentu saja menimbulkan pro dan kontra, namun bapak Sandikarto hanya diam dan tetap menjalankan tugas dan kewajibannya dengan istiqomah. Beliau dengan tenang melaksanakan kesepatakan yang telah dibuat. Kini jama'ah sholat jum'at di Masjid Fajar Muslim hampir tidak tertampung di kedua lantai.

Pada tahun 2002-2003 dengan penuhnya jama'ah sholat jum'at dilontarkan ide untuk membuat Masjid menjadi 2 lantai, diskusi berlangsung cukup panjang karena mempertimbangkan banyak hal. Akhirnya disepakati masjid akan dijadikan 2 lantai, dengan rancang bangun hasil bapak Maryadi, BE dan panitia diketuai oleh bapak Djumadiono selaku ketua RW saat itu. Dalam perencanaan disebutkan bahwa masjid akan dicor terlebih dahulu kemudian bangunan di atasnya menyusul sesuai dengan kondisi keuangan yang ada. Akhirnya pada tahun 2005 Masjid fajar muslim Jingklak terealisasi menjadi 2 lantai. Sebuah kerja keras yang luar biasa dari seluruh warga Jingklak.

Pada proses pengecoran yang dilaksanakan pada hari minggu ada beberapa hal yang menarik. Saat itu masih belum familier penggunaan mobil cor, akhirnya digunakan molen untuk pengecoran. Dalam rencana pengecoran harus selesai dalam waktu 1 hari, karena jika tidak bersamaan dikhawatirkan terjadi perbedaan proses keringnya beton yang mengakibatkan retak dan bocor. Tahu akan risiko tersebut hampir seluruh warga terutama laki-laki tua muda berkumpul di Masjid pukul 07.00, mereka sarapan dan berdo'a bersama untuk kelancaran dan keselamatan kerja hari itu. pukul 08.17 dimulailah pengecoran setelah sebelumnya diadakan pengecekan kondisi kawat, besi, penyangga, plastik dan kayu sebagai steger untuk menaikkan adukan. kekompakan warga sangat terlihat nyata di sini, dengan kekuatan mereka masing-masing tak ada yang mengeluh bekerja. Pukul 11.00 pekerjaan dihentikan untuk mengisi kembali baterai tenaga yang terkuras. Tak lama sekitar 30 menit istirahat pekerjaan kembali dilanjutkan, banyaknya tenaga dan semangat yang tak surut menyebabkan target pekerjaan yang harusnya selesai pukul 16.00 selesai sebelum 13.30 sebuah hal yang sangat LUAR BIASA. 

Banyak hal yang layak diceritakan dan saya yakin posting ini juga perlu diedit, silahkan memberi memberi masukan dan ide yang lain agar lebih valid dan sempurna.

Sabtu, 29 Maret 2014

Biji Bunga Matahari

Manfaat dan kandungan biji matahari

Manfaat dan kandungan biji matahari. Biji bunga matahari adalah hadiah bagi kesehatan kita. Ini adalah biji berwarna keabu-abuan-hijau atau hitam yang merupakan hasil dari bunga matahari. Di Indonesia biji bunga matahari sering diolah menjadi makanan ringan seperti kuaci biji bunga matahari.
Biji bunga matahari adalah makanan yang sangat baik untuk nilai kecukupan gizi dan kita sering menganggap sebagai makanan ringan sehat. Biji bunga matahari adalah sumber yang sangat baik dari minyak tak jenuh ganda dan yang membuat biji bunga matahari adalah makanan yang bagus untuk kesehatan jantung. Tapi selain itu biji bunga matahari adalah sumber besar nutrisi berharga lainnya juga.

Kandungan biji bunga matahari Hampir 90% dari lemak pada biji bunga matahari adalah lemak yang baik, lemak tak jenuh. Biji bunga matahari juga mengandung lemak monosaturated yang membantu menurunkan kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) sekaligus meningkatkan kolesterol HDL (kolesterol baik). Selain itu, biji bunga matahari mengandung Vitamin E dan Vitamin B 1 (Thiamin). Mangan, magnesium, tembaga, selenium, fosfor, vitamin B 3 (Niasin), vitamin B5 (Pantothenic) dan folat juga dapat ditemukan dalam jumlah yang baik dalam biji bunga matahari.


Khasiat Biji bunga matahari

Biji bunga matahari sangat kaya nutrisi yang berharga, maka tidak mengherankan bahwa biji memiliki dampak positif besar pada kesehatan kita.

Biji bunga matahari merupakan sumber yang sangat baik dari vitamin E. Seperti yang kita ketahui Vitamin E adalah antioksidan . Vitamin E melawan radikal bebas dan menyimpan sel-sel dari kerusakan termasuk sel otak. Vitamin E mencegah penyakit jantung. Antioksidan dalam Vitamin E melawan radikal bebas dan mencegah mereka dari oksidasi kolesterol. Hal ini membuat kondisi jantung sehat dan menurunkan resiko serangan jantung, stroke dan penyumbatan pembuluh darah.
Anti-inflamasi Vitamin E mengurangi kemungkinan asma, osteoarthritis, dan rheumatoid arthritis. Vitamin E juga mengurangi risiko dari setiap penyakit atau kondisi yang berkaitan dengan peradangan. Selain itu Vitamin E juga membantu dalam mengurangi resiko kanker usus besar.
Biji bunga matahari mengandung sejumlah besar folat. Folat adalah nutrisi penting untuk kesehatan kita. Ini adalah Vitamin B berperan penting dalam produksi sel-sel tubuh baru dengan membantu untuk membentuk DNA dan RNA. Folat dan Vitamin B 12 membantu untuk membentuk hemoglobin dalam sel darah merah. Folat juga membantu dalam menurunkan risiko penyakit jantung. Biji bunga matahari juga mengandung seng yang bermanfaat untuk menjaga sistem kekebalan tubuh kita kuat.
Biji bunga matahari juga mengandung baik jumlah magnesium. Magnesium membantu mencegah asma, menurunkan tekanan darah tinggi, dan mencegah sakit kepala migrain. Ini blok kalsium untuk masuk ke dalam sel-sel saraf dan pembuluh darah. Dengan menghalangi kalsium, mencegah kejang otot dan kontraksi saraf mendadak.
Serat pangan dalam biji bunga matahari mengontrol kadar kolesterol dan kadar glukosa darah dan juga meningkatkan pencernaan yang baik. Biji bunga matahari mengandung Tryptophan - asam amino yang membantu untuk menghasilkan serotonin.
Selenium adalah mineral yang memainkan peran penting pada kesehatan secara keseluruhan. Ini membantu untuk memperbaiki DNA, mengurangi perkembangan sel kanker. Selenium bekerja dengan Vitamin E dan membantu mencegah penyakit jantung juga. Biji bunga matahari kaya akan selenium dan ini adalah alasan lain mengapa biji bunga matahari sangat baik untuk kesehatan kita.

Biji bunga matahari terdapat di bagian tengah bunga matahari yang lebar. Biji bunga ini telah dikonsumsi sejak ribuan tahun yang lalu. Biji bunga matahari banyak biasa ditambahkan pada berbagai jenis masakan seperti bubur, sup, salad, dsb. Biji bunga matahari rasanya enak dan gurih karena mengandung lemak. Biji bunga matahari dianggap sebagai salah satu makanan super karena kaya nutrisi untuk kesehatan.
Berikut beberapa manfaat kesehatan dari biji bunga matahari.

1. Menjaga Kesehatan Kardiovaskular (Jantung dan Pembuluh Darah)
Biji bunga matahari kaya akan vitamin E yang berperan penting dalam mencegah penyakit kardiovaskular. Vitamin E adalah antioksidan yang membantu mencegah oksidasi kolesterol oleh radikal bebas. Jika kolesterol teroksidasi oleh radikal bebas maka kolesterol akan menempel pada dinding pembuluh darah dan menyebabkan aterosklerosis (penyumbatan pembuluh darah oleh plak kolesterol) yang dapat mengakibatkan penyumbatan arteri, penyakit jantung dan stroke.

2. Membantu Pertumbuhan
Biji bunga matahari merupakan sumber protein yang baik. Protein sangat diperlukan tubuh untuk membangun otot sehingga sangat baik untu dikonsumsi oleh anak usia pertumbuhan. 100 gram biji bunga matahari mengandung sekitar 21 gram protein (37% asupan protein harian yang direkomendasikan).

3. Mengurangi Resiko Diabetes
Biji bunga matahari mengandung asam klorogenat yang membantu mengurangi kadar glukosa darah dengan cara membatasi pemecahan glikogen dalam organ hati.

4. Melindungi Syaraf
Vitamin B1 memperkuat lapisan myelin syaraf yang berfungsi menlindungi syaraf. Kekurangan vitamin B1 dapat menyebabkan kerusakan lapisan myelin syaraf dan mengganggu fungsi syaraf.

5. Sumber Antioksidan
Vitamin E yang terdapat dalam biji bungan matahari merupakan suatu antioksidan yang berperan menangkal radikal bebas sehingga mencegah kerusakan sel dan mutasi sel akibat radikal bebas.

6. Mengurangi Resiko Kanker
Biji bunga matahari merupakan sumber mineral selenium yang baik. Selenium menunjukkan sifat melawan kerusakan sel dan berperan dalam perbaikan DNA sel. Selenium menunjukkan kemampuan mengurangi resiko kanker kolon, kanker kandung kemih dan kanker prostat.

7. Menjaga Kesehatan Kulit
Vitamin E yang terkandung dalam biji bunga matahari juga sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan kulit. Vitamin E diketahui dapat mencegah kerusakan sel kulit karena sinar ultraviolet.

8. Menyehatkan Otak
Biji bunga matahari mengandung folat yang merupakan nutrisi penting bagi otak, sehingga menjaga kesehatan otak dan membantu fungsi otak.

9. Menjaga Kesehatan Tulang
Biji bunga matahari kaya akan mineral magnesium dan fosfor yang diperlukan untuk membangun tulang yang kuat dan sehat.

10. Menyehatkan Rambut
Setiap 100 gram biji bunga matahari mengandung 5,25 mg zat besi (63% kebutuhan harian) dan 5 mg seng (45% kebutuhan harian). Kedua mineral ini sangat penting untuk menjaga kesuburan rambut.

sumber dari manfaatdankandungan.blogspot.com

Jumat, 28 Maret 2014

EQ vs IQ (bagian 2)

Lanjutan rangkuman buku EQ vsIQ karangan Tutu April Suseno penerbit locus Jogjakarta

Sebagai orang tua banyak hal yang kita inginkan dari anak kita. Keinginan itu biasanya muncul dari perasaan dan pengalaman kegagalan yang dialami orang tua. Seiring dengan pengalaman itu, maka muncul harapan untuk mewujudkannya bersama kehadiran si buah hati. Dan yang paling sering terlupakan adalah anak bukan miniatur orang tua. Tanpa sengaja dan tanpa sadar, perilaku dan emosi orang tua membentuk seperti itu. Pada akhirnya terbawa menjadi orang tua yang permisif atau otoriter.
  • Orang tua otoriter memberlakukan peraturan yang ketat dan menuntut agar peraturan itu dipatuhi. Anak harus berada di tempat yang ditentukan dan tidak boleh mengutarakan pendapatnya. Golongan ini berusaha menjalankan rumah tangga yang didasarkan struktur dan tradisi, meskipun hal itu menjadikan beban berlebih bagi keluarga dan anak.
  • Sebaliknya orang tua permisif berusaha menerima dan mendidik sebaik mungkin, tetapi cenderung sangat pasif ketika sampai pada penetapan batas-batas atau menanggapi ketidakpatuhan. Orangtua permisif tidak menuntut dan tidak pula menentukan sasaran yang jelas bagi anaknya, karena yakin bahwa anak-anak seharusnya berkembang sesuai dengan kecenderungan alamiahnya.
  • Orangtua otoratif berusaha menyeimbangkan tipe dua orang tua di atas. Mereka memberi bimbingan tapi tidak mengatur, mereka memberi penjelasan tentang hal yang dilakukan serta membolehkan anak memberi masukan dalam pengambilan keputusan yang penting. Menghargai kemandirian anaknya sekaligus menerapkan standar tanggung jawab yang tinggi kepada keluarga, teman, dan masyarakat. Hukuman atas pelanggaran dan pujian atas prestasi secara intens dilakukan sehingga lebih mungkin menghasilkan anak yang percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, dan disukai banyak orang, yakni anak-anak dengan kecerdasan emosional derajat tinggi.

 Pengembangan suatu gaya pengasuhan yang meningkatkan EQ anak tidak akan berhasil tanpa disertai cara yang konsisten dan efektif untuk mendisplinkan anak. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin yang positif dan mengikat dan disiplin dalam mengembangkan bakat alamnya secara maksimal. Namun konsisten dan efektifitas ini yang sulit dicapai oleh orang tua dan konselor.


Prinsip dan Strategi mendisiplinkan anak
  • Buatlah aturan yang jelas dan diberlakukan dengan tegas, jika perlu ditulis dan ditempelkan
  • Beri peringatan atau petunjuk apabila anak mulai berbuat salah. Ini cara terbaik untuk mengajari mereka bagaimana mengendalikan diri.
  • Bentuklah positif dengan mendukung perilaku yang baik melalui pujian atau perhatian dan mengabaikan perilaku yang sengaja dilakukan untuk menarik perhatian orang tua.
  • Luangkan waktu berkomunikasi dengan anak tentang nilai dan aturan, dan bagaimana nilai dan aturan itu menjadi penting.
  • Cegah masalah sebelum terjadi, karena masalah memiliki terjadi akibat rangsangan atau pertanda tertentu tidak terjadi begitu saja.
  • Apabila peraturan dilanggar dengan sengaja maupun terpaksa, langsung tanggapi dengan hukuman yang sesuai. Bersikaplah konsisten dengan melakukan apa yang anda katakan akan anda lakukan.
  • Pastikan hukuman adil, langsung, dan efektif
  • Bagi anak yang menjelang remaja awal (diatas 10 tahun) melanggar berulang dan tidak jera oleh hukuman anda, suruh mereka menyusun sendiri daftar hukuman sendiri tiap peraturan itu.
  • Jadikan permintaan maaf sebagai sesuatu yang serius. Jika permintaan maaf anak belum jujur, jangan mudah menyerah, tetapi terus mendesaknya memebuat permintaan maaf sampai ia bereaksi emosional.
  • Rasa malu dan bersalah bukan aspek emosi yang harus dijauhi. Gunakanlah secara tepat agar tertanam dalam pengajaran nilai-nilai moral anak.


Kritik dalam rangka mencerdaskan emosional

Kritik yang bijaksana dapat menjadi pesan paling berguna yang dapat disampaikan oleh orang tua kepada anaknya. Supaya bersifat konstruktif bukan destruktif maka perlu diperhatikan beberapa hal:
  • Langsung pada sasaran. Tunjukkanlah kejadian nyata, realita yang ditemui yang menggambarkan masalah utama yang membutuhkan perubahan atau perbaikan dan pola baru, bila itu dianggap sebagai suatu kekurangan. Anak tidak akan tahu dan paham bahwa mereka melakukan sesuatu yang keliru tanpa mengetahui permasalahan sebenarnya yang dapat diperbaiki.
  • Berikan solusi. Sebagai umpan balik yang bermanfaat, maka pemberian kritik juga diimbangi dengan mengajukan alternatif cara pemecahan masalah untuk memperbaikinya. Hindari kritikan rutin dan sangat merendahkan.
  • Lakukan tatap muka. Kritik sama dengan pujian, jika dilakukan dengan tatap muka secara langsung dan bersifat pribadi. Ingatlah anak membawa membawa sifat dan kepribadian sendiri-sendiri yang memungkinkan anak memiliki keistimewaan sendiri-sendiri pula.
  • Peka. Peka merupakan unsur empati untuk memahami pengaruh yang kita katakan dan bagaimana kita mengatakannya kepada anak.

Selain hal-hal tersebut di atas ada hal lain yang turut membentuk kecerdasan emosional, Menjalin persahataban. Menjalin persahabatan terlihat mudah dan sepele namun ternyata bisa menjadi lebih penting dari yang kita kira. Sahabatan di kalangan anak-anak meninggalkan kebiasaan yang tercetak seumur hidup dalam pergaulan selanjutnya, kebanggaan diri sendiri dalam persahabatan hampir seperti kasih sayang dan pengasuhan orang tua. Anak yang tidak memiliki teman atau tidak diterima oleh teman-temannya terutama di lingkungan sekolah dasar, lebih mudah terperangkap perasaan tidak puas seumur hidup meskipun keberhasilan yang diperolehnya mungkin sangat nyata sekali.

Berteman adalah keterampilan yang sangat sulit dipelajari jika telah melewati masa anak-anak. Walaupun kurangnya teman semasa kanak-kanak tidak memastikan seorang menjadi dewasa yang tanpa teman, kita harus mengakui keterampilan-keterampilan EQ tertentu diperoleh melalui jadwal perkembangan.  Apabila suatu masa dalam jadwal perkembangan dilewatkan, keterampilan-keterampilan yang seharusnya terjadwal di situ akan jauh lebih sulit dipelajari.

(bersambung..)

Kamis, 27 Maret 2014

Pelangi Sore di Logandu



Kemarin sore (Rabu, 26 Maret 2014) berkisar pukul 15.30 hujan mengguyur bumi Logandu, dengan cukup deras. Tak terlalu lama memang hujan menyiram tanah yang mengundang aroma segar namun cukup untuk mendinginkan bumi yang tadinya terasa gerah. Bersamaan dengan hujan yang turun matahari yang mulai mendingin masih terpancar dengan cerah di sebelah barat. Tak lama muncul baris lengkungan indah penuh warna di langit sebelah utara desa.

Semburat merah, jingga, kuning, hijau biru, lembayung, dan ungu memayungi langit dengan keceriaan. Satu per satu orang keluar rumah menyaksikan lukisan alam diiringi hujan yang menyisakan titik-titik air kecil. Sembari tersenyum orang-orang bercerita tentang kenangan masing-masing tentang pelangi. Mereka bersama mengagumi keindahan dengan cara mereka masing-masing.

Baris-baris warna yang berbeda-beda menghasilkan sebuah keindahan dan kesejukan di pandang. Begitupun kita, di desa memiliki sejarah, latar belakang, pekerjaan, dan pemahaman yang berbeda. Kita tidak pernah diciptakan sama, karena kita harus saling melengkapi untuk membangun desa kita.

Pada masa kecil saya membaca sebuah cerpen yang hingga kini masih terkesan bahwa ada harta di kaki pelangi. Harta itu tidak terlihat hanya bisa dirasakan, dan harta itu bernama perbedaan. Kita bisa menjadikan semua indah jika memadukan perbedaan.

Semoga pelangi sore membawa kita menyadari keberadaan kita di desa Logandu, dan memaksimalkan kemampuan kita untuk mengembangkan desa kita tercinta.

keep respect n unity

Rangkuman Pengembangan Kurikulum PAI Dr. Rahmat Raharjo,

Pengembangan Kurikulum PAI

RESUME
INOVASI PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DR. H. RAHMAT RAHARJO, M. Ag.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Benang Kusut Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam saat ini menuai berbagai kritik yang tajam karena ketidakmampuannya dalam menanggulangi berbagai isu penting dalam kehidupan bermasyarakat, seperti menghargai kepercayaan keagamaan dan keberagaman kultural yang beraneka ragam yang sering melahirkan ketidakharmonisan dan konflik berbau SARA. Sejumlah persoalan tersebut terkait dengan penyelenggaraan pendidikan agama di lapangan sehingga peran dan keefektifannya dipertanyakan. Di samping itu, pendidikan agama di sekolah juga dipandang belum mampu menjadi roh atau semangat yang mendorong harmoni kehidupan dalam kehidupan sehari-hari. Akan menjadi tidak adil jika munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan hanya ditimpakan kepada pendidikan agama di sekolah, sebab pendidikan agama bukan satu-satunya faktor pembentukan watak dan kepribadian peserta didik, namun kenyataannya peran guru pendidikan agama sebagai pengembang kurikulum sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian peserta didik.
Permasalahan yang perlu segera diselesaikan adalah pemberlakuan kurikulum KTSP mata pelajan PAI di antaranya adalah pengembangan yang dilakukan beda sekolah atau madrasah akan berdampak perbedaan hasil yang dicapai peserta didik. Selain itu kreativitas guru PAI dalam mengembangkan kurikulum menjadi silabus dan RPP juga sebagian masih rendah. Kurangnya monitoring dari Komite dan kementerian agama dalam pengawasan pengembangan kurikulum juga berperan serta dalam menambah masalah dalam PAI.
Permasalahan di atas menjadikan asumsi penulis bahwa pemberlakuan KTSP masih merupakan target pragmatic yang banyak ditentukan factor politik, sementara pengembangan kurikulum di sekolah banyak ditentukan oleh penentu kebijakan

B. Konstribusi teori-teori Pendidikan untuk pengembangan Kurikulum PAI

Teori merupakan suatu set pernyataan yang menjelaskan serangkaian hal atau persoalan. Teori berfungsi sebagai kerangka dasar untuk mendeskripsikan, mencari, dan menemukan hukum baru serta interelasi antar hukum itu.
Lahirnya teori pendidikan tidak terlepas dari pendirian-pendirian tertentu yang berhubungan dengan pendidikan. Secara garis besar pandangan terhadap pendidikan dapat digolongkan menjadi empat aliran, yaitu: 1) progresivisme, 2) esensialisme, 3) perenialisme, dan 4) rekonstruksionisme.
Teori progresivisme merupakan aliran pendidikan yang menghendaki agar pendidikan bersifat progresif sehingga dapat menghadapi serta mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atan mengancam keberadaan manusia. Proses pendidikan bukan hanya transfer of knowledge, melainkan student centered atau pendidikan yang berpusat pada peserta didik. Aliran ini sangat menentang pendidikan yang bercorak otoriter karena menghambat kemajuan manusia dalam mencapai tujuan yang baik. Pengembangan kurikulum didasarkan pada konsep eksperimental dan kebutuhan anak secara realistis dengan metode pemecahan masalah melalui pengajaran unit dan pengajaran proyek. Teori ini member konstribusi penting bagi perkembangan kurikulum PAI karena dalam Islam proses kemandirian dilakukan melalui pengalaman yang dibimbing oleh pendidik dengan nilai-nilai agama dan sosial.
Pandangan teori esensialisme menganggap bahwa pendidikan merupakan pemelihara kebudayaan sehingga kurikulum pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Yang digunakan adalah nilaii-nilai yang telah teruji baik secara idealisme maupun realsime. Teori ini tercermin pda cita-cita membina kebudayaan manusia sekarang yang berasakan demokrasi, demi terwujudnya keharmonisan dan kesejahteraan.
Konstribusi teori perenialisme dalam PAI yaitu penanaman akidah islam yang kuat untuk menjadikan peserta didik muslim yang paripurna. Hal tersebut didasari bahwa teori ini berdasarkan pemikiran kembali kepada kebudayaan masa lampau yang ideal dan telah teruji. Teori ini hamper sama dengan esensialisme. Hanya saja tidak memuja ataupun bernostalgia pada masa lalu melainkan untuk membina kembali kepercayaan yang teguh kepada nilai-nilai asasi abad pertengahan yakni filsafat dan kebudayaan yang menuntun tata kehidupan manusia secara rasional.
Selain tiga teori di atas terdapat teori rekonstruksionisme, sesuai namanya teori ini memiliki konsep yang bersifat rekonstruktif, yaitu dengan berusaha mencari kesepakatan semua orang untuk dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungannya. Fungsi pendidikan yang terpenting adalah memperbaiki suatu kehidupan masyarakat atau rekonstruksi sosial. Teori ini menyumbang pengembangan kurikulum PAI yang disesuaikan dengan realitas kehidupan sosisal masyarakat di mana sekolah/madrasah berada.


BAB II
KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan arus informasi dalam era globalisasi menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan diri agar tidak termakan oleh perkembangan tersebut. Penyesuaian ini juga berimbas dalam dunia pendidikan yang harus berkembang baik tingkat lokal, nasional, maupun global. Salah satu yang terpenting adalah kurikulum, karena merupakan komponen yang dijadikan acuan pada satuan pendidikan.
Dilihat dari kedudukan dan fungsinya, kurikulum merupakan sebuah rancangan kegiatan belajar bagi peserta didik yang terdiri dari tujuan, bahan ajar, metode, alat, dan penilaian, yang saling terkait dan saling memengaruhi. Implementasi kurikulum dimulai dari perencanaan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, kemudian pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran, kemudian penilaian dan evaluasi.

B. Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Kurikulum PAI merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan, serta tata cara pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. PAI merupakan sekumpulan studi keislaman yang meliputi al-Qur’an, Hadits, Aqidah, Akhlaq, Fiqih, Tarikh, dan Kebudayaan Islam.
1. Kerangka Dasar Kurikulum PAI
Yang dimaksud kerangka dasar adalah rambu-rambu yang dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum KTSP dan silabusnya dalam setiap satuan pendidikan. Dalam hal ini tertuang dalam Permendiknas Nomor 22/2006.
2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAI
SK dan KD merupakan arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi dan pendilaian hasil belajar dalam menyusun silabus. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari SK dan KD adalah peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TUhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam iptek dan seni.
3. Karakteristik Kurikulum PAI
Kurikulum PAI punya karakteristik yang khas dan unik terutama dalam bentuk operasional pengembangan dan pelaksanannya dalam pembelajaran. Karakteristik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a) penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan, dan pengembangan ilmu pengetahuan atas dasar ibadah kepada Allah SWT yang berlangsung sepanjang hayat; b) pengamalan ilmu pengetahuan berdasarkan tanggung jawab kepada Allah SWT; c) pengakuan adanya potensi dan kemampuan pada diri peserta didik untuk berkembang dalam suatu kepribadian yang utuh; dan d) setiap pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan disantuni agar proses potensi-potensi yang dimilikinya dapat terakumulasi dengan baik.

C. Pengembangan Kurikulum PAI
Pengembangan kurikulum menjadi KTSP melibatkan bebagai pihak (sekolah, komite, dan guru) yang tidak hanya menuntut keterampilan teknis dari pihak pengembang, tetapi juga kemampuan memahami berbagai factor pengembangannya. Pengembangannya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang berbeda latar belakang budaya dan adat istiadat. Hasil yang ditekankan adalah diterimanya hasil belajar dalam masyarakat dalam bentuk ilmu dan amal.
Pengembangan kurikulum PAI harus memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan sesuai dengan peraturan menteri Pendidikan Nasional yaitu:
1. Berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.
Sebagai realisasi pemberlakuan kurikulum PAI, maka tugas guru PAI adalah mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Silabus perlu dikembangkan kea rah operasional yaitu adanya langkah-langkah pembelajaran, metode yang digunakan, alokasi waktu yang dibutuhkan, dan cara-cara menilai perkembangan siswa denga merumuskan jawaban dari pertanyaan kompetensi apa yang akan ditanamkan, bagaimana menanamkannya, dan bagaimana mengetahui kompetensi yang telah dicapai. Untuk itu, silabus dan sistem penilaian dikembangkan secara komprehensif berdasarkan KD yang harus dicapai, sesuai dengan kondisi sekolah dan daerah, sehingga dapat mewakili harapan masyarakat.

D. Pelaksanaan Kurikulum PAI
Pelaksanaan kurikulum KTSP dalam pembelajaran dilakukan secara demokratis dan berorientasi pada kemampuan peserta didik, sehingga kompetensi yang diharapkan, sistem penyampaian, dan indicator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai. Melalui pembelajaran yang demokratis dan berorientasi pada pencapaian kompetensi, diharapkan terjadi perubahan perilaku yang lebih baik bagi peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Untuk itu diperlukan sistem pembelajaran tuntas.
Dapat disimpulkan bahwa KTSP adalah sistem pembelajaran yang mengarah pada pemikiran belajar yang meliputi:
1. Belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi mengonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri;
2. Anak belajar dari mengalami;
3. Peserta didik perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide;
4. Bekerja dimulai dari lingkungan belajar berpusat pada peserta didik aktif, kritis, dan kreatif;
5. Pembelajaran diarahkan pada pengetahuan yang bermakna dalam kehidupan;
6. Hasil belajar diukur dengan berbagai teknis dan dengan proses penilaian yang benar; dan
7. Pembelajaran harus menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok.
Terkait dengan pelaksanaan kurikulum PAI dalam pembelajaran, maka setelah selesai pembelajaran peserta didik diharapkan mampu mengembangkan empat keterampilan (skill) beragama yang meliputi ber-akhlaqul karimah, beribadah baik fardhu maupun sunnah. Berdakwah, membaca dan menulis Qur’an. Keempatnya merupakan “empirical knowledge” artinya ilmu tersebut dikembangkan dan diterapkan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

E. Penilaian Hasil Belajar PAI
Penilaian merupakan kegiatan pengukuran keberhasilan pembelajaran dengan cara mengumpulkan data dan berbagai informasi yang diperlukan untuk kemudian diolah, ditafsirkan, dan digunakan sebagai pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat keberhasilan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan karena pendidikan bukan hanya transfer of knowledge, tetapi juga transfer of values, dan transfer of norm, sehingga penilaian tidak bergantung lagi pada ranah kognitif dengan penguasaan test tertulis, tetapi ranah afektif dan psikomotorik juga menentukan keberhasilan belajar.
Penilaian digunakan dalam pembelajaran dalam mengukur keberhasilan sebaiknya adalah penilaian berbasis kelas (PBK) yang dilaksanakan secara terpadu dengan peristiwa pembelajaran. Penilaian ini meliputi penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portofolio), dan penilaian diri.
Fungsi pokok dan tujuan penilaian adalah:
1. Mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam jangka waktu tertentu
2. Mengukur tingkat keberhasilan sistem pengajaran yang digunakan
3. Sebagai pertimbangan dalam rangka proses belajar-mengajar selanjutnya
Pelaksanaan penilaian harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar penilaian PBK yaitu:
1. Motivasi
2. Validitas
3. Adil
4. Terbuka
5. Berkesinambungan
6. Bermakna
7. Menyeluruh
8. Edukatif/mendidik



BAB III
PERENCANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Kurikulum PAI
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada setiap sekolah/madrasah PAI mempunyai kedudukan yang strategis untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, sejajar dengan mata pelajaran lainnya. Keberadaan PAI tidak terpisahkan dari pendidikan nasional, yang tujuannya untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami, mengahayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, yang realisasinya membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjadikannya berakhlak mulia.
Materi ajar PAI dalam kurikulum KTSP meliputi Al-Quran, al-Hadits, akhlaq, akidah, Fiqh, serta tarikh (sejarah) dan Kebudayaan Islam yang pada dasarnya saling terkait, saling mengisi, dan saling melengkapi. Dalam merencanakan kurikulum KTSP materi pokok dikembangkan dari kompetensi dasar, dengan memberikan otonomi seluas-luasnya kepada sekolah, guru, dan komite.

B. Pengembangan SK dan KD
Kurikulum KTSP dalam hal ini PAI, merupakan seperangkat standar program yang dapat mengantarkan peserta didik memiliki dan menguasai komptentsi teertentu setelah menyelesaikan pendidikan yang berupa pengetahuan, keterampilan, nilai, pola pikir, dan pola tindak sebagai refleksi dari pemahaman dan penghayatan dari apa yang telah dipelajari. Fokusnya berupa pengetahuan, keterampilan, sikap yang utuh dan terpadu sehingga dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud hasil belajar.
Guru PAI dituntut untuk mampu mengembangkan kurikulum secara konstektual, melaksanakan pembelajaran yang mendidik, melaksanakan evaluasi kurikulum, dan melaksanakan penilaian hasil belajar yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, sehingga dapat melahirkan peserta didik yang ber-akhlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
1. Pengembangan Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran dengan tema tertentu yang mencakup SK/KD, materi pokok pembelajaran, indicator, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh satuan pendidikan.
Tujuan pengembangan silabus pembelajaran adalah membantu guru dalam menjabarkan kompetensi dasar menjadi RPP yang siap diimplementasikan dalam pembelajaran. Untuk itu guru PAI diberikan otonomi yang luas untuk mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik dan lingkungannya dengan berprinsip ilmiah, relevan, fleksibel, kontinu, konsisten, memadai, actual, konstektual, efektif, dan efisien.
Dalam penerapannya pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada sekolah, guru, dan komite dalam mengembangkan kurikulum sehingga menjadi sekolah yang mandiri belum mampu mendorong perubahan yang signifikan. Karenanya KTSP yang dihasilkan hanyalah juklak dan juknis sama dengan tempo dulu yang tetap bersifat top down yang tidak menyentuk akar masalah yang sebenarnya.
Pemberlakuan kurikulum KTSP di sekolah/madrasah perlu diiringi dengan pembimbingan dan pendampingan agar segala permasalahan yang dihadapi guru dapat segera diatasi, sehingga terwujud silabus yang konstektual.
2. Pengembangan RPP
RPP pada hakikatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar dengan melibatkan mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
Untuk membuat pembelajaran efektif, pengembangan RPP harus dijabarkan secara rinci teknis yang dilakukan peserta didik dan guru PAI, termasuk cara yang ditempuh agar peserta didik mampu mencapai kompetensi yang diharapkan. Idealnya RPP dikembangkan secara sistematis, utuh, dan menyeluruh, dengan beberapa kemungkinan penyesuaian dalam situasi pembelajaran yang aktual, sehingga berfungsi untuk mengeefektifkan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan guru.
Pengembangan RPP di sekolah/madrasah masih sangat memerlukan dengan pembimbingan dan pendampingan agar segala permasalahan yang dihadapi guru dapat segera diatasi, sehingga terwujud silabus yang konstektual. Karena pemberlakuan kurikulum KTSP di era desentralisasi saat ini masih belum efektif.

C. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengembangan Kurikulum
1. Guru dan Peserta didik
2. Kepala Sekolah/Madrasah
3. Komite Sekolah
4. Pemerintah

D. Kendala-kendala dalam Pengembangan Kurikulum
1. Rendahnya kualitas guru
2. Kurangnya pengawasan dari Kepala Sekolah/Madrasah dan Pengurus Yayasan
3. Kurangnya konstribusi Pengawas PAI
4. Ketidak tahuan serta ketidak ingin tahuan masyarakat dan komite


BAB IV
PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Persiapan Pembelajaran
Pelaksanaan kurikulum dalam pembelajaran pada hakikatnya merupakan upaya menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya aktivitas belajar pada diri peserta didik secara efektif. Pembelajaran yang efektif merupakan proses yang dilakukan guru untuk mewujudkan harapan-harapan dalam kurikulum ideal berupa perubahan tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagaimana ditetapkan dalam RPP. Untuk itu guru bertanggungjawab menyiapkan suasana belajar yang mendorong motivasi peserta didik.
Penyusunan program terkait dengan persiapan pembelajaran meliputi pengembangan program tahunan, program semester, program modul, program mingguan, program mengajar harian, program pengayaan dan remidial, serta program bimbingan dan konseling.

B. Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu aktifitas yang mengharapkan peserta didik bisa mengubah tingkah laku yang merupakan hasil usaha individu peserta didik yang bersangkutan. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti bahan yang dipelajari, instrumental, lingkungan, dan kondisi peserta didik. Faktor-faktor tersebut oleh guru harus diatus sedimikian rupa, sehingga dapat berpengaruh membantu tercapainya kompetensi secara maksimal.
Kegiatan pembelajaran dimulai dengan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan diakhiri dengan kegiatan penutup. Dari kegiatan tersebut harus diperhatikan bahwa peserta didik bukan konsumen melainkan produsen yang aktif. Untuk memaksimalkan hal tersebut perlu pengelolaan lingkungan belajar. Hal tersebut di antaranya:
1. Kelas dan lingkungan
2. Peserta didik
3. Strategi dan metode pembelajaran
4. Media dan sumber belajar
5. Kegiatan belajar
Jika kelima elemen di atas dikelola secara maksimal, kontinu, efektif dan efisien maka akan tercipta kondisi belajar yang nyaman untuk mendapatkan hasil maksimal.

C. Pelaksanaan Ekstra Kurikuler
Ekstra kurikuler merupakan kegiatan yang digunakan untuk mendukung keberhasilan pembelajaran PAI yang dilakukan secara kurikuler. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan religiusitas peserta didik, juga kepedulian mereka terhadap kondisi sosial budaya masyarakat di sekitar mereka. Kegiatan ini juga sangat bermanfaat untuk membekali para peserta didik pelatihan untuk hidup bermasyarakat di kemudian hari, melatih untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai kebutuhan, bakat, dan minatnya.

D. Evaluasi Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum KTSP membutuhkan pengembangan yang mampu memberikan konstribusi maksimal dalam upaya menghadapi tantangan-tantangan kehidupan. Implikasinya, evaluasi harus dilakukan yang hasilnya dapat digunakan untuk mengembangkan kurikulum lebih lanjut.
Evaluasi kurikulum PAI diperlukan sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman dan kehidupan. Pelaksanaan evaluasi bisa dilakukan dalam dua hal berikut:
1. Evaluasi Program PAI
Evaluasi program terdiri atas tujuan kurikulum, kesesuaian antara program dan kenyataan, dan pedoman pelaksanaan kurikulum. Penilaian ini bertujuan untuk melihat kesesuaian antara program/kurikulum ideal dan pelaksanaan program yang diimplementasikan guru PAI di dalam kelas.
2. Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi proses pembelajaran meliputi metode pembelajaran dan sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Metode dan sarpras yang tepat akan sangat membantu tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya
E. Kendala-Kendala Pelaksanaan Pembelajaran
Kendala pembelajaran yang dihadapi adalah hambatan yang menjadikan pelaksanaan pembelajaran tidak efektif. Kendala-kendala ini terjadi karena berbagai macam faktor di antaranya:
1. Guru dan peserta didik yang tidak bisa saling memotivasi
2. Kurangnya pengawasan dari Kepala Sekolah/Madrasah dan Pengurus Yayasan
3. Kurangnya konstribusi Pengawas PAI
4. Sarana dan Prasarana yang terbatas
5. Keadaan sosial dan budaya pada lingkungan sekolah yang tidak mendukung pembelajaran

BAB V
PENILAIAN HASIL BELAJAR

A. Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian berbasis kelas dilakukan guru dengan tujuan:
1. Memberikan penjelasan mengenai orientasi baru penilaian pembelajaran
2. Memberikan wawasan tentang konsep penilaian proses dan hasil belajar yang perlu dilaksakan oleh pendidik
3. Memberikan rambu-rambu pengembangan penilaian pembelajaran
4. Memberikan prinsip-prinsip pengolahan dan pelaporan hasil penilaian.
Sedangkan penilaian ini harus memperhatikan prinsip-prinsip penilaian yang meliputi:
1. Valid
2. Objektif
3. Adil
4. Terpadu
5. Terbuka
6. Menyeluruh dan Berkesinambungan
7. Sistematis
8. Menggunakan acuan Kriteria
9. Akuntabel

B. Ranah Penilaian
Kompetensi yang dikembangkan dalam kelompok mata pelajaran PAI terfokus pada aspek kognitif atau pengetahuan, afektif atau perilaku, dan psikomotrik. Penilaiannya dapat dilakukan melalui:
1. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi, psikomotorik, dan kepribadian peserta didik.
2. Ujian, ulangan, dan atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

C. Jenis Penilaian PAI
Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga ranah ini tidak bisa dipisahkan secara eksplisit. Mata pelajaran apapun mengandung tiga ranah itu meskipun penekanannya berbeda pada tiap-tiap pelajaran.
1. Kognitif
Penilaian ini lebih menekankan terhadap keberhasilan penguasaan materi ajar yang telah dimiliki peserta didik. Hal ini terdiri dari menganalisis, mensintesis, berpikir, menghapal, memahami, menerapkan, dan mengevaluasi.
2. Akfektif
Penilaian afektik adalah penilaian yang berhubungan dengan sikap dan minat peserta didik dalam menanggapi sesuatu dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama berlangsungnya pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Aspek ini meliputi sikap, minat, konsep diri, dan nilai (keyakinan)
3. Psikomotorik
Penilaian psikomotorik didasarkan pada keterampilan gerak yang berhubungan dengan otot kecil dan otot besar, sehingga gerakan yang dinilai dapat berupa gerakan halus maupun gerakan kasar. Penilaian ini dapat dilihat berdasarkan;
a. Pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik
b. Pengamatan sesudah mengikuri pembelajaran
c. Pengamatan beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai, dan dalam lingkungan kerjanya kelak.

D. Teknik Penilaian
Dari ulasan-ulasan yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa teknik penialaian dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
1. Penilaian unjuk kerja
2. Penilaian sikap
3. Penilaian Tertulis
4. Penilaian Proyek
5. Penilaian Portofolio
6. Penilaian Diri

BAB VI
PENUTUP

Pembahasan di atas menghasilkan beberapa poin penting yang perlu ditegaskan kembali berkaitan dengan variasi pendekatan dan metode, yang pada prinsipnya berpusat pada peserta didik dan guru sebagai fasilitator. Upaya yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan kerja guru adalah:
1. Menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kreativitas guru dalam mengembangkan kurikulum PAI
2. Pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, guru, dan komite sekolah untuk mengembangkan kurikulum secara konstektual
3. Pemberian sosialisasi dan pelatihan yang memadai bagi guru PAI
4. Pemberian motivasi secara berkesinambungan kepada guru PAI
5. Pengoptimalan peran komite sekolah/madrasah

EQ vs IQ

Rangkuman buku yang membahas tentang EQ dan IQ beserta pengaruh dan ciri-cirinya pada anak, agar kita belajar memaksimalkan potensi anak. diterbitkan oleh Locus jogjakarta pada 2009 yang disusun oleh Tutu April. Insya Allah saya buat berseri sesuai dengan kesempatan dan kemauan yang saya miliki hehehehe:





Bagian I
Apakah Kecerdasan Emosional itu?
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Emosi secara harfiah berarti bergerak menjauh yang berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak/menggerakkan dan mendapat awalan e.
Dalam otak kita ada dua macam kecenderungan kecerdasan yang besar yakni kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional. Keberhasilan kita ditentukan oleh keduanya bukan hanya IQ tetapi EQ yang lebih menentukan dalam keberhasilan. Sungguh intelektualitas tidak akan bekerja tanpa kecerdasan emosional.
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan oleh psikolog Peter Salovery dari Havard University dan John Mayer dari University of New Hampshire pada 1990. Mereka menerangkan bahwa kualitas emosional yang tampaknya bagi keberhasilan adalah sebagai berikut:

  • Empati
  • Mengungkapkan dan memahami perasaan
  • Mengendalikan amarah
  • Kemandirian
  • Kemampuan menyesuaikan diri
  • Disukai
  • Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
  • Ketekunan
  • Kesetiakawanan
  • Keramahan
  • Sikap hormat

Pada beberapa pengamatan Daniel Goleman dalam rangka membandingkan IQ dan EQ didapatkan bahwa banyak orang yang gagal dalam hidupnya bukan karena kecerdasan intelektualnya rendah, namun mereka kurang memiliki kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini semakin perlu dipahami, dimiliki, dan diperhatikan dalam pengembangannya mengingat kondisi kehidupan dewasa ini memberikan dampak yang sangat buruk berhadap hubungan kehidupan emosional individu.
Terdapat kecenderungan di seluruh dunia bahwa generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka lebih kesepian dan pemurung, lebih berangasan dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif.
Kemampuan yang harus terus menerus ditingkatkan dalam upaya meningkatkan kecerdasan emosional dirumuskan dalam lima wilayah utama yaitu:
  • Mengenali emosi diri. Kesadaran atau mengenali perasaan, saat perasaan tersebut terjadi/ dirasakan merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan merupakan hal yang penting dalam pemahaman diri. Sesorang yang memiliki kelebihan mengenali emosi diri merupakan pilot handal dalam kehidupannya. Ia akan mampu melakukan tindakan-tindakan dan keputusan penting dalam hidupnya, mulai hal terkecil sampai hal terbesar.
  • Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah penting sebagai motivasi diri dan untuk menguasai diri dan bahkan dapat lebih berkreasi
  • Pengendalian Emosi diri. Menahan diri dari puas yang berlebihan dan mengendalikan dorongan hati, merupakan keberhasilan dalam berbagai bidang
  • Mengenal emosi orang lain. Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran emosional diri, merupakan keterampilan dasar bergaul. Orang yang berempati lebih mampu menangkap sinyal sosial yang mengisyarakatkan sesuatu yang dibutuhkan orang lain.
  • Membina hubungan. Orang yang hebat akan sukses dalam bidang apapun akan mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain
 (bersambung)

Rabu, 26 Maret 2014

Urgensi Metodologi dalam Studi Islam di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Salah satu kelemahan umat Islam dalam mengkaji dan mempelajari Islam adalah masalah penguasaan metodologi. Sebab, metode yang dipakai umat Islam dalam mempelajari Islam, umumnya bertumpu pada tiga hal yaitu metode yang epistemologinya didasarkan pada pemikiran analogis di mana ilmu pengetahuan diproduksi juga secara analogis. Cara kerjanya dengan menyandarkan apa yang tidak tampak terhadap apa yang tampak dan menyandarkan apa yang tidak diketahui pada apa yang diketahui serta menyandarkan yang baru pada model masa lalu. Ilmu-ilmu yang didasarkan pada model ini, mencakup hampir seluruh ilmu-ilmu di awal Islam yang terus ditransmisikan kepada umat Islam hingga kini.

B.    Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.    Bagaimana urgensi metodologi dalam Studi Islam di Indonesia?
2.    Apa saja pendekatan yang dapat dilakukan dalam metodologi studi Islam di Indonesia?



C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk memberikan gambaran tentang urgensi metodologi dalam Studi Islam di Indonesia.
2.    Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Sejarah Pendidikan Agama Islam  di Indonesia. 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Urgensi Metodologi
Salah satu permasalahan yang mendesak untuk segera dibahas dalam studi Islam adalah masalah metodologi. Hal ini disebabkan oleh 2 hal, yaitu kelemahan di kalangan umat Islam dalam mengkaji Islam secara komprehensif adalah tidak menguasai metodologi . Kelemahan ini makin terasa manakala umat Islam khususnya Indonesia tidak menjadi produsen pemikiran tetapi menjadi konsumen pemikiran. Jadi, kelemahan umat Islam bukan terletak pada kurangnya penguasaan materi , namun lebih pada cara-cara penyajian terhadap materi yang dikuasai. Jadi tidak mengherankan jika banyak di antara mahasiswa perguruan tinggi Islam belum mumpuni dengan wilayah kajian keilmuan yang digeluti.
Bukan hanya itu, untuk kuliah di Pascasarjana perguruan tinggi Islam juga mengalami stagnasi dalam bidang metodologi studi Islam. Ini sekaligus memberikan indikasi bahwa orang-orang lulusan perguruan tinggi Islam tidak mempunyai bekal metodologi yang cukup membimbing sebuah disertasi. Padahal, saat ini sudah banyak sarjana PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam) diakui secara internasional tetapi justru masih diragukan di lingkungannya sendiri.   Karena itu, tidak heran jika PTAI menggunakan dua cara pandang berbeda pada gilirannya, mengindikasikan bahwa perkembangan metodoogi di lembaga pendidikan ini sangar diragukan. Ada anggapan bahwa studi Islam di kalangan ilmuwan telah merambah ke berbabagai wilayah, misalnya studi Islam sudah masuk ke kawasan fisiologi, antrolopogi, arkeologi dan sebagainya.
Metode atau pendekatan yang layak adalah salah satu keharusan yang mesti dikuasai oleh peneliti studi Islam. Sekarang ini metodologi Islam hanya dialami oleh mereka yang menempuh studi Islam pada tingkat S2 atau S3. Namun, untuk S1 mulai diajarkan hanya sebatas untuk menulis skripsi. Stelah itu, mahasiswa tidak mempunyai ilmu untuk mengakses apa yang telah mereka dalami karena dosen hanya mengajarkan secara umum. Mereka mempertanyakan apa gunanya ilmu yang dikuasai sejak semester awal sampai semester akhir sebab mereka mempelajari Islam sama dengan yang mereka dapati ketika mereka belajar ngaji di pengajian atau pondok pesantren.

B.    Pendekatan dalam Mengkaji Islam
1.    Pendekatan Filsafat
Dalam suatu agama  mempunyai dua unsure yaitu unsure sakralitas dan profran . Kedua unsur tersebut jika dikaitkan dalam studi Islam, maka Al Qur’an  dan Al Hadits merupakan unsur yang pertama. Adapun selain hal tersebut dapat disebut sebagai unsure profane. Pendekatan ini memiliki sifat keilmuan, inklusif dan terbuka. Dari ketiga sifat ini, sangat tepat untuk dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam studi Islam. Lebih lanjut dalam pandangan Amin Abdullah, filsafat sebagai metodologi keilmuan ditandai dengan tiga ciri yaitu pendekatan kajian atau telaah filsafat selalu terarah pada pencarian dan perumusan gagasan yang bersifat mendasar-fundamental dalam berbagai persoalan, pengenalan dan pendalaman persoalan serta isu-isu fundamental dapat membentuk cara berpikir yang kritis dan kajian dalam filsafat secara otomatis akan membentuk mentalitas cara berpikir serta kepribadian yang mengutamakan kebebasan intelektual sekaligus mempunyai sikap toleran terhadap berbagai pandangan dan kepercayaan yang berbeda serta terbebas dari fanatisme.
2.    Pendekatan Sosiologi Sejarah
Pendekatan sosiologis dapat digunakan dalam studi Islam dengan mengambil beberapa tema yaitu:
a.    Studi pengaruh agama terhadap masyarakat
b.    Studi pengaruh struktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman ajaran Islam atau konsep Islam
c.    Studi tentang tingkat pengalaman Islam masyarakat
d.    Studi pola interaksi social masyarakat muslim
e.    Studi gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat melemahkan atau menunjang kehidupan beragama dalam islam.

Hukum Islam dipandang sebagai gejala social, karena itu konteks realitas social dihadapkan teks pada gilirannya hasil penelitian ini mampu menjelaskan fenomena social menurut hokum islam. Pendekatan sosiologi dalam studi hukum hamper sama dengan yang dipaparkan Minhaji, Minhaji ingin mensosialisasikan pendekatan sejarah sebagai salah satu pendekatan dalam studi hukum Islam. Gagasan Minhaji banyak dipengaruhi oleh para sarjana Barat yang sering menggunakan pendekatan sejarah sebagai kunci analisis dalam mengkaji hukum Islam.  Sejarah dibawa dalam konteks kahian ushul fiqih disebabkan kajian usuhul fiqih cenderung mengabaikan sejarah. Sedangkan menurut pandangan Fazlur Rahman dalam kajian Islam terdapat dua kutub yang berbeda yaitu orang dalam (insider) dan orang luar (outsider). Kedua kelompok ini tentunya sangat berlainan dalam mengkaji Islam, karena itu orientalis dianggap sebagai orang luar dan ilmuan Islam dianggap sebagai orang dalam. 
3.    Pendekatan Interdisipliner
Ada empat model pendekatan ilmu sosial dalam kajian Islam di Barat menurut Azizy, yaitu:
a.    Menggunakan metode ilmu-ilmu yang masuk di dalam kelompok humanities seperti filsafat, filosofi, ilmu bahasa dan sejarah.
b.    Menggunakan pendekatan dalam disiplin teologi, studi Bible dan sejarah gereja. Dalam disiplin ini mereka menjadikan islam sebagai lapangan kajiannya atau penelitiannya.
c.    Menggunakan metode ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, ilmu politik dan psikologi.
d.    Menggunakan masukan pendekatan yang dilakukan di dalam departemen-departemen, pusat-pusat.
Di samping itu Azizy menelaah beberapa sarjana Indonesia yang mengecap pendidikan di Barat dengan menggunakan empat model tersebut. Hal ini penting untuk dikaji selanjutnya, apakah model-model ini dapat diterapkan oleh perguruan tinggi Islam di Indonesia. Azizy melihat bahwa Islam dapat dikaji secara akademik, dengan kata lain, Islam dapat dijadikan sebagai objek penelitian. Untuk itu, pendekatan yang terdapat dalam ilmu-ilmu sosial dapat diterapkan dalam kajian ini. 
Sebagaimana diuraikan oleh Fazlur Rahman di atas, out sider dalam memandang islam tentunya lepas dari subjektivitas. Untuk itu, dalam studi Islam terutama hukum Islam para out sider dapat dibagi dalam dua kelompok traditionalist dan revisionist. Kedua pembagian ini digunakan dalam hukum Islam, tampaknya pembagian ini juga dapat diterapkan dalam studi Islam secara keseluruhan karena kelompok traditionalist mendasarkan kajiannya pada apa yang ditulis orang Arab atau Islam.
Traditionalist memandang bahwa Islam itu sebenarnya tidak mempunyai rumusan ajaran hukum. Kelompok ini ingin menunjukkan bahwa ajaran Islam adalah hasil jiplakan agama-agama sebelumnya. Untuk mendukung pendapatnya kelompok ini menawarkan empat teori dalam mengkaji hukum Islam. Keempat teori ini pada awalnya merupakan alat bantu dalam kajian biblical texts yang kemudian diaplikasikan pada ajaran islam. Teori-teori tersebut yaitu:
a.    Common Link Theory
Teori ini menegaskan bahwa pada saat tertentu, pembawa hadits (rawi) itu hanya satu orang saja. Orang tersebut menerima dari banyak orang kemudian menyebarkan kepada orang banyak.
b.    E-Silentio theory
Menurut teori ini, pada saat terjadi perdebatan masalah hukum tertentu, salah seorang peserta diskusi tersebut mengajukan satu dalil berupa hadits yang dikatakan berasal dari Nabi. Sebenarnya, jauh sebelum itu sudah ada perdebatan menyangkut hal yang sama. Namun ketika perdebatan pertama itu terjadi ternyata tak seorang pun yang menemukan hadits ini. Ini memberikan indikasi bahwa hadits itu sebenarnya fabrikasi seseorang untuk mendukung pendapatnya yang dimunculkan pada saat perdebatan kedua.
c.    Backward projection theory
Teori ini bertolak dari banyaknya data yang menunjukkan bahwa pada saat tertentu seseorang mengeluarkan satu alasan untuk mendukung pendapatnya. Agar alasan itu dipandang bersekutu, mudah diterima oleh orang banyak dan mampu mengalahkan pendapat yang menentangnya, maka alasan atau pernyataan itu disandarkan kepada orang terkenal sebelumnya.
d.    Redaction theory
Teori ini mencakup tiga teori sebelumnya. Teori ini menegaskan bahwa satu pendapat atau satu karya tulis itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Karenanya untuk memahami suatu pendapat atau suatu karya diperlukan pemahaman terhadap konteks yang ada. Jika teori-teori ini digunakan oleh peneliti di Indonesia dalam mengkaji Islam tampaknya, studi Islam akan menemukan bentuknya yang menyamai studi Islam di Barat.
Sebagai contoh, Andrew Rippin mengulas analisis literer yang pernah diterapkan dalam Bible oleh John Wansbrough. Pendekatan ini, oleh John Wansbrough diterapkan dalam penelitian al Qur’an dan Sunnah. Meski pendekatan ini dikritik oleh Fazlur Rahman. Tampknya bagi ilmuwan muslim, pendekatan ini dapat diterapkan dalam mengkaji karya-karya ulama tempo dulu. Karena itu, kajian Rippin sebenarnya hanya membahas dari metodologi yang dikembangkan oleh Joh Wansbrough.
Dari model-model pendekatan di atas, tampak bahwa Islam bisa dikaji secara akademis. Namun demikian, model-model tersebut hanya dapat digunakan sebagai alat bantu saja karena yang paling urgen untuk dikuasi oleh calon peneliti dalam studi Islam adalah penguasaan ilmu kalam (teologi Islam). Tasawuf (sofisme) dan ilmu fiqh beserta ushulnya. Penguasaan ilmu-ilmu itu sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian. Yang paling penting adalah bagaimana calon peneliti mampu menguasai beberapa ilmu dasar dalam studi Islam. Jika terjadi ketimpangan, misalnya seorang peneliti cenderung menguasai metodologi namun miskin ilmu dasar, maka hasil penelitiannya cacat dari segi kualitas. Jadi, ilmu dasar adalah modal pembantu sedangkan pendekatan adalah model dari penelitian yang akan dilakukan. Demikian beberapa model pendekatan dalam studi Islam. Kiranya model-model tersebut dapat digunakan oleh calon peneliti, baik dari kalangan perguruan tinggi Islam maupun non-perguruan tinggi Islam.


BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam studi Islam yaitu (1) pada dasarnya untuk mengkaji Islam diperlukan semacam pendekatan yang mampu menjelaskan dari mana sisi Islam dilihat. Dengan begitu perdebatan tidak akan terjadi, jika masing-masing kita belajar untuk memahami dari sisi mana kita mengkaji Islam. (2) Sesungguhnya dapat dikolaborasikan antara ilmu yang berkembang di Barat dan Islam sendiri. Kendati dasarnya berbeda, namun jika masing-masing memberikan ruang saling mengisi, maka studi Islam dan studi lainnya akan menemui bentuk yang bisa saling mengisi satu sama lain. (3) studi ini masih bersifat pengantar, untuk itu diperlukan studi lanjutan untuk menemukan bagaimana studi Islam yang bercorak keindonesiaan, sebab bagaimanapun warna Islam sangat berbeda dengan Islam di Barat dan Timur.
Akhirnya, kita mengharapkan agar metodologi studi Islam itu diajarkan kepada mahasiswa ketika baru masuk ke perguruan tinggi Islam, dengan begitu, mereka akan tertarik dengan penelitian dan akan bergairah kembali. Inilah yang diharapkan agar studi Islam di Indonesia semarak lagi. Jika dilihat dari lintasan sejarah, masih banyak hal yang belum tergali dalam khasanah keislaman Indonesia. Kenyataan tersebut sementara ini banyak dikaji oleh para peneliti asing sedangkan kita bangsa Indonesia menjadi konsumen terhadap hasil penelitian mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Abdullah. Mencari Islam : Studi Islam dengan berbaggai pendekatan. Yogyakarta : Tiara Wacana. 2000.

Azyumardi Azra. Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. (Jakarta : PT Logos. 1999).

Hasan Muarif Ambary. Menemukan Peradaban : Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia. (Jakarta : PT Logos, 1998).

Kamaruzzaman. Law and Culture in Islam : The Case of Western Schoolarship Perception on Islamic and its Effects to Islamic Law Studies in State Institute of Islamic Studies (IAIN) of Indonesia. 2001.

Metodologi dalam Studi Islam. (http://wordpress.com, diakses tanggal 23 Juni 2011).

Minhaji. Reorientasi Kajian Ushul Fiqh, dalam Al Jami’ah. 1999.

Mohammad Mumtaz Ali. Recontruction of Islamic Thought and Civilization : An Analytical Study of The Movement for the Islamization of Knowledge. The Islamic Quarterly. 1991. Volume XLII.

Yudian W Asmin. Pengalaman Belajar Islam di Kanada. Yogyakarta : Titian Ilahi Press. 1997.

Zainuddin Fananie dan M Thoyibi. Studi Islam Asia Tenggara. Surakarta : Muhammadiyah University Press. 1999.

Selasa, 25 Maret 2014

MTs Kepadangan Clapar (bagian 3)



Jarang sekali ada nama MTs yang menggunakan bahasa jawa salah satunya MTs Kepadangan kalau diartikan dalam bahasa arab disebut al munawarah atau pada bahasa Indonesia diartikan yang bercahaya. Hal ini seolah-olah menjadi sebuah pengingat bahwa MTs Kepadangan tidak boleh meninggalkan tradisi dan budaya yang mengakar di lingkungan sekitar. MTs harus bisa manjing, ajur, ajer dengan lingkungan sekitar, karena pendiri-pendiri yakin jika ingin maju maka harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada di sekitarnya.

Selain itu Madrasah juga harus bisa menjadi pencerah bagi lingkungan dan orang-orang yang ada di dalamnya. Madrasah bukan hanya sebuah institusi menimba ilmu tapi lebih kepada pengajaran dan pelatihan sebagai bekal kehidupan bermasyarakat kelak. Di Madrasah hendaklah memperbanyak melatih kecerdasan emosional hal ini juga pernah disampaikan oleh kepala madrasah dalam sebuah rapat pleno di madrasah bahwa visi dan misi Madrasah adalah "generasi mandiri, berprestasi, dan berkepribadian Islami". Bahwa sesosok manusia bisa dikatakan mandiri jika bisa melayani diri sendiri sesuai dengan kemampuannya. Kemandirian akan mudah membentuk siswa yang berprestasi karena kemandirian akan selalu berusaha mengalahkan hambatan yang ada dengan kemampuannya. Nilai-nilai Islami juga jelas menjadi visi yang tidak boleh tergoyahkan karena menjadi bekal kehidupan dan kematian. Dengan nilai-nilai islami siswa akan memiliki kepribadian dan perilaku yang akan memudahkan dirinya hidup dimanapun.

Penghormatan kepada sejarah dilakukan oleh pendiri MTs Kepadangan Clapar yang menggunakan nama Kepadangan di Madrasah. Berprinsip bahwa dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung juga mengingatkan bahwa kita adalah milik umat bukan milik personal, setiap keluarga berperan serta menjunjung tinggi dan mengembangkan Madrasah kita ini.


Bapak Drs. Daryono selaku kepala Mardrasah MTs Kepadangan Clapar berpesan bahwa seluruh guru, siswa, orang tua, komite, dan alumni adalah sebuah keluarga besar yang senantiasa membutuhkan satu sama lain. Tidak akan ada kekuatan dan perkembangan jika salah satu tidak pro aktif memajukan sekolah. Beliau menambahkan bahwa setiap keluarga harus ada yang kokoh dan keras untuk dijadikan pondasi, ada yang rela dipanaskan menjadi genteng, ada yang bersiap menjadi tembok, dan ada yang menyatukan menjadi semen dan air. Semua hal dibutuhkan dan tak tergantikan, agar ketika dipoles menggunakan cat bisa terlihat indah dan menyenangkan.


Ketika Bapak Kiai Nursalim, S.Pd.I menerima estafet kepemimpinan beliau menekankan bahwa keikhlasan menjadi modal pokok setiap elemen madrasah untuk berkembang. Beliau meyakini bahwa tak ada yang sanggup mengganti dan menilai keikhlasan semua keluarga madrasah kecuali dari Allah yang akan memberikan penilaian dan hadiah yang tak akan pernah disangka-sangka. Beliau menggambarkan keikhlasan adalah salah satu bentuk ketaqwaan dan ketaqwaan akan senantiasa dijamin oleh Allah dengan rizqi yang tidak disangka-sangka. Dikatakan pula oleh pria kelahiran 28 Agustus 1961 ini bahwa ada hal yang harus senantiasa kita perbaiki adalah iman, islam dan ihsan. Perbaikan akan hal tersebut akan membawa semangat jihad dan perjuangan yang tidak akan pernah putus.

(diambil dari rangkuman rapat di madrasah)

Makalah Peran Pesatren di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Filosofi pendidikan pesantren didasarkan atas hubungan yang bermakna antara manusia, ciptaan atau makhluk dan Alloh SWT. Hubungan itu baru bermakna jika bermuatan atau menghasilkan keindahan dan keagungan. Manusia bisa dilihat dalam dua tataran yaitu basyar dan insan. Basyar menunjuk pada segi yang tampak pada manusia baik, pertumbuhan maupun kedewasaannya. Sementara dalam konsep insan terlihat totalitasnya meliputi jiwa dan raga.  Potensi manusia adalah jasad, akal, nafsu, ruh dan kalbu. Kemampuan mengatur dan mengarahkan kelima potensi itu memungkinkan manusia tersapa oleh firman-Nya.
Selain aspek ruh manusiawi pelakunya sebagai seorang hamba Alloh SWT dan khalifah-Nya, maka secara kelembagaan ruh pesantren yang serba ibadah itu dijabarkan menurut sifat agama Islam yaitu agama wahyu, agama keilmuan, agama kemanusiaan dan agama kemajuan.  Dengan ruh itu mudah dipahami pembelajaran pesantren dan pergumulannya yang selalu terkait dengan kitab-kitab klasik keagamaan, keterbukaan pada masuknya aspek-aspek keilmuan melalui kehadiran madrasah / sekolah dan perguruan tinggi, pemihakan kepada hak-hak asasi manusia warga negara dan kepeloporannya dalam berpikir kritis untuk kemajuan.

B.    Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.    Bagaimana peran pesantren di Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.    Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia pada semester jurusan S1 PAI di STAINU Kebumen
2.    Untuk memberikan sedikit gambaran tentang kondisi pesantren di Indonesia.
3.    Menambah khasanah budaya bangsa dalam bidang pendidikan.

BAB II
PERAN PESANTREN

Pesantren mengembangkan beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat, maka itu adalah pondok pesantren. Pesantren dalam kehidupan di Indonesia mempunyai peran, diantaranya sebagai :
A.    Lembaga Pendidikan
Tidak semua pesantren menyelenggarakan madrasah, sekolah dan kursus seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan di luarnya. Keteraturan pendidikan di dalamnya terbentuk karena pengajian yang bahannya diatur sesuai urutan penjenjangan kitab. Penjenjangan itu diterapkan secara turun temurun membentuk tradisi kurikuler yang terlihat dari segi standar isi kualifikasi pengajar dan santri lulusannya.
Pesantren-pesantren dalam rumpun pondok modern Darussalam, Gontor, Ponorogo, memiliki paket dan jenjang yang khas. Penguasaan kebahasaan dan metodologi menjadi ciri khas rumpun pesantren modern. Sekarang rumpun pesantren Gontor telah beranggotakan 179 pesantren di tanah air.  Perkembangan program akan berjalan secara berangsur-angsur seiring banyaknya santri yang telah selesai dari suatu jenjang dan melanjutkan pelajaran ke jenjang selanjutnya. Santri yang lebih senior akan segera mendapatkan tugas membimbing sejawatnya yang lebih yunior. Demikianlah setahap demi setahap tersedia komunitas pembelajar yang dapat menyelenggarakan satuan pendidikan yang utuh dan lengkap.

B.    Lembaga Keilmuan
Pesantren dapat juga sebagai lembaga keilmuan. Kitab-kitab produk para guru pesantren dipakai juga di pesantren lainnya. Luas sempitnya atas kitab-kitab itu bisa dilihat dari banyaknya yang ikut mempergunakannya. Bimbingan menulis menjadi kebutuhan di pesantren sejak lama. Kebiasaan mencatat menjelaskan fakta tentang banyaknya buku kajian keagamaan dan sosial yang melimpah dalam dua dasawarsa terakhir ini di tanah air. Buku merupakan bagian dari tradisi kosmopolitan. Dialog keilmuan yang terjadi melalui buku-buku itu telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu dan menjadi penanda kosmopolitan pesantren yang justru dibangun dari tradisi kitab kuning. Dengan pengembangan karya ilmiah itu terjadi pembaharuan metodologi kajian Islam di kalangan pesantren apalagi setelah akses untuk belajar di universitas Timur Tengah dan belahan dunia lainnya meningkat sejak akhir abad ke 19. Dalam rentang waktu yang panjang umat islam telah merekam berbagai perkembangan sosial, ekonomi, politik, sosial, budaya dan keilmuan yang mendorong pembaharuan alamiahnya.


C.    Lembaga Pelatihan
Pelatihan awal yang dijalani para santri adalah mengelola kebutuhan diri santri sendiri sejak makan, minum, pengelolaan barang-barang pribadi sampai pada jadwal belajar. Pada tahap ini kegiatan pembelajaran masih dibimbing oleh santri yang lebih senior. Jika tahapan ini dikuasai dengan baik, maka santri akan menjalani pelatihan berikutnya untuk dapat menjadi anggota komunitas yang aktif dalam rombongan belajarnya.  Disitu santri belajar bermusyawarah, menyampaikan pidato, mengelola tugas organisasi santri, mengelola urusan operasional di pondok dan mengelola tugas membimbing santri yuniornya.
Pelatihan atau kursus bisa saja berkembang menjadi lembaga pendidikan ketrampilan yang diakreditasi oleh kantor dinas pemerintah, memperoleh pengakuan luas dan menjangkau peserta dari luar pesantren. Pelatihan bisa juga berlanjut jika santri menyediakan waktu di pesantren setamat dari jenjang sekolah atau madrasah tertinggi yang diikutinya. Di sini santri dilatih untuk dapat mengelola lembaga yang diselenggarakan oleh pesantren. Kualifikasi dan tanggung jawab santri akan meningkat sejalan dengan tahap penguasaannya atas standar kompetensi yang diterapkan di lembaga pesantren.



D.    Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat, pesantren pada umumnya benar-benar mandiri dan telah selektif pada lembaga-lembaga penyandang dana  dari luar masyarakatnya sendiri. Jenis pengembangan masyarakat yang lebih menjadikan masyarakat pesantren sebagai pasar bagi produk asing menjadi sorotan tajam. Konsep pengembangan masyarakat pun diganti dengan pemberdayaan masyarakat yaitu yang dapat memperbaiki tata usaha, tata kelola dan tata guna sumber daya yang ada pada masyarakat pesantren. Di dalam pemberdayaan masyarakat itu pesantren berteguh pada lima asas yaitu:
a.    Menempatkan masyarakat sebagai pelaku aktif bukan sasaran pasif
b.    Penguatan potensi lokal baik yang berupa karakteristik, tokoh, pranata dan jejaring
c.    Peran serta warga masyarakat sejak perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan, refleksi dan evaluasi.
d.    Terjadinya peningkatan kesadaran, dari kesadaran semu dan kesadaran naif, ke kesadaran kritis
e.    Kesinambungan setelah program berakhir

Sebagai lembaga pendidikan, pesantren percaya bahwa manusia akan meningkat martabatnya seiring dengan pengetahuan nilai-nilai did alam dirinya. Penanaman atau penumbuhan nilai-nilai dalam pribadi dan masyarakat membutuhkan waktu penyemaian yang tidak sebentar. Menurut Ahmad Mahmudi ada 15 prinsip untuk diperhatikan dalam setiap pemberdayaan masyarakat, yaitu:
1.    Pendekatan untuk meningkatkan kehidupan sosial dengan cara mengubahnya
2.    Keseluruhan bentuk partisipasi dalam arti yang murni
3.    Kerjasama untuk perubahan
4.    Membangun mekanisme kritik dari komunitas
5.    Proses membangun pemahaman situasi dan kondisi sosial secara kritis
6.    Melibatkan sebanyak mungkin orang dalam teoritisasi kehidupan sosial mereka
7.    Menempatkan pengalaman, gagasan, pandangan dan asumsi sosial individu maupun kelompok untuk diuji
8.    Semua orang dimudahkan untuk menjadikan pengalamannya sebagai objek riset
9.    Tindakan warga dirancang sebagai proses politik alam arti luas
10.    Program mensyaratkan adanya analisis relasi sosial kritis
11.    Memulai isu kecil dan mengaitkannya dengan relasi-relasi yang lebih luas
12.    Memulai dengan siklus proses yang kecil
13.    Memulai dengan kelompok sosial yang kecil untuk berkolaborasi dan secara lebih luas dengan kekuatan-kekuatan kritis lain
14.    Mensyaratkan semua orang mencermati dan membuat rekaman proses
15.    Mensyaratkan semua orang memberikan alasan rasional yang mendasari kerja sosial mereka
Dengan perspektif itu, maka pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pesantren tidak menggurui, melainkan menemani masyarakat untuk bertindak menentukan, menemani masyarakat untuk memaknai tindakannya dan menemani masyarakat untuk merangkai makna-makna itu menjadi pengetahuan bersama. Pengetahuan ini akan menjadi bahan bagi masyarakat dan pesantren untuk membenahi diri.

E.    Lembaga Bimbingan Keagamaan
Pesantren ditempatkan sebagai bagian dari lembaga bimbingan keagamaan oleh masyarakat pendukungnya. Setidaknya pesantren menjadi tempat bertanya masyarakat dalam hal keagamaan. Mandat pesantren dalam hal ini tampak sama kuatnya dengan mandat pesantren sebagai lembaga pendidikan. Di bebeberapa daerah, identifikasi lulusan pesantren pertama kali adalah kemampuannya menjadi pendamping masyarakat untuk urusan ritual keagamaan sebelum mandat lain yang berkaitan dengan keilmuan, kepelatihan dan pemberdayaan masyarakat.
Faktor yang mendukung pesantren sebagai lembaga bimbingan keagamaan adalah kualifikasi kiai dan jaringan kiai yang memiliki kesamaan panduan keagamaan terutama di bidang fiqih dan kesamaan pendekatan dalam merespon masalah-masalah yang berkembang di masyarakat.
Semua itu menjadi pertimbangan bagi sejumlah pesantren untuk menata ulang pembelajaran dengan lebih menekankan dua hal yaitu relevansi akademik dan relevansi sosial kurikulum pesantren. Relevansi akademik menunjuk pada kesesuaian isi kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan di masyarakat dan relevansi sosial menunjuk pada kesesuaian isi kurikulum dengan permasalahan hidup masyarakat.
Untuk menjawab persoalan itu banyak lulusan pesantren mendirikan madrasah, sekolah unggulan, terpadu atau program khusus di perkotaan. Cita-cita kekotaan sengaja ditonjolkan dalam rancangan kurikulum, sarana prasarana, sistem pengorganisasian sumber daya, bahasa pengantar dan pengelolaan simbol, Sebagai lulusan pesantren juga membentuk kelompok-kelompok pengajian yang diorganisasikan lebih rapi di berbagai kota. Dalam kelompok pengajian itu mereka memperoleh kelanjutan kehangatan komunitas tradisional dan pelajaran kepesantrenan yang mereka tinggalkan karena tuntutan pekerjaan mengharuskan mereka meninggalkan daerah asal dan berkediaman di kota-kota.

F.    Simpul Budaya
Pesantren dan simpul budaya itu sudah seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Bidang garapannya yang berada di tataran pandangan hidup dan penguatan nilai-nilai luhur menempatkannya ke dalam peran itu, baik yang berada di daerah pengaruh kerajaan islam maupun di luarnya. Pesantren berwatak tidak larut atau menentang budaya di sekitarnya dan selalu kritis sekaligus membangun relasi harmonis dngan kehidupan di sekelilingnya. Pesantren hadir sebagai sebuah sub-kultur, budaya sandingan yang biasa selaras dengan budaya setempat sekaligus tegas menyuarakan prinsip syari’at. Di situlah pesantren melaksanakan tugas dan memperoleh tempat.
Ukuran baik buruk dan beragam rujukan seni yang berkembang di masyarakat bisa dikenali hubungannya dengan dikembangkan oleh pesantren. Dalam status itu kiai bertindak sebagia salah satu pengatur arus dari masyarakat pesantren dan luarnya atau sebaliknya. Peran itu menempatkan pada keharusan berposisi tengah, menerima lebih banyak informasi memiliki tingkat keterhubungan individual yang lebih tinggi daripada warga lainnya, merekam lebih banyak opsi yang diajukan dalam berbagai pertemuan serta memudahkan masyarakat untuk membangun kembali pengetahuan mereka dalam menjawab persoalan-persoalan yang kadangkala belum ada contoh pemecahannya.
Kemampuan para kiai dalam menggali manfaat dari kemudian lalu lintas barang dan informasi internasional kini dilipatgandakan oleh temuan perangkat elektronik yang menyediakan sumber belajar digital yang segera menjadi perpustakaan raksasa dan bisa tersedia dalam lemari dan meja para santri dalam kemasan perangkat komputer yang semakin kecil bentuknya dan mudah dipindah-pindahkan. Pembelajaran agama tida bisa dilepaskan dari keteladanan guru dalam peragaan dalil-dalilnya berikut bimbingan yang memampukan peserta didik menemukan dan menghayati nilai-nilai agama ke dalam praktik hidup sehari-hari. Pengajaran dan pembimbingan ini memperkuat hubungan antara guru dengan murid yang menjadi cikap bakal terbangunnya komunitas pembelajar. Komunitas pembelajar lebih sesuai sebagai basis bangunan umat dala pandangan pesantren. Kehadiran peantren semakin diperlukan seiring dengan kemudahan-kemudahan yang sebagian telah menimbulkan ketergantungan dan pelemahan kedaulatan masyarakat lokal atas nilai-nilai, pengetahuan, komunitas dan sumber daya mereka. Refleksi atas pengalaman pendampingan untuk mediasi di berbagai daerah konflik memberikan pelajaran bahwa pesantren diharapkan dapat mengembangkan panduan hidup nirkekerasan dalam penyelesaian masalah-masalah konfliktual. Panduan hidup itu tidak menyarankan pilihan sika untuk menghindar dari konflik yang terjadi. Kecakapan untuk berunding, memulihkan hubungan, mediasi, arbitrasi, penyelesaian masalah melalui peradilan dan mengawal masalah sampai ke tingkat legislasi di parlemen kiranya sudah mendesak dimasukkan ke dalam muatan kurikulum pesantren.

BAB III
KESIMPULAN

Pesantren dalam kehidupan di Indonesia mempunyai peran, diantaranya sebagai Lembaga Pendidikan, tidak semua pesantren menyelenggarakan madrasah, sekolah dan kursus seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan di luarnya. Lembaga Keilmuan, Pesantren dapat juga sebagai lembaga keilmuan. Kitab-kitab produk para guru pesantren dipakai juga di pesantren lainnya. Luas sempitnya atas kitab-kitab itu bisa dilihat dari banyaknya yang ikut mempergunakannya. Bimbingan menulis menjadi kebutuhan di pesantren sejak lama. Kebiasaan mencatat menjelaskan fakta tentang banyaknya buku kajian keagamaan dan sosial yang melimpah dalam dua dasawarsa terakhir ini di tanah air. Lembaga Pelatihan, pelatihan awal yang dijalani para santri adalah mengelola kebutuhan diri santri sendiri sejak makan, minum, pengelolaan barang-barang pribadi sampai pada jadwal belajar. Pada tahap ini kegiatan pembelajaran masih dibimbing oleh santri yang lebih senior. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat, pesantren pada umumnya benar-benar mandiri dan telah selektif pada lembaga-lembaga penyandang dana  dari luar masyarakatnya sendiri. Lembaga Bimbingan Keagamaan, pesantren ditempatkan sebagai bagian dari lembaga bimbingan keagamaan oleh masyarakat pendukungnya. Setidaknya pesantren menjadi tempat bertanya masyarakat dalam hal keagamaan. Mandat pesantren dalam hal ini tampak sama kuatnya dengan mandat pesantren sebagai lembaga pendidikan. Di bebeberapa daerah, identifikasi lulusan pesantren pertama kali adalah kemampuannya menjadi pendamping masyarakat untuk urusan ritual keagamaan sebelum mandat lain yang berkaitan dengan keilmuan, kepelatihan dan pemberdayaan masyarakat. Simpul Budaya, Pesantren dan simpul budaya itu sudah seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Bidang garapannya yang berada di tataran pandangan hidup dan penguatan nilai-nilai luhur menempatkannya ke dalam peran itu, baik yang berada di daerah pengaruh kerajaan islam maupun di luarnya. Pesantren berwatak tidak larut atau menentang budaya di sekitarnya dan selalu kritis sekaligus membangun relasi harmonis dngan kehidupan di sekelilingnya. Pesantren hadir sebagai sebuah sub-kultur, budaya sandingan yang biasa selaras dengan budaya setempat sekaligus tegas menyuarakan prinsip syari’at. Di situlah pesantren melaksanakan tugas dan memperoleh tempat.

DAFTAR PUSTAKA


Ahmad Mahmudi. Prinsip-Prinsip Kerja Participatory Action Research (PAR). Yogyakarta : Insist.

Gerakan Sempalan di Kalanga Umat Islam Indonesia latar Belakang Sosial-Budaya. (Jakarta : Ulumul Qur’an Vol.III No.1, 1992)

http://wordpress.com. Peran Pesantren di Indonesia, diakses tanggal 2 Juni 2011.

KH Abdullah Syukr Zarkasyi,MA. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren. (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2005).

M Dian Nafi,dkk. Praktis Pembelajaran Pesantren. (Yogyakarta : LKis {elangi Aksara, 2007).

M Quraish Shihab. Wawasan Al Qur’an : Tafsir Maudlu’I atas Perbagai Persoalan Umat, (Jakarta : Mizan, 1996).

Muhsin ‘Abd Al Hamid. At Tarbiyah as Sulukiyah dalam Adib Ibrahim ad Dabbagh, et al, opcit, hlm 75.