Senin, 26 Mei 2014

Kebutuhan Anak sesuai Kecerdasannya

 Dalam belajar, setiap anak membutuhkan metode dan perangkat yang berbeda-beda sesuai dengan kecerdasannya masing-masing. Hal-hal berikut bisa membantu mengenali jenis kecerdasan anak beserta alat dan kebutuhan masing-masing. Dan seringkali anak memiliki beberapa kecerdasan / multi talent sekaligus, jadi kita tinggal persiapkan saja hal-hal yang dibutuhkan,lalu kita monitor dan control belajar anak, selanjutnya evaluasi dan berikan reward dan punishment atas hal yang diraih anak.

Inilah kebutuhan belajar anak-anak sesuai dengan jenis kecerdasannya:

Anak Cerdas Bahasa (linguistik)
Berfikir melalui kata-kata, kegemaran: membaca, menulis, bercerita, bermain kata.
Kebutuhan: buku, alat rekam, alat tulis, kertas, buku harian, mengobrol, dongeng, dialog, diskusi, debat, cerita, film.

Anak Cerdas Matematis-Logika
Cara berfikir: melalui penalaran. Kegemaran: bereksperimen, tanya-jawab, memecahkan teka-teki logis, berhitung.
Kebutuhan: buku, bahan-bahan untuk bereksperimen, game simulasi, percobaan, teka-teki, materi sains, kegiatan manipulatif,  kunjungan ke planetarium, museum pengetahuan.

Anak Cerdas Spasial
Cara berfikir: melalui kesan dan gambar. Kegemaran: mendesain, menggambar, mebayangkan, mencoret-coret.
Kebutuhan: seni, LEGO, video, film, slide show, game imajinasi, labirin, teka-teki, buku berilustrasi, kunjungan ke museum seni.

Anak Cerdas Kinestetis-jasmani
Cara berfikir: melalui sensasi somatis. Kegemaran: menari, berlari, melompat, membuat bangunan, meraba, menggerakkan isyarat  tangan.
Kebutuhan: Bermain drama, bergerak, benda rakitan, olahraga, menari, permainan fisik, pengalaman yg berhubungan dengan indera peraba (tactile experiences), bengkel/mekanik, praktek (hands-on learning).

Anak Cerdas Musikal
Cara berfikir: melalui irama dan metode. Kegemaran: bernyanyi, bersiul, bersenandung, mengetuk-ketukkan tangan/kaki,  mendengarkan.
Kebutuhan: bernyanyi bersama, paduan suara, ikut konser, menonton konser, bermain alat musik, mendengarkan podcast, video.

Anak Cerdas Interpersonal
Cara berfikir: dengan cara melemparkan gagasan kepada orang lain. Kegemaran: memimpin, mengorganisasi, menghubungkan,  menebarkan pengaruh, menjadi mediator, berpesta, mengobrol.
Kebutuhan: teman-teman, permainan kelompok, pertemuan sosial, perlombaan, peristiwa sosial, magang, organisasi.

Anak Cerdas Intrapersonal
Cara berfikir: berhubungan dengan kebutuhan, perasaan, cita-citanya. Kegemaran: menyusun tujuan, bermeditasi, melamun,  merencanakan, merenung.
Kebutuhan: tempat rahasia, waktu menyendiri, proyek individual, kegiatan yang direncanakan sendiri, pilihan-pilihan.

Anak Cerdas Naturalis
Cara berfikir: melalui alam dan pemandangan alam. Kegemaran: bermain binatang piaraan, berkebun, meneliti alam, memelihara  binatang, peduli pada lingkungan.
Kebutuhan: akses ke alam, interaksi dengan tumbuhan/binatang, berkebun, memelihara binatang, hiking, peralatan bercocok tanam,  hiking, pecinta alam, mendaki gunung.

Jumat, 23 Mei 2014

Calistung untuk anak TK

Tes Calistung, Untuk (Si)apa?

Oleh: Asep Sapa’at
Praktisi Pendidikan, Pengkaji Karakter Guru di Character Building Indonesia
Dimuat di Radar Bogor, 20 Maret 2014
Asep Sapa’at
Di Indonesia, ada 3 misteri bagi kita semua: jodoh, kematian, serta tes baca tulis hitung (calistung) sebagai syarat masuk sekolah dasar (SD). Misteri terakhir menarik diungkap. Meski tak dibolehkan, praktik ini tetap saja terjadi pada saat tes saringan masuk SD. Yang menggelikan, orangtua pamer kehebatan anaknya yang sudah terampil calistung meski masih duduk di bangku TK. Bagaimana memahami fenomena tes calistung? Mengapa tes calistung tak boleh jadi prasyarat masuk SD?
Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 27/1990 tentang pendidikan prasekolah, TK merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar yang diselenggarakan di jalur pendidikan prasekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah. Jadi, pengalaman belajar anak-anak di TK berfungsi sebagai ‘jembatan’ antara rumah dan sekolah.
Tahukah Anda apa tujuan pendidikan prasekolah? Seksamai dengan baik. Tak ada maksud tersurat maupun tersirat bahwa tujuan pendidikan TK untuk membuat siswa terampil calistung. Pendidikan TK justru bertujuan menyiapkan anak sebelum memasuki SD. Itulah tujuan instrumental pendidikan TK. Sedangkan tujuan intrinsik pendidikan TK, membantu perkembangan anak didik sejak dini agar tumbuh dan berkembang secara wajar dalam aspek-aspek fisik, keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku sosialnya.
Yang jadi titik persoalan, praktik pendidikan TK di lapangan kerap melenceng karena pandangan yang terlalu fokus ke arah pencapaian tujuan instrumental. Eksesnya, proses pendidikan di TK tak ubahnya dengan di SD atau malah menjadi miniatur SD. Inilah ingkar proses yang sesungguhnya telah terjadi. Situasi makin ruwet karena orangtua kerap merasa puas dan senang kalau anaknya yang masih TK sudah terampil calistung. Meruyaknya praktik pemberian materi calistung bahkan bahasa Inggris, sesungguhnya akibat tekanan dari orangtua dan terjadinya malpraktik pendidikan di TK. Anak-anak TK kita tak berdaya. Mereka dipaksa jadi ‘orang dewasa berbadan kecil’. Tubuhnya boleh kecil, tapi beban belajarnya bisa membuat mereka stres. Ironis.
Kita boleh merasa khawatir, prinsip pendidikan di TK sudah dilanggar, tanpa disadari atau justru dengan kesadaran penuh. Tak ada lagi prinsip ‘Bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain’. Bermain diganti dengan tugas membaca. Belajar berhitung tak sanggup merangsang keinginan belajar anak karena hanya sekadar menghapal angka-angka dan prosedur perhitungan. Kreativitas terkebiri karena anak-anak dipaksa harus bisa menulis. Ukuran keberhasilan belajar mengancik pada kurikulum dan hasil penilaian guru. Anak tak merasakah kasmaran belajar, masalah kritis yang malahan tak dijadikan bahan perhatian serius.
Fase pengenalan calistung bergeser menjadi penguasaan keterampilan calistung. Tragedi pendidikan di TK tengah terjadi. Padahal sejatinya, pengenalan calistung dilakukan melalui pendekatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Itu sebabnya, pendidikan di TK tidak diperkenankan mengajarkan materi calistung secara langsung sebagai pembelajaran sendiri-sendiri (fragmented) kepada anak-anak. Konteks pembelajaran calistung di TK hendaknya dilakukan dalam kerangka pengembangan seluruh aspek tumbuh kembang anak, dilakukan melalui pendekatan bermain dan disesuaikan dengan tugas perkembangan anak. Pahamkah penyelenggara pendidikan TK soal yang satu ini?
Kathy Hirsh-Pasek dalam bukunya Einstein Never Used Flash Cards memaparkan sebuah hasil kajian penelitian, mengajarkan permainan kreativitas pada usia dini ternyata jauh lebih penting. Mengapa? Karena otak anak di usia dini tumbuh sangat pesat. Jika kita kembangkan kemampuan kreatif mereka, saraf-saraf kreatifnya akan berkembang sempurna. Hal ini bisa ditandai oleh rasa ingin tahu anak yang tinggi terhadap hal-hal baru. Proses pengenalan calistung melalui strategi pembelajaran yang kreatif, itu yang mesti jadi perhatian penyelenggara pendidikan TK. Bukan memaksa anak belajar calistung, apalagi dengan metode yang relatif monoton dan membosankan. Alamak apa kata anak-anak kita.
Tolong pahami satu hal penting, bisa membaca dan gemar membaca teramat beda maknanya. Anak yang bisa membaca belum tentu gemar membaca. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hasil penelitian mengungkap tiga hal penting. Pertama, mengajari anak membaca di usia dini justru tak membuat anak menjadi gemar membaca. Kedua, anak-anak yang diajari membaca di usia dini, mereka justru membaca dan menulis buku jauh lebih sedikit daripada mereka yang baru diajari membaca di usia 7 atau 8 tahun ke atas. Ketiga, kemampuan membaca anak yang sudah diajari sejak dini dengan anak yang baru belajar di usia 7 – 8 tahun akan sama baiknya ketika mereka sama-sama berumur 10 – 12 tahun. Namun, minat membaca anak yang diajari sejak usia dini lebih rendah ketimbang anak yang baru belajar baca di usia 7 – 8 tahun (Ayah Edy, 2012).
Idealnya, pendidikan di TK membantu tumbuh kembang anak sesuai tahap psikologi perkembangan lewat permainan kreativitas. Membantu anak usia dini untuk mengenal huruf dan angka dengan cara kreatif jauh lebih bijak daripada mengajarkan baca tulis hitung. Kini, jelaslah sudah bahwa mengajari anak membaca di usia dini justru kontraproduktif terhadap pertumbuhan saraf-saraf kreatifnya. Jangan sampai, ketika si anak sudah bisa calistung, mereka tak paham untuk apa kemampuan calistung itu, karena mereka tak memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mendalam. Kasmaran belajar telah pergi jauh dari sikap hidup anak-anak kita. Mari waspadai situasi berbahaya ini. Karena hakikatnya, rasa ingin tahu adalah pintu awal terjadinya proses pembelajaran dan pendidikan.
Tes calistung, fenomena unik nan menarik. Syarat utama agar pendidikan berhasil, yaitu anak harus siap belajar (Katz: 1991). Siapa berani jamin, anak yang lulus tes calistung sudah siap belajar di SD? Tugas pendidikan di TK mengantarkan anak siap belajar di SD, bukan agar anak terampil calistung. Kalau anak sudah terampil calistung jelang masuk SD, untuk apa tujuan pendidikan di SD? Zill et.al (1995) menyatakan, sekolah harus siap mendidik anak. Lantas, tanya nurani kita sebagai orangtua dan pendidik, untuk apa dan untuk siapa tes calistung dihelat?

Selasa, 13 Mei 2014

Teori Perbedaan Otak Kiri dan Kanan itu Salah??

Bedah tuntas mitos otak kanan / otak kiri


“Men.. Lu ga cocok masuk IPA karena lu dominan otak kanan”
“Anak IPS tuh cocok jadi businessman, dominannya otak kanan kata seminar2 bisnis”
“Gw kayaknya kebanyakan make otak kiri nih, apa aja gw itung termasuk probilitas nembak cewe”

Pernah ga denger kalimat-kalimat serupa di obrolan sehari-hari?. Pengalaman gw sendiri, pernah denger bahasan otak kiri dan kanan mulai dari pengajar di ruang kuliah, pembicara di seminar bisnis sampe sesama penumpangi angkot yg lagi ngetem. Kayaknya percakapan dan “fakta” tentang otak kiri dan kanan udah dapet status kebenaran. Layaknya fakta sains lainnya seperti hukum gravitasi dan teori evolusi.

myth left-right brain 
Image Courtesy of http://www.cartoonaday.com
Pada tau darimana perihal pembedaan otak ini berasal? Dan kenapa kayaknya diyakini banget kebenarannya? Ok gw akan bahas di tulisan ini mulai dari
  1. Asal usul mitos, yg berasal dari Pa De Paul Broca, ilmuwan dari Prancis.  Yang kebetulan profesinya Neurosaintis yg hobinya bedah2 otak.
  2. Berkembangnya mitos Otak Kanan dan kiri dari istilahnya yg bener yakni Brain Lateralization.
  3. Dampak mitos pada pembagian jurusan, cara belajar dan bahkan sampe ke kuliah & kerjaan.

Asal usul mitos

Ada musium di Paris yg namanya susah, Musee de l’Homme. Salah satu koleksinya adalah deretan toples-toples diisi cairan formalin dan benda mengambang dalamnya adalah otak manusia. Mulai dari otak orang2 yang dianggap jenius sampe pembunuh dan psikopat diawetin disana. Salah satu toples tersebut berisi otak seorang ahli bedah otak (Ironis ya? hehe..), dan pada labelnya tertulis Paul Broca.
Siapa sih Paul Broca? Dan kenapa ditaro di awal bagian tulisan ini? Dia termasuk yang pertama yang ‘ngeh’ kalo ada bagian di otak yg bertanggung jawab untuk kemampuan bicara kita. Ada daerah di sekitar depan sebelah kiri otak yang kalo rusak, bisa bikin orang tersebut kesulitan bicara, daerah ini dinamain Area Broca. Jadinya orang bakal menderita kesulitan bicara dan berkomunikasi ketika pembuluh daerah di Area Broca pecah dan menderita stroke ringan.
Broca juga saintis pertama yang bilang kalo orang yang menderita epilepsi, bisa berkurang kejang-kejangnya kalo ‘jembatan’ antara otak kiri dan kanan, yg namanya corpus colossum, diputus. Dan emang hasil penelitiannya membantu banyak orang yg menderita epilepsi bisa hidup secara normal tanpa takut kejang2 dan tersedak kala gejala itu muncul. Jadi maklum aja kalo pendapat Broca tentang dualitas fungsi di otak sangat dihormati dan diterima luas di masyarakat sains pada saat itu.

Berkembangnya mitos

Pendapat Broca tentang adanya area spesial di otak untuk kemampuan bahasa. Dan ditambah bukti-bukti dari rekan dokternya tentang pasien yg mengalami kesulitan bicara ketika terjadi stroke di otak sebelah kiri. Kedua hal tersebut bikin orang2 banyak mengasosiasikan otak kiri dengan kemampuan berbahasa dan kompleksitas sintaksis berbahasa. Ga salah juga sih, ada percobaan sebagai berikut, coba baca kalimat dibawah:
The boogles are blundling the bludget
The boogles is blundling the bludget

Jangan khawatir kalo lu ga ngerti artinya, itu kata-katanya asal aja ko, hehe.. Tapi orang yg punya kerusakan di bagian kiri otak akan kesulitan bedainnya. Untuk yg ngerti grammar jelas yg benar adalah yg pertama. Boogles dengan akhiran ‘s’ menunjukan plural dan diikuti oleh ‘are’. Walau kata-katanya ga ada arti, ada bagian di otak yg nentuin grammar.
Selain susah bedain grammar, kadang ada kondisi yg namanya Aphasia. Sering ga lu, susah mau bilang suatu kata tapi tau artinya. Lu mau bilang ambilin pensil tapi tangan lu bikin gerakan nulis dan pala lu geleng-geleng sambil bilang “itu.. tuh.. ah apa sih.. ya pokoknya itu lah”. Nah, kalo kerusakannya di Area Broca, orang bahkan jadi bener-bener gak bisa nyebutin nama barang-barang, tapi bisa deskripsiin bentuk, warna dan guna barang2 tersebut.
Kalo kiri kuat korelasinya dengan grammar dan sintaksis, gimana dengan otak belahan kanan? Dan darimana mitos populer yang bilang kalo otak kanan tuh cocok untuk artist dan bisnisman yg ga perlu kalkulasi rumit? Kalo kondisi susah nyebut nama barang adalah Aphasia, nah ada kembarannya di otak kanan namanya Agnosia. Kelainan yg diakibatkan kerusakan di bagian kanan akan nimbulin kesulitan mengenali pola yg biasa dengan mudah kita kenalin, yaitu muka manusia. Heh? Ko bisa? Bukannya secara evolusi kita akan kenal pola apa pun yang mirip muka manusia? Nah coba kita masuk ke dunia orang Agnosia dengan mengenali gambar apakah di kanan ini?
Agnosia pictureBisa liat jelas kan? Muka siapa hayo? Coba balik gambarnya. Yangg pake Hape atau laptop gampang, nah yg pake PC mohon bantuan orang lain untuk jungkir balikin monitornya :D. Sebelum lu balikin gambarnya, pasti otak lu berusaha keras ngenalin pola atau gambar apaan sih? Itulah Frustasinya orang yg kena Agnosia untuk mengenali pola-pola gambar dan gambar yang overlap.
Dari kedua kondisi tadi:
Aphasia, kesulitan berbahasa akibat kerusakan di otak bagian kiri dan..
Agnosia, kesulitan mengenali pola akibat kerusakan di otak bagian kanan, maka...

Muncul lah pendapat berlebihan di luar wilayah kedokteran, malah lebih ke arah psikologi praktis dan populer, kalo Otak bagian kiri untuk hal-hal yg runut seperti linguistik atau kalkulasi. Dan konsekuensinya orang-orang yg kerjanya insinyur atau saintis dan ahli bahasa “kuat” di otak bagian kiri. Dan pasangannya, Otak bagian kanan untuk hal-hal seperti visual atau sensor spasial (ruang), maka org yang suka gambar atau kerja di bidang visual “kuat” di bagian kanan.
“Trus ya gapapa lah ada pendapat gitu, toh ada benarnya dari sejarah neurosains jaman Broca. Lagian juga orang-orang nyaman dengan pembagian otak kiri dan kanan, dan akhirnya kita ga bisa maksa org yg suka Seni untuk belajar Matematika kan?”
 
Tunggu dulu, seperti juga makan sate kambing, kalo keblablasan juga ga sehat. Sama halnya pendapat di sains... #ApaSih

Dampak Mitos

Iya memang ada area atau bagian di korteks otak kita yg bertanggung jawab untuk hal-hal tertentu, seperti bahasa dan visual. Tapi kenyataannya, dalam proses berpikir dan menerima input sinyal dari indera, otak kita bekerja secara bersamaan atau simultan. Pelukis memang make bagian kanan otak untuk nerima sinyal warna dan bentuk, tapi dia juga make otak bagian kiri untuk koordinasi gerakan halus nyapu kuas di kanvas. Saintis yg lagi ngitung kurva kecepatan maksimum Enzyme emang make otak kiri untuk kalkulasi konsentrasi enzim, tapi otak kanan juga berperan untuk ekstrapolasi data di grafik. Bahkan orang yg lagi nyanyi sebenarnya gunain dua bagian otak secara simultan dengan bantuan bagian Amygdala untuk emosinya.
Kadang, fakta sains itu suka dibikin lebay sama kalangan yang ga dalemin sains. Contoh kasus gampang deh, ada buku bisnis yang judulnya berbau-bau DNA (lu cari di toko buku juga pasti nemu - you know what I mean). Nah buku itu analogiin orang2 di perusahaan sebagai DNA yg bisa “termutasi” dan berubah jadi baik seperti di evolusi gen. Mungkin dari sinilah istilah mutasi pegawai negeri jadi populer. Huahaha...
Nah, dampak Mitos yg kentara banget dan bikin kesalahpahaman makin melebar adalah :
  1. Dikotomi antara orang bidang Seni atau Sosial dan Sains. Dibilang kalo, dua bagian itu bertolak belakang. Banyak yg bilang “Sosial itu gak kayak sains yang dari A ke B” atau “Sains itu ilmu pasti gak kayak Sosial” dan bahkan “Seni tuh jangan pake logika”. SALAH BESAR MASBRO ! Semua kesalah pahaman itu muncul karena udah ada prasangka kalo kita ditakdirkan kuat di otak kanan atau di kiri.
  2. Salah Penjurusan di Sekolah atau Kuliah. Kalo kita jago banget kalkulus ya masuknya jurusan eksakta (nama eksakta yg artinya “Pasti” aja udah salah). Trus kalo kita ga bisa kalkulus kita masuk ke sosial atau bahasa gitu? Udah cukuplah kesalahpahaman orang2 jaman gw sekolah atau ortu kita yg ngebagi sembarangan pelajaran di sekolah dengan istilah Sosial dan Sains plus Bahasa. Jujur aja anak Bahasa sering banget jadi kasta beda dari Sains, bener ga? Kenyataannya bagian otak yg tanggung jawab untuk ngitung Trigonometri dan mahamin grammar ada di satu area? Lah gimana kalo jurusannya di sekolah dipisah?
  3. Otak kanan diperluin buat sukses bisnis. Ini beneran jadi jargon yg populer di seminar bisnis, baik di dalam atau luar negeri. Singkatnya mereka bilang kalo lu mau jadi entrepreneur harus pake otak kanan. Alasannya? Otak kiri kan buat kalkulasi jadi malah bikin lambat aja. Kalo lu mau bisnis lu harus terjun langsung ga pake mikir lama, ga pake itungan rumit untung rugi, lu jalanin aja dulu, yang penting langsung jadi member dan apakah lu punya mimpi?.. Eh oops keterusan biasa denger diprospek sama yg nawarin MLM, hehe..
Dari tiga dampak mitos otak kiri dan kanan yg paling deket kena sama lu semua adalah nomor 1 dan 2. Jadi apa donk nasihat bijak mengenai dampak mitos ini?? Tulisan ini ga berusaha ngasih lu saran untuk milih jurusan apa nanti di SMA atau di kuliah, untuk tema yang satu ini udah diwakilin sama tulisan Faisal yang keren banget tentang gimana cara milih jurusan yang tepat. Tulisan ini ngasih latar belakang berkembangnya dan fakta yg beneran di sains. Makanya dari dulu Wisnu udah tekanin berkali-kali tentang pentingnya berpikir kritis ! Dengan berpikir kritis lu bisa bikin keputusan berdasar fakta yg bener. Selain itu lu juga bisa ngasih “pencerahan” untuk orang-orang yang salah menghakimi orang2 dengan membaginya berdasarkan Kanan dan Kirinya otak.
Brain lateralization atau pembagian otak bagian kanan dan kiri berikut spesialisasi bagian tertentu untuk fungsi tertentu emang betulan diteliti di sains. Tapi apakah minat dan bakat lu udah Hardwired atau pasti dan ga bisa diubah-ubah? Apakah bakat seni selalu bertolak belakang sama sains? Apakah kemampuan analisis sosial ga merluin rigiditas dari sains? Apa pun yg kita kerjain akan gunain dan manfaatin dua bagian otak, kanan dan kiri secara simultan.
Jadi Otak dan bakat ga sesimpel judul albumnya Bon Jovi, “This left feels right...”
Salam Berpikir Kritis !

 disalin dari www.zenius.net

Di ujung siang


Bermainlah dengan alam yang akan mendekatkanmu dengan hidup yang lebih baik


Sabtu, 03 Mei 2014

Makalah : Masjid sarana pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
       Masjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan masjid yang berukuran kecil disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Selain itu masjid juga merupakan sarana pendidikan Islam karena bagaimanpun Penyelenggaraan pendidikan agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari jasa besar masjid. Hidup sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masjid, karena beberapa ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid. Ibadah tersebut juga berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat sejak kecil, seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Salah satu fungsi masjid dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Adapun fungsi masjid yang ada di pedesaan cuman sebatas sarana untuk beribadah seperti, shalat, mengaji saja, dan belum banyak yang menjadikan masjid di pedesaan/pedalaman sebagai tempat pendidikan yang sudah berkembanga saat ini.

B.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah bagaimana fungsi masjid sebagai sarana pendidikan Islam di Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1.    Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
2.    Untuk memberikan sedikit gambaran tentang  fungsi masjid sebagai sarana pendidikan Islam di Indonesia. 
BAB II
MASJID SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A.    Masjid dalam tinjauan Etimologi
Masjid berarti tempat bersujud. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram(bahasa semitik). Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masjid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan".  Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.

B.    Masjid Pertama
Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah (622 M. bertepatan pada bulan rabi’ul awal tahun pertama hijriayah), beliau memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi –atau lebih dikenal masjid Madinah-, yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik,diskusi, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang fakir miskin. Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.

C.    Masjid sebagai sarana pendidikan
Salah satu fungsi masjid dalam islam adalah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar atau sekolah, yang mengajarkan baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi.  Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim di daerah luar Arab, termasuk Indonesia. Kelas-kelas untuk mualaf, atau orang yang baru masuk Islam juga disediakan di masjid-masjid di Eropa dan Amerika Serikat, dimana perkembangan agama Islam melaju dengan sangat pesat. Beberapa masjid juga menyediakan pengajaran tentang hukum Islam secara mendalam. Madrasah, walaupun letaknya agak berpisah dari masjid, tapi tersedia bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu keislaman. selain dalam bentuk sekolah masjid juga berguna untuk pengajaran majelis ta’lim.
Salah satu contoh masjid yang digunakan sebagai sarana pendidikan adalah pada masa khalifah Abbasiyah, dimana masjid digunakan sebagai tempat pertemuan ilmiah bagi para sarjana dan ulama. Selain itu Masjidilharam misalnya, masjid ini selain digunakan sebagai tempat ibadah juga digunakan untuk mendalami ilmu-ilmu agama berbagai madzhab.
Adapun di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, masjid berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat, mengajar al-Qur’an bagi anak-anak, dan memperingati hari-hari besar islam. Di daerah perkotaan, selain fungsi tersebut, masjid juga digunakan untuk pembinaan generasi muda islam, ceramah, diskusi keagamaan dan perpustakaan.
Penyelenggaraan pendidikan agama Islam dan perkembangannya tidak terlepas dari jasa besar masjid. Hidup sebagai muslim tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masjid, karena beberapa ibadah wajib diantaranya harus dilaksanakan di masjid. Ibadah tersebut juga berarti praktek pendidikan agama Islam yang sudah kita dapat sejak kecil, seperti sholat berjamaah dan sholat jum’at.
Masjid disamping sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat kegiatan umat Islam. Masjid juga digunakan oleh Rasulullah SAW sebagai kegiatan sosial dan politik menyusun strategi perang. Rasulullah SAW tidak hanya mengajarkan masjid sebagai tempat ibadah mahdhah saja, tetapi kegiatan lainnya yang berurusan dengan kepentingan umat.
Orang boleh saja meragukan masjid sebagai pusat aktivitas agama Islam di era global ini. Pendidikan tentang agama Islam dan aktivitas agama Islam diperoleh dan dapat dilakukan di banyak tempat, tidak hanya di masjid saja. Prinsipnya, jika dilihat dari beberapa ketentuan agama mengenai masjid, umat Islam tidak dapat dipisahkan dengan masjid. Sejarah membuktikan kalau masjid sebagai awal pusat pendidikan agama Islam.
Masjid juga sudah ditakdirkan menjadi rumah Allah SWT dan milik umat Islam dimanapun berada. Keberadaan masjid bukan hanya menjadi kebutuhan sebagai sarana ibadah, tetapi keberadaan masjid juga wajib adanya pada suatu wilayah yang ada umat muslimnya.
Mayoritas penduduk kabupaten Kebumen adalah muslim. Desa-desa di kabupaten Kebumen ini minimal terdapat satu bangunan masjid pada setiap desanya. Desa yang wilayahnya luas dan berpenduduk banyak/padat, bahkan tidak hanya terdapat satu bangunan masjid. Desa Jemur kecamatan Kebumen adalah contoh desa yang mempunyai dua bangunan masjid. Masih banyak desa lain yang mempunyai masjid lebih dari satu, misalnya di desa Karangsari Kebumen, terdapat enam bangunan masjid.
Keberadaan masjid jauh lebih sedikit dibandingkan keberadaan Musholla. Musholla lebih banyak, disebabkan karena dapat didirikan pada setiap tempat dimanapun minimal sebagai tempat sholat saja. Musholla bisa didirikan disetiap komplek RT, komplek RW, komplek perkantoran, bahkan rumah kita masing-masing. Keberadaan mushalla, tidak untuk menunaikan shalat jum’at. Desa Jatimulyo Alian Kebumen, adalah contoh desa yang mempunyai tujuh bangunan musholla milik masyarakat dan tiga bangunan masjid. Kenyataan yang ada, musholla dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam maupun sebagai tempat ibadah umat Islam tidak berbeda dengan di masjid, secara prinsip kegiatan musholla bermula dari bagaimana konsep memakmurkan masjid.
Keberadaan bangunan masjid dalam Islam terdapat persyaratan tertentu, misalnya batas-batas wilayah dan minimal ada empat puluh orang untuk mendirikan sholat Jum’at. Masjid juga tidak boleh didirikan pada satu komplek dalam satu batas wilayah yang kecil. Bangunan masjid semakin banyak seiring dengan bertambah banyaknya penduduk di Indonesia dan semakin banyaknya pembangunan komplek perumahan. Semakin banyaknya masjid dan tuntutan mendirikan masjid menunjukkan bahwa masjid sangat berpotensi untuk menjadi pusat pendidikan agama Islam dan pusat peradaban yang menyertai perkembangan kehidupan umat Islam sepanjang masa.
Makmurnya masjid juga berimplikasi pada terpenuhinya jama’ah akan pendidikan agama Islam dan tempat pembinaan umat. Pendidikan agama Islam di masjid pada umumnya dilaksanakan secara konservatif atau tradisional. Pendidikan agama Islam dengan cara tradisional adalah dengan metode bandungan atau sorogan. Pengajar pendidikan di masjid dengan membaca dan didengarkan atau ditirukan oleh santri masjid, atau sebaliknya. Metode ini juga memungkinkan untuk terjadinya Tanya jawab antara santri masjid dengan seorang ustadz atau kyai masjid.
Sejarah perkembangan masjid lebih banyak menyuguhkan kajian agama dari pada kegiatan sosial. Pendidikan agama Islam di masjid juga lebih banyak dari pada aktivitas pendidikan agama Islam pada lembaga pendidikan formal. Masjid pada setiap malam dapat menyelenggarakan pendidikan agama seperti pengajian kitab. Ada yang bersiafat harian, mingguan, sebulanan dan tahunan dan sepanjang waktu. Berbeda dengan penyelenggaran pendidikan dan aktivitas pendidikan agama Islam di madrasah atau sekolah. Institusi madrasah dan sekolah menyuguhakn materi pendidikan agama Islam dengan waktu yang sangat terbatas. Materi pendidikan agama Islam didapat dua sampai enam jam perminggunya dan dalam kurun waktu tiga tahun.
Pendidikan agama Islam yang di selelenggarakan di masjid., tidak terbatas oleh waktu. Konsep pendidikan seumur hidup, setiap saat bisa di dapat di masjid walaupun tidak dalam pengertian semua masjid. Begitu juga keberadaan masjid di desa dengan masjid di kota. Masjid di kota, pada umumnya aktivitas agama Islamnya terbatas, hal ini karena karakter masyarakat kota yang berbeda dengan karakter masyarakat perdesaan.
Sesudah negara Islam meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia berperan sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam pengetahuan, baik agama ataupun lainnya.  Ketika Nabi Muhammad saw. berhijrah dari Mekkah menuju Yatsrib (Madinah) dan singgah di Quba, program yang pertama kali beliau laksanakan ialah mendirikan sebuah masjid yang kemudian beliau namakan dengan “Masjid Quba”. Masjid itu disebut oleh Allah swt. dalam firman-Nya: “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin mensucikan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih” (Q.S. At-Taubah/9: 108).
Hal ini dimaksudkan oleh Rasulullah agar menjadi tempat berkumpul bagi manusia guna menunaikan shalat, membaca kitab suci Al-Qur'an, berdzikir kepada Allah swt., saling bermusyawarah dalam urusan agama mereka, dan agar menjadi “Madhar”(manifestasi) bagi persatuan, kerukunan dan persaudaraan, dan menjadikan masjid menjadi tempat pendidikan, pengajaran dan tempat menyampaikan nasihat dalam masalah agama, akhlakul karimah. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang masuk ke dalam masjid-ku ini guna mengajar kebaikan atau belajar (mencari ilmu), maka ia bagaikan orang yang berjuang menegakkan agama Allah” (H.R. Ibnu Majah).
Rasulullah saw. sendiri seringkali duduk di masjidnya, lalu dikerumuni oleh para sahabat secara melingkar, bagaikan bintang-bintang mengelilingi bulan purnama. Kemudian beliau menyampaikan ceramah, fatwa agama dan ajaran-ajaran lain kepada mereka. Dan jika beliau berhalangan maka diutusnya sahabatnya untuk mewakilinya seperti: Ubadah bin Shamit, Abi Ubadah bin al-Jarrah atau lainnya. Hingga kemudian di Madinah Rasulullah mendirikan masjid Nabawi yang juga berfungsi sebagai tempat pendidikan pertama kali yang beliau pergunakan untuk mengajarkan Qira'atul Qur'an, ilmu fiqh, syariat Islam dan berbagai ilmu pengetahuan, sehingga dapat menelurkan generasi-generasi militan, yang menjadi ulama, hukama, khulafa, umara dan pemimpin-pemimpin yang dapat diandalkan.
Sesudah negara Islam meluas, maka berkembanglah peran dan fungsi masjid. Sehingga ia berperan sebagai lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan tempat pengajaran segala macam pengetahuan, baik agama ataupun lainnya. Yang tampak menonjol sekali dalam hal ini antara lain ialah: Masjid-masjid Shan'a di Yaman, Al Jami' Al Umawi di Damsyik, Al Jami' Al-Azhar di Mesir, Jami' Az-Zaituniyah di Tunisia dan Masjid Qoeruwar di Fas. Kemudian berikutnya, para penguasa, umara dan para raja berlomba-lomba membangun tempat-tempat pendidikan dan lembaga ilmu pengetahuan yang dilengkapi dengan masjid dan asrama pelajar. Hal inilah yang akhirnya dapat membawa kejayaan ilmu dan kebudayaan Islam, dapat melahirkan beribu-ribu ulama yang intelek dalam berbagai bidang ilmu, seperti tafsir, hadits, ilmu falak, fiqh, usul fiqh, bahasa Arab, sastra Arab, kedokteran, olahraga, ilmu hitung, dan lain-lain.
Saat ini konsep sekolah-sekolah yang berada di sekeliling masjid, atau sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan masjid dijadikan sebagai konsep sekolah-sekolah Islam terpadu dari segi arsitektur pembangunan sekolah-sekolah Islam terpadu. Bahkan di sekolah-sekolah negeri pun mulai terlihat adanya pembangunan masjid di tengah-tengah sekolah. Mengapa demikian?
Hikmah mendalam yang sebetulnya dapat kita petik dari langkah pertama yang dilakukan Rasulullah saw. di saat hijrah dengan membangun masjid Quba dan menjadikannya tempat untuk mendidik generasi Islam dan menyampaikan berbagai ilmu yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan Hadits. Walaupun secara tidak langsung Rasulullah juga melakukan berbagai pendidikan dan pengajaran di tempat-tempat yang lain seperti, di rumah-rumah, di jalan, di pasar sampai di medan perang. Sesuai dengan ilmu dan ajaran yang akan disampaikannya.
Di dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam, masjid ibarat ruhnya atau qolbunya pendidikan. Karena pendidikan tidak hanya semata-mata mengetahui sesuatu hal yang baru, bukan hanya untuk mencapai jenjang yang lebih tinggi dan tidak juga hanya semata-mata mengejar nilai. Tapi Rasulullah telah mengajarkan kepada kita, nilai-nilai pendidikan yang hakiki untuk menjadikan manusia sebagai manusia seutuhnya (Insan Kamil/ Insan Paripurna). Karena pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik sehingga dimensi kependidikan dapat berkembang secara optimal. Adapun dimensi kependidikan itu mencakup tiga hal, yaitu:
1.    Afektif, yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti yang luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis. Dari masjid nilai-nilai hakiki ini ditanamkan oleh Rasulullah kepada umatnya dengan perintah menjalankan shalat, pelaksanaan shalat berjamaah dan hikmah-hikmah lain yang terkandung di dalam shalat berjamaah. Dan hal tersebut dimulai dari masjid.
2.    Kognitif, yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang diwujudkan dengan perintah bertasbih dan membaca Al-Qur'an serta mempelajari kandungan-kandungan ilmu di dalamnya. Dan sejak zaman Rasulullah, para sahabat dan sekarang ini para ulama melakukannya di masjid. Karena inti ilmu pengetahuan itu ada di dalam Al-Qur'an
3.    Psikomotorik, yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis. Diwujudkan dengan berbagai kegiatan fisik di masjid dalam pelaksanaan kedua perintah-perintah di atas, juga pengembangan organisasi masjid, kegiatan fisik, rehabilitasi masjid dan pengembangan pembangunan fisik masjid memerlukan kemampuan keterampilan teknis. Dan masjid dapat menjadi tempat pendidikan ini.


BAB III
PENUTUP

Rasulullah di awal hijrahnya ke Madinah melakukan ketiga hal di atas secara baik dan tepat, sehingga menghasilkan generasi Islam yang berhasil mengembangkan syiar Islam ke seluruh penjuru dunia, sejak dulu hingga sekarang. Karena masjid merupakan ruhnya atau qolbunya pendidikan. Sekolah-sekolah yang dibangun di seputar masjid dewasa ini menunjukkan bahwa tiga hal yang mendasar di atas dapat berjalan bersamaan. Siswa tidak hanya mengutamakan NEM dan kepandaian dalam olah ilmu pengetahuannya, tapi juga iman dan akhlakul karimah, serta kemampuan fisiknya dalam olah jasmani dalam berbagai kegiatan fisik yang dilakukan di sekolah. Inilah hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa saat awal hijrah Rasulullah saw. di atas. Karena itulah marilah kita makmurkan masjid-masjid sebagai rumah Allah dengan menjalankan shalat berjamaah di masjid, mengikuti pengajian-pengajian dan tadarus Al-Qur'an, serta melakukan kajian-kajian baik masalah akidah, syariah, dan ilmu pengetahuan dan akhlakul karimah. Baik itu masjid di lingkungan rumah kita masing-masing, maupun di lingkungan sekolah-sekolah kita. Apabila saatnya adzan terdengar sebagai panggilan shalat, maka semua kegiatan dihentikan untuk bersama-sama melaksanakan shalat berjamaah. Dengan demikian akan tercapailah tujuan pendidikan yang diharapkan.


DAFTAR FUSTAKA

Hasanuddin, Hukum Dakwah, Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Ibey. 2011. Fungsi Masjid. (http://wordpress.com, diakses tanggal 21 Juni 2011). 

Moh E. Ayub, Menejemen Masjid, Jakarta: Gema Insani Press, 1997

Muhammad Natsir, Keputusan dan Rekomendasi Muktamar Risalah Masjid se Dunia di Makkah, Jakarta, Perwakilan Rabitah Alam Islami , 1395H.

Nana Rukmana D.W, Masjid dan Dakwah, Merencanakan, Membangun dan Mengelola Masjid, Mengemas Substansi Dakwah,Upaca Pemecahan Krisis Moral dan Spiritual, Jakarta: Almawardi Prima, 2002.

Quraish Shihab,M., Wawasan Al-Qur’an , Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1996.

Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1971.

Kamis, 01 Mei 2014

Otak Kreatif Anak (Manusia) tidak datang tiba-tiba


Dari akun @anakjugamanusia. Yani Widianto mengumpulkan kicauan dengan #otakkreatif

Ada beberapa hal yg seringkali ditanyakan oleh, rekan2 dari Dunia Usaha, Pendidik, Guru & Ortu. Seperti “Kenapa ya kok Karyawanku ini sulit diajak Kreatif ya?”
“kenapa ya, sulit sekali mencari karyawan yg kreatif?”
“kenapa ya, memberikan Bonus, Tunjangan / tambahan Penghasilan seringkali tdk membuat orang mjd Kreatif?”
“Kenapa ya, kok banyak anak-anak Muda kalo diajak berpikir, memilih menghindar?”,
“knp ya byk lulusan PT yg nggak kreatif?”
“Kenapa ya, kok banyak Orang cenderung Emosional dalam menyelesaikan suatu Permasalahan?”
Biasanya kami jawab “Nggak tau tuh”, “loh gimana sih?” pada protes, ya Karena kami benar2 Tidak Tau, hehe

Kemudian, pertanyaan-pertanyaan tersebut mulai terjawab. Bahwa Semua ini dimulai dari Pendidikan saat masih anak-anak! kami pernah membaca bukunya “Ayah Edi”, yg mengatakan bahwa Otak Manusia memiliki 3 Kemampuan Dasar yaitu;
  • Kemampuan Berpikir/Nalar,
  • Kemampuan Kreatif, lalu
  • Kemampuan Menghafal

Nah ini menarik, Sayangnya saat Sekolah seringkali yg di asah pada anak-anak adalah Kemampuan Menghafalnya dari SD sampai kuliah, hampir semua Ujian / Test isinya adalah Hafalan yg semuanya ada di buku & Internet pdhl dlm Dunia Kerja & Selepas Sekolah, Kemampuan yg sering digunakan adalah Kemampuan Berpikir & Kemampuan Kreatif Bayangkan pertanyaan-pertanyaan; “Sebutkan nama2 Menteri?”, kenapa nggak sekalian “sebutkan nama2 istri menteri”, hehe lalu pertanyaan hafalan, “Apa yg terjadi antara 1825 – 1830?”, ya jelas-jelas jawabnya ada di buku “Perang Diponegoro"

Mengapa tidak Pertanyaan; “menurutmu Semangat Pangeran Diponegoro, bila diterapkan dalam se-hari2, akan seperti apa?” wah, itu Pertanyaan yg akan memacu Kemampuan Berpikir, juga anak belajar mengambil hikmah dari sebuah peristiwa pernah diberitahu oleh Rekan yg di luar negeri khususnya negara maju, bahwa PR anak-anak setara SD disana hanya sedikit Sekali kadang hanya 1 Pertanyaan seperti ini “Apakah Idemu untuk Merubah Dunia?” & jawabnya Lesan Pula di depan Kelas, wooww

Ini memacu Kemampuan Berpikir, Kreatif & Melatih Kemampuan mempresentasikan Pikiran & Imajinasi anak. Ya, sistem pendidikan kita memaksa anak-anak seringkali hanya diasah & dilatih Kemampuan Menghafalnya lalu tiba2 saat Kerja & Selepas Sekolah/Kuliah, anak-anak hrs Memiliki Kemampuan Berpikir & Kemampuan Kreatif?

Ini Menjadi PR besar Kita semua. Sulit sekali mengubah sistem yg sudah seperti ini, Namun kita selalu punya kesempatan kita bisa memulainya dalam keluarga kita, beri ruang bagi anak untuk berpikir & kreatif hargai setiap pendapat anak, hargai idenya, beri juga apresiasi pada karya-karya anak, apapun itu jangan justru kemampuan-kemampuan berpikir & kreatif anak yg sangat mereka butuhkan nantinya, kita mandulkan dgn sikap2 kita. Sikap sering meremehkan ide anak, pendapat & karya anak, akan membuat kemampuan-kemampuan tersebut malah tumpul kemampuan berpikir & kreatif anak mestinya harus kita tumbuhkan keatas, bukan kita tekan-tekan kebawah. Semakin tajam kemampuan berpikir&kreatif anak, semakin anak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang kelak ia hadapi

disarikan dari yani.widianto.com

Selasa, 29 April 2014

Alasan lain mengapa anak TK dilarang baca tulis dan hitung


Pertanyaan dari bapak ANH:
Apa dengan tidak mengajarkan ke anak (Calistung) di usia emas nya itu berarti memanjakankan anak yang memiliki kemampuan akademisnya…..
Kita khan bisa menyelipkan huruf2 ato angka2 dalam proses bermain anak. Kalau mereka mampu kenapa tidak diteruskan (kemampuan otak anak juga berbeda-beda ada yang mudah nangkap dan ingatannya tajam dan ada juga yang tidak khan Bu…..)

Jawaban:
Jd begini Pak, kami menyadari bahwa mayoritas orang Indonesia itu tdk memahami perkembangan otak anak, hal itu mengakibatkan para ortu salah mengasuh dan para guru salah mendidik. Dan apa akibatnya dr salah2 itu? Kita bisa lihat orang tua yg seharusnya sdh dewasa bertingkah spt anak2. Banyak. Contoh gampangnya anggota DPR kita yth. Tingkahnya persis anak TK. Kerja nggak bener tp minta imbalan lebih, nggak dikasih ma rakyat tp malah ngelunjak.

Contoh ke-2, kita lebih banyak mencetak insan2 bermental pegawai bukan visioner, bukan pakar/ahli dibidang masing2, bukan orang2 yg bermental pengusaha pembuka lowongan kerja. Rakyat Indonesia tdk suka mengambil resiko kegagalan, pilih jd pegawai krn tenang mendapat gaji bulanan tp ketika di PHK kelabakan nggak punya keterampilan.

Contoh ke-3, kita terbiasa mengapresiasi rangking teratas (5/10 besar), nilai sempurna (80-100) kita jarang mengapresiasi kerja keras mereka dalam belajar. Padahal ada anak yg sudah belajar mati2an tapi mereka tetep gak dpt nilai bagus gak dapet rangking krn kemampuan mereka tdk sama dan bakat mereka pun beda2. Akibatnya? ketika UN sekolah melakukan kecurangan diamini oleh ortu (sdh terjadi bukan?) Kalau anak2 kita terbiasa dihargai kerja kerasnya bukan angka atau nilainya semata, mereka pasti menolak disuruh curang, karena mereka PD dengan hasil usaha belajarnya sendiri, tapi nyatanya…buanyakkk anak2 itu yg melaksanakan perintah memalukan itu. Dan kita sekarang pun memiliki pahlawan cilik kejujuran segala.

Para ahli otak di dunia termasuk di Indonesia semacam Indonesian Neuroscience Society sdh lama melakukan penelitian bahwa: otak anak2 itu belum berkembang sempurna(matang) hingga dia berusia 20-25th! stlh sempurna baru mereka dianggap yg namanya “Dewasa”. Bayangkan!

Otak kita dibagi 3: batang otak (diatas leher), limbik (kepala bg belakang), dan pre frontal cortex/PFC (kepala bag depan/di jidat). Perkembangan ketiganya itu pun sesuai dng urutan diatas. Jd PFC itulah yg terakhir berkembang dng sempurna dan yg menandakan seseorang mjd dewasa. Kita pasti sdh familiar dengan kisah Rosulallah yg ketika mengimami sholat beliau sujudnya lamaaaa sekali. Lalu para sahabat bertanya: “kenapa lama? apakah Rosulallah sedang menerima wahyu dr Allah SWT?” Rosul menjawab:”tidak, cucuku tadi menaiki punggungku”. Jd beliau menunggu sampai cucunya turun dr punggungnya. Beliau tdk memberi isyarat pd cucunya unt turun. Tak spt kita, kalau kita paling dicubit itu anak hahaha.. benar bukan?  Apa yg kita petik dr kisah diatas? Rosul lebih mementingkan/mendahulukan cucunya yg sedang bermain2 ketimbang ibadahnya! Subhanallah…!

Dan apa hubungan kisah diatas dengan perkembangan otak?
Sambungan otak anak2 itu belum sempurna, otak mereka baru siap menerima hal2 kognitif pada usia 7-8 th. Sebelum usia itu, dunia mereka yg pantas adalah hanya bermain, bermain dan bermain. Dan mereka PUN tidak boleh DIMARAHI. Allahuakbar! Sebelum ada ahli otak yg meneliti, Rosulallah sudah menerapkan hal itu pada cucunya!

Lalu apa akibatnya kalau masa2 usia bermain mereka direnggut untuk belajar hal2 yg kognitif? –> Dewasanya kelak mereka bertingkah spt anak kecil: suka mengurung burung demi kesenangannya sendiri, sakit2an karena ingin diperhatikan orang2 sekitarnya, spt anggota DPR yg saya tuliskan di atas, korupsi demi kepentingan diri sendiri/keluarga/golongan dan tdk merasa bersalah malah ngeles terus di pengadilan, dannn sikap kekanak2an lainnya
Kalau kita ingin membuktikannya, ada ciri2 yang mudah kita lihat bahwa perkembangan otak anak2 belum siap untuk menerima hal2 kognitif :
  1. ketika kita membacakannya sebuah cerita/dongeng mereka akan meminta kita mengulanginya lagi, lagi dan lagi. Kita yg tua sampai bosen tp dia tak pernah bosen mendengar cerita kesukaannya itu diulang2 berkali-kali berhari-hari.
  2. mereka yg antusias belajar membaca lalu bisa, tapi mereka tidak paham dengan apa yg mereka baca.

Silahkan dipraktikkan.
Kalau mereka hari ini minta dibacakan cerita A besok minta cerita B besoknya lagi C esok lagi D dan kalau mereka sdh paham dengan apa yg dibacakan, artinya otak mereka sdh siap menerima hal2 yg kognitif.
Lalu apa yg seharusnya kita ajarkan pada mereka (0-7/8th)?
  1. JANGAN DIMARAHI
  2. TIDAK DIAJARKAN MEMBACA, MENULIS, MENGHITUNG.
  3. Bermain role play; memahami bahasa tubuh, suara dan wajah; berbagi hal yg memberikan pengalaman emosional, field trip, mendengarkan musik, mendengarkan dongeng,
  4. Bahkan, anak usia 0-12th pengasuhan dan pendidikannya ditujukan untuk membangun emosi yg tepat, empati, (mood & feeling)

Jadi, aturan pemerintah tentang usia masuk SD harus minimal 7th itu bukan tanpa alasan. Tentu boleh2 saja menyelipkan angka dan huruf, tapi tidak belajar membaca dan menulis dan menghitung. Mudah nangkep & ingatannya tajam atau tidak bukanlah ukurannya. Bagaimana dengan tidak mengajarkan anak calistung di usia emas diartikan kita memanjakan anak? wong dia belum bisa mikir itu sudah waktunya dipelajari atau belum :) Usia emas itu jualannya susu Formula Pak.. :) Usia emas semestinya kita artikan sebagai masa2 tumbuh kembang anak yg paling pas untuk kita tanamkan budi pekerti dan akhlak yg mulia.

Slogan TK: bermain sambil belajar, belajar seraya bemain JANGAN diartikan dng BELAJAR calistung.
Para peneliti otak diseluruh dunia sepakat bahwa PFC seorang anak belum siap untuk dijejalkan hal2 yg kognitif. Apa akibat dr pemaksaan terhadap hal2 kognitif?
- membuat anak tidak mampu menunjukkan emosi yg tepat.
- kendali emosi (intra personalnya terganggu)
- sulit menunjukkan empati.

Sudah banyak ortu yg mengeluhkan: anak2nya ketika masih usia dini sangat antuasias belajar CALISTUNG lalu ortunya merespon dengan memberikan porsi lebih banyak entah mengajari sendiri secara intensif atau memasukkannya ke les2 calistung daaannnn ujung2nya datang pada satu masa anak2 itu bosan lalu akhirnya mogok belajar mogok sekolah. mereka menjadi malas. Itu terjadi karena otaknya yg terforsir sudah kelelahan. Bahkan ada yg saat mau ujian malahan blank, nggak bisa mikir sama sekali.

Tenang, Pak… kita hanya perlu waktu 3 bulan untuk melatih seorang anak bisa metematika, namun diperlukan waktu lebih dari 15 tahun untuk bisa membuat seorang anak mampu berempati, peduli teman dan lingkungan serta memiliki karakter yang mulia untuk bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik. Ini sudah terbukti.

Jadi sudah sangat jelas alasan saya tidak setuju dengan diadakannya lomba calistung untuk anak TK dan sederajat di Madrasah kita. ahh belum lagi efek kejiwaan yg dihasilkan pd anak2 itu karena mengikuti lomba2 terlalu dini apalagi calistung. Sudah terlalu panjang, kapan2 Insyallah saya tulis jg disini.

Wassalam.

*Pengetahuan yg saya tulis diatas saya dapatkan (sarikan) dari hasil mengikuti seminar2 parenting ibu Elly Risman, Psi dan talkshow2 serta tulisan2 Ayah Edy.

*Ini saya lampirkan Surat Edaran Dirjen Mandikdasmen tentang larangan Calistung pada PAUD dan larangan ujian/tes untuk masuk SD. Silahkan di download. Bisa ditunjukkan pada sekolah yg memberlakukan syarat tes calistung untuk masuk SD dan sederajat.

 disalin dari yani.widianto.com

Sabtu, 26 April 2014

Perbandingan pemikiran Immanuel Kant dan Ibnu Taimiyah


Tuhan membantu negara yang adil meskipun kafir,
dan tidak membantu negara yang zhalim meskipun beriman
.”
Ibnu Taimiyah   



 

"Segala tindakan yang menyangkut hak orang-orang lain
yang tujuannya tak sesuai dengan kepublikan adalah tak adil.”

Immanuel Kant
======================


Membicarakan tentang pemikiran politik Islam dan Barat seperti membicarakan kakak-beradik yang telah lama terpisah jauh. Pada awalnya mereka berasal dari rahim yang sama, kemudian berkembang dalam lingkungan dan tradisi yang berbeda, dan berakhir dengan perjumpaan yang hangat dan saling merindukan.
Kedua budaya ini – Islam dan Barat – sama-sama mempunyai ide-ide tertentu, yang kadang-kadang dikemukakan dalam bahasa yang sungguh serupa, lantaran warisan yang sama dari monoteisme Ibrahimi dan filsafat Yunani. Tetapi, keduanya diekspresikan dalam konteks sosial dan intelektual yang sama sekali berbeda, dan dengan makna yang sangat berbeda. Islam sama sekali tidak mengenal tradisi politik Romawi, sementara Eropa sama sekali tidak mengenal tradisi politik Indo-Iran. Dunia Islam melahirkan banyak pemikiran yang orisinal dan tajam. Sejarah pemikiran politik Islam memperlihatkan kepada kita sebuah tradisi intelektual yang unik. Apa yang kita saksikan adalah hubungan antara agama dan politik. Islam muncul sebagai sebuah agama yang bertekad untuk menundukkan dan mengubah dunia.

Di sisi lain, dunia Barat selalu mengagung-agungkan rasionalitas dan akal. Pemikiran politik Barat praktis mendominasi semenjak keruntuhan kekuatan gereja Katholik dengan sebuah endorsement perjanjian Westphalia 1648 yang meletakkan kekuatan negara-bangsa sebagai sandaran loyalitas utama suatu masyarakat. Sejarah membawa Barat menuju sekularisasi besar-besaran; secara gradual agama kemudian melangkah menjauh dari ranah politik.

Kini dalam paper ini, pemikiran politik dari kedua dunia kembali berjumpa dalam sebuah dialog pemikiran politik. Ibnu Taimiyah (1263-1328) menjelaskan dengan sangat gamblang ide-ide tertentu yang mungkin secara logis dianggap sebagai inti pemikiran politik Islam. Dialah adalah satu-satunya teoritisi politik dari wilayah bulan sabit untuk waktu yang sangat lama.

Ibnu Taimiyah mendapatkan banyak pengikut di kalangan rakyat jelata. Kecaman-kecamannya menggoyahkan stabilitas publik, sehingga ia harus berkali-kali hidup di balik terali besi. Meski demikian, ia pernah diangkat menjadi juru khutbah dalam sebuah peperangan, yang di dalamnya ia secara pribadi mengorbankan perlawanan terhadap invasi Mongol di Suriah (1300-1301). Dia menghabiskan dua tahun terakhirnya di penjara (1326-1328). Kesempatan itu ia gunakan untuk menulis, sehingga sipir penjara merampas pena dan kertasnya.3 Karya utama Ibnu Taimiyah dalam politik adalah al-kitab al-siyasah al-syar’iyyah (buku tentang Politik Berdasarkan Syariat, ditulis pada 1311-1315).

Sementara, Immanuel Kant (1724-1804) merupakan salah satu tokoh pencerahan Eropa pada abad ke-18. Kontribusinya pada pergerakan politik masih bisa ditemukan sampai dewasa ini. Kant berangkat dengan memperkenalkan secara filosofis martabat manusia (human dignity) atau hak sebagai manusia yang menjadi dasar dari hak asasi lainnya. Hak sebagai manusia berarti kebebasan individu dan kesetaraan. Prof Dr Matthias Lutz Bachmann dari Universitat Frankfurt Am Main, Jerman, mengungkapkan:
“Dengan gagasan filosofisnya, yakni bentuk republik, federasi negara-negara merdeka, dan keramahtamahan universal (cosmopolitan right), tujuan politik Kant adalah membuat kedamaian abadi antara individu dan antarnegara.”4

Perbandingan pemikiran politik ini tidak hanya bertujuan untuk menarik garis perbedaan menjadi semakin lebar, tapi lebih dari itu mencari persamaan-persamaan dari kedua pemikiran dari kedua “kakak-beradik” yang sudah sudah lama berpisah ini. Perbandingan yang dimaksud didasarkan pada esai yang ditulis Kant tahun 1784, “Idea for a Universal History from a Cosmopolitan Point of View" yang menyebutkan sembilan prinsip kosmopolitanisme.

Meminjam pendapat Antony Black, kita tidak mengerti bagaimana mungkin seseorang mengklaim telah memahami sejarah pemikiran yang berkembang di suatu budaya padahal ia tidak meneliti apa yang sedang  terjadi di lingkungan budaya lain.

Tidak seorang pun bisa menjelaskan suatu fenomena apa pun tanpa merujuk pada berbagai hal yang terjadi di luar fenomena itu”6.
Ringkas kata, paper ini merupakan awalan dari usaha untuk memandang lebih jernih teori ilmu politik dari kedua mata, Islam dan Barat.

Pemikiran Kosmopolitanisme Immanuel Kant
Immanuel Kant terkenal dengan gagasan kosmopolitanisme yang berusaha menjawab permasalahan yang timbul dari kekacauan dunia yang bersekat dan distribusi sumber daya yang mandek di perbatasan Negara. Definisi sederhana kosmopolitanisme adalah kepemilikan bersama atas permukaan bumi berdasarkan prinsip-prinsip imperatif universal.

Secara umum kosmopolitanisme dapat diartikan sebagai kesetaraan nilai moral pada seluruh manusia dan tanggung jawab moral yang tidak terbatas hanya pada garis perbatasan Negara; perlindungan terhadap hak asasi manusia; distribusi sumber daya alam secara global, dan mewujudkan kosmopolitan demokrasi yang dianggap sebagai demokrasi yang otentik.

Kosmopolitanisme Kant dapat tergambar melalui esainya yang berjudul Idea for a Universal History from a Cosmopolitan Point of View. Pada esainya yang terkenal ini, Kant berusaha menjelaskan kosmopolitanisme sebagai akhir dari perjalanan sejarah umat manusia dalam sembilan poin.
Pertama, semua kapasitas alam diarahkan sepenuhnya untuk memenuhi akhir alam itu sendiri. Kedua, semua kapasitas alam digunakan oleh manusia sesuai dengan akalnya untuk dikembangkan hanya dalam kelompok bangsa (race), tidak oleh perseorangan (individual).

Dalam mewujudkan gagasan kosmopolitanismenya, Kant masih tetap menyandarkan proyeknya pada peran Negara, tetapi dengan komitmen yang kuat untuk mewujudkan nilai-nilai kosmopolit. Menurut Ian Adams, Kant adalah salah seorang filsuf Jerman yang terpengaruh oleh revolusi Perancis. Ia terinspirasi oleh harapan-harapan tinggi revolusi, sementara takut dengan perjalanan peristiwanya.

Kosmopolitanisme Kant lebih menekankan pada kesesuaian antara tindakan dengan hukum. Kant menilai tidak perlu merombak struktur institusi Negara yang sudah ada sekarang, tapi lebih menitikberatkan pada  kosmopolitanisme moral. Dengan kata lain, Kant memandang penting peran Negara-negara dalam pengelolaan kapasitas alam dan memilih untuk memperbaiki ruh dari Negara-negara agar lebih mengedepankan komitmen pada perlindungan hak asasi dan jaminan keamanan manusia.

Ketiga, Alam mengharuskan manusia memproduksi berdasarkan insting kebinatangannya yang diciptakan sesuai dengan akal. Alam tidak melakukan semuanya dengan kesia-siaan. Dia memberikan kepada manusia akal dan kebebasan berkehendak untuk mencermati tanda-tanda dari kehendak Alam itu sendiri.

Keempat, manusia dalam mengembangkan kapasitas alam melahirkan “antagonisme”. Maksudnya adalah manusia pada satu sisi merasa menjadi bagian dari kelompok itu, sementara pada sisi lain berhasrat ingin memiliki semua kapasitas alam menjadi milik pribadinya. Sikap seperti ini pada akhirnya, mengharuskan masyarakat yang menjunjung tinggi hukum sesama.

Kelima, permasalahan terbesar manusia adalah mencapai masyarakat madani secara universal (universal civic society) dimana hukum mengatur mereka.

Keenam, masalah di atas paling sulit dan akan menjadi yang terakhir diselesaikan oleh umat manusia. Kehendak alam yang paling puncak adalah masyarakat universal yang hanya bisa dicapai oleh umat manusia dengan mengorbankan semua kapasitas dan hanya bisa dicapai melalui masyaakat yang menjunjung tinggi kebebasan. Pada prinsip kelima dan keenam ini gagasan kosmopolitanisme Kant mulai nyata. Ia berpendapat mewujudkan masyarakat kosmpolit yang universal adalah tugas purna sejarah manusia.

 Ketujuh, masalah di atas sangat tergantung pada masalah hukum hubungan di antara Negara-negara dan tidak akan bisa diselesaikan tanpa solusi dari permasalahan tersebut.

Kedelapan, Negara yang memiliki konsititusi sempurna adalah kondisi dimana kapasitas umat manusia dapat sepenuhnya dikembangkan dan mendorong hubungan eksternal antarnegara sampai pada akhirnya.
Kesembilan, usaha filosofis harus ditempuh untuk mewujudkan sejarah universal umat manusia sesuai dengan kehendak Alam.

Kant percaya bahwa esensi kebebasan terletak pada otonomi moral, pada kemampuan rakyat untuk hidup menurut aturan yang mereka buat sendiri. Maka untuk benar-benar bebas, tidaklah sekedar mengejar kepentingannya sendiri, tetapi bertindak menurut kewajiban moral yang didefinisikannya sendiri, meskipun ia juga memiliki kepentingan pribadi.

Kant menyandarkan upaya mewujudkan sejarah universal kosmopolit pada ide. Ide menjadi satu-satunya pijakan dalam mengetahui bagaimana Alam bekerja, jika mata manusia terlalu buta untuk mengetahui bagaimana sistem Alam ini bekerja. Upaya-upaya perubahan menuju kosmopolitan harus ditempuh dengan cara-cara filosofis yang mengandalkan pemikiran atau ide. Sehingga semakin hari, manusia akan semakin dekat menuju cita-cita yang diidamkan dan semakin jelas mengungkap rahasia Alam, yaitu sejarah manusia yang universal. Kant selalu mengedepankan pendekatan filosofis dalam setiap pemikirannya, pun dalam proyek kosmopolitan ini.

Secara ringkas, pemikiran Kant dalam sembilan poin Idea for a Universal History from a Cosmopolitan Point of View berusaha membantu umat manusia dalam mengenali rahasia Alam yang paling purna dan Alam menisbatkan itu sebagai tujuan akhir sejarah umat manusia, yaitu masyarakat universal (universal civic society). Dalam mencapai tujuan akhir itu, menurut Kant, manusia hanya bisa mencapainya melalui negara-negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kosmopolitanisme, seperti keadilan, kebebasan, HAM, dan jaminan keamanan manusia.

Kosmopolitanisme Taimiyah
Dalam setiap pemikirannya, Taimiyah selalu menjadikan Al-Qur’an sebagai landasan utama berpikir, pun dalam kosmopolitanisme. Untuk gagasan kosmopolitanisme, Taimiyah kembali berpatokan pada ayat Al-Quran (Al-Anbiya: 107) bahwa Islam sebagai kebenaran haruslah menjadi kebaikan bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin).

Dalam pemerintahan syariat yang dicita-citakan oleh Taimiyah, nilai terpenting yang harus dijaga adalah keadilan dan mempromosikan kebaikan-mencegah keburukan (amar ma’ruf nahi munkar). Dalam aspek politik dan kenegaraan, secara radikal, Taimiyah lebih memenangkan gagasan keadilan yang universal dibandingkan segala-galanya, termasuk keimanan agama seseorang. Pendapat Taimiyah yang terkenal adalah “lebih baik dipimpin oleh pemimpin yang kafir yang adil, daripada dipimpin oleh pemimpin muslim yang dzalim.”

Jelas sekali pendapat Taimiyah ini sangat kosmopolit dengan memandang manusia sebagai individu yang merdeka terlepas dari agama, ideologi, asal negara, dan ikatan-ikatan tradisional lainnya.
Bermula dari pendapat mengutamakan pemimpin yang adil dibandingkan keimanan ini, Taimiyah melanjutkan lebih jauh tentang peranan Negara dalam proyek kosmopolitanisme. Taimiyah mengemukakan tugas utama Negara adalah tegaknya syariat yang tidak lain demi tegaknya keadilan universal.

Pemikiran Ibnu Taimiyah tentang Institusi Negara
Dalam memandang pentingnya berkelompok dalam mengelola kapasitas alam, Kant dan Taimiyah bertemu pada titik yang sama. Kant dan Taimiyah sama-sama menganggap pentingnya kelompok dalam pengelolaan kapasitas alam. Lebih jauh lagi, pengelolaan sumber daya alam harus melalui kelompok yang kemudian akan melahirkan institusi negara. Taimiyah terkenal dengan gagasan organis dalam memandang institusi. Ia menekankan dengan sangat keras pentingnya institusi dalam pengelolaan masyarakat untuk mencapai keadilan.

“Manusia pada dasarnya berwatak madaniy (suka membangun). Itulah sebabnya jika mereka berkumpul, pastilah mereka mengembangkan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan kemaslahatan dan mengatasai persoalan. Untuk kepentingan itu, diperlukan kerja sama yang padu antara pemerintah (ruler) dan anggota masyarakat (ruled). Tentu saja diperlukan ketentuan-ketentuan yang defenitif yang mengatur tugas dan ruang gerak masing-masing.”

Hanya saja, Taimiyah meneruskan pendapatnya itu dengan mewajibkan lembaga di bawah kontrol negara untuk menegakkan keadilan. Lembaga yang dimaksud oleh Taimiyah adalah lembaga Hisbah yang menjadi salah satu ciri khas pemerintahan Islam dalam mengelola distribusi perekonomian dan pasar. Lembaga Hisbah adalah lembaga negara yang memiliki wewenang yang sangat luas dalam bidang perekonomian dan pasar dan bertugas mempromosikan apa yang baik dan mencegah apa yang buruk (amar ma’ruf nahi munkar). Taimiyah menekankan prinsip keadilan sebagai penopang lembaga Hisbah dalam pemerintahan Islam. Keadilan adalah penopang pemerintahan dan syarat datangnya pertolongan Tuhan.
Untuk mencegah antagonisme yang berujung pada ketidakadilan sebagaimana yang Kant maksudkan, Taimiyah berpendapat, hukum harus ditegakkan dengan keras oleh Negara. “Menegakkan hukum adalah tugas pemerintah dan hal ini berlaku baik untuk delik meninggalkan kewajiban maupun delik mengerjakan larangan.”

Selanjutnya, Taimiyah juga berbicara tentang hukum keadilan yang terintegrasi dalam pemerintahan. Menurutnya pemerintahan sebagai syarat mutlak dan fundamental dalam kehidupan bermasyarakat untuk menegakkan keadilan. Tujuan Taimiyah adalah membangun pemerintahan berdasarkan syariat (siyasah syari’iyyah). Syariat dalam pemerintahan ditopang oleh dua pilar-yang juga sering disebut sebagai inti pemikiran politik Islam, yaitu keadilan dan mempromosikan kebaikan dan mencegah keburukan (amar ma’ruf nahi munkar).

Pemimpin menurut Taimiyah
Dalam Islam apa yang kita sebut sebagai jabatan dan aktivitas politik termasuk dalam kategori “amanat” dan “tugas publik (waliyat)” seperti yang dipahami dalam syariat. Karena itu, seorang penguasa politik wajib “menyampaikan amanat kepada pemberi amanat itu” dan untuk “menghukumi secara adil” (QS. An-Nisa [4]: 61-62). Tujuan semua tugas publik (waliyat) adalah mewujudkan kesejahteraan material dan spiritual manusia.

Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa posisi kepemimpinan politik (sultan, mulk, amir) dan syariat saling melengkapi satu sama lain untuk membentuk sebuah pemerintahan yang berdasarkan syariat. Ibnu Taimiyah bersikukuh bahwa agama tidak dapat diamalkan tanpa kekuasaan politik. Tugas agama untuk memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran benar-benar tidak dapat dicapai “kecuali dengan kekuasaan dan otoritas pemimpin (imam).” Pendapatnya yang terkenal adalah “agama tanpa kekuasaan, jihad, dan harta, sama buruknya dengan kekuasaan, harta, dan perang tanpa agama.”

Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, tegaknya keadilan tidak mungkin dapat dicapai tanpa adanya kerjasama. Manusia berkumpul dan membentuk sebuah komunitas politik, kemudian menunjuk salah seorang sebagai pemimpin untuk mengorganisir untuk mewujudkan keadilan dan kebermanfaatan bersama.
Seorang pemimpin tidak menetapkan tujuan mereka sendiri, melainkan memiliki otoritas untuk bertindak dan dipatuhi, karena mereka tengah (atau semestinya) berusaha mewujudkan tujuan-tujuan Islam.
Doktrin pemimpin dalam Islam adalah tidak lain merupakan wali, wakil, dan agen otoritas, sama sekali bukan pemilik. Inilah maksud bahwa pemimpin adalah penggembala, yang tidak memiliki hewan gembalaannya; kedudukannya seperti wali bagi anak yatim. Di sini, citra raja absolut Timur Tengah dan Iran kuno benar-benar diislamkan. Otoritas pemimpinnya, sesungguhnya berasal dari Tuhan; namun hal ini berarti bahwa kepentingan-kepentingan yang wajib ia upayakan sesungguhnya merupakan kepentingan-kepentingan rakyatnya.

Ibnu Taimiyah dengan tegas menyatakan bahwa kekuasaan kepala negara atau raja hanya merupakan mandat dari Tuhan yang diberikan kepada hamba-hamba pilihanNya. Dalam hal ini Ibnu Taimiyah menganggap bahwa penguasa-penguasa yang korup adalah yang paling tidak bermoral dan karena itu tidak ada kewajiban untuk patuh pada mereka, dan ia juga menyalahkan para ulama dan cerdikcendikia yang mendukung penguasa-penguasa yang tidak mengindahkan agama dan melakukan penyelewengan dan membuat syari’at tidak mampu menjawab tuntutan kemanusiaan. Mereka telah dianggap mengingkari prinsip-prinsip syari’ah. Tapi di lain sisi Ibnu Taimiyah menemukan dilema ketika dihadapkan tentang ada dan tidak adanya pemimpin dalam sebuah negara. Menurut Ibn Taimiyah, sebagai faktor instrumental dalam mewujudkan kesejahteraan bersama, adanya seorang kepala negara merupakan sesuatu yang niscaya dan tidak terelakkan. Pendapatnya yang kontroversial dalam buku As-Siyasah Asy-Syariah adalah “Lebih baik 60 tahun diperintah oleh pemimpin yang dzalim dibandingkan hidup satu hari tanpa pemerintahan.”14

Bentuk negara menurut Taimiyah
Cukup menarik, sekalipun Ibnu Taimiyah selalu menekankan kekuasaan politik, negara, dan pemerintahan dalam kehidupan masyarakat, tetapi Taimiyah meragukan validitas pendapat bahwa kekhalifahan berasal dari sumber agama (Al-Quran dan As-Sunnah). Suatu pemikiran ekstrem yang menentang arus pemikiran teori kekhalifahan yang sangat sakral pada masa itu.

Ibnu Taimiyah juga mengkritik Sunni dan Syiah. Menurut pandangannya, tidak ada dasar dalam Al-Quran dan As-Sunnah tentang teori kekhalifahan tradisional ala Sunni dan tidak ada teori imamah Syiah yang mutlak. Ia melihat Islam sebagai suatu tata sosial yang mempunyai hukum tertinggi: hukum Allah. Oleh sebab itu, ia sama sekali tidak tertarik pada negara dan formasinya. Meskipun menerima negara itu sebagai suatu kebutuhan agama (a religious necessity). Artinya, negara Islam yang diangap memenuhi syarat adalah suatu pemerintahan yang mendasarkan pada syariat sebagai penguasa tertinggi dan tidak memandang apakah negara itu berbentuk khalifahan, monarki, ataupun republik. Ia lebih memilih meletakkan keadilan pada setiap pemerintahan sebagai esensi kekuasaan, daripada meributkan bentuk negara.

Teori politik Ibnu Taimiyah (w. 1328) memiliki kemiripan yang lebih dekat kepada konsep pemerintahan modern. Dalam asal-usul negara, ia bermaksud menawarkan interpretasi sosiologis berdasarkan pada hakikat manusia yang bebas dari campur tangan agama. Sikap tersebut tidak ditemukan pada teori klasik yang menegaskan bahwa asal-usul kekuasaan hanya berasal dari sumber agama. Dari sini kita bisa melihat pemikiran Ibnu Taimiyah “melampaui” tradisi berpikir para filsuf Islam tentang teori kekuasaan.15 (Jindan, 1995: 124)

Pembaharuan pemikiran oleh Taimiyah
Taimiyah melakukan pembaharuan dengan membuka kembali pintu akal, daripada hanya mengikuti pola yang sudah baku. Kepercayaan terhadap kemungkinan dan nilai pengetahuan syariah yang independen mempunyai pengaruh yang kuat pada doktrin Ibnu Taimiyah dan merupakan pendukung semua langkah pembaruannya yang kontroversial.

Perubahan paling penting yang menyangkut dengan metode itu adalah adanya rehabilitasi peranan ijtihad yang sering diartikan dengan ungkapan seseorang terhadap kecakapan dan kemampuan pribadinya untuk mencapai pengetahuan. Ijtihad dimaksudkan untuk menggantikan metode taklid yang amat membeo dan kaku. Taklid sendiri berarti mengadopsi segala keputusan yang ditetapkan oleh para penguasa.
Ia tidak mendukung tafsir teks suci yang benar-benar harfiah, tetapi menggunakan analogi dan silogisme sebagai alat untuk menghubungkan contoh-contoh tertentu dengan norma-norma legal melalui argument rasional. Dia mendukung penalaran individual (ijtihad) yang dilakukan oleh seorang mujtahid yang memenuhi syarat sebagai bantuan untuk memahami konsensus (ijmak) umat Islam. Satu hal yang paling mengejutkan, ia mendukung “jalan tengah” (wasath)-atau rekonsiliasi-antara nalar (metode teologi), riwayat (metode ahli hadits), dan kehendak bebas (metode sufi).

Selain itu, prinsip-prinsip dan nilai-nilai fundamental syariah harus mempertimbangkan keadaan-keadaan baru. Menurutnya, syariat saat ini mungkin membutuhkan banyak adaptasi. Syariat dapat memberikan bimbingan yang benar untuk setiap masalah hanya jika manusia menggunakan seluruh upayanya (berijtihad). Ibnu Taimiyah membolehkan penguasa untuk menerapkan hukuman terhadap sesuatu urusan yang belum ditetapkan oleh syariat, misalnya hukuman untuk kesalahan administrasi, malpraktik, dan penyuapan.
Cakrawala Ibnu Taimiyah semakin terbuka ketika Kekhalifahan Abbasiyah tumbang, karena peristiwa itu membuka jalan bagi solusi yang lebih radikal terhadap problem-problem yang sekian lama menghantui masyarakat.

Ibnu Taimiyah menghargai peranan akal dan membuka pintu ijtihad seluas-luasnya, tetapi kedudukannya harus berada di bawah wahyu. Akal yang benar adalah akal yang beroperasi di bawah bimbingan Al-Quran dan petunjuk Nabi (As-Sunnah).

Persamaan dan Perbedaan antara Kant dan Taimiyah
Dalam memandang kosmopolitanisme sebagai akhir dari sejarah umat manusia, Kant meletakkan beberapa faktor sebagai modal, yakni memahami kehendak Alam; institusi negara sebagai jalan; upaya negara-negara dalam mewujudkan kosmopolitanisme; dan usaha-usaha filosofis manusia untuk mencapai kosmopolitanisme.
Sementara Taimiyah memiliki pendapat yang serupa dengan mengedepankan peranan negara dalam pengelolaan sumber daya alam dan menegakkan keadilan; memandang dengan kacamata kosmopolit dengan mementingkan asas keadilan di atas keimanan; dan penyegaran pemikiran dengan mengemukakan usaha filosofis dalam mencari kebenaran.

Dari pemikiran kedua filsuf berbeda zaman dan dunia ini, kita sedikit banyak dapat menemukan benang merah. Mereka sama-sama berbicara kosmopolitanisme; keadilan, distribusi sumber daya secara global, dan pencapaiannya melalui institusi negara, namun dengan warna yang berbeda.
Menariknya, pendapat Taimiyah yang kosmopolit ini dikemukakan lima abad sebelum Kant dan dari dunia yang berbeda dari dunia tempat Kant hidup. Dengan kata lain, pendapat Taimiyah ini “melompati zamannya” dan menembus ruang dimana ia tinggal. Karena keteguhannya memegang pendapat-pendapatnya yang “melompati zaman” ini, pemikir besar Islam ini harus membayar mahal dengan merasakan tiga kali dinginnya ruangan penjara, bahkan harus menutup usia dalam penjara.

Selanjutnya perbedaan di antara keduanya. Dalam setiap kesempatan, karya Kant selalu mempermasalahkan Tuhan yang sebelumnya dianggap tidak bisa dibicarakan karena tidak tergolong dalam kategori-kategori dan mengagung-agungkan rasionalitas. Sebagai gantinya, Kant lebih mempercayai hukum Alam (dalam “a” besar) yang mengatur kehidupan manusia dan menetapkan tujuan-tujuan sejarah manusia.
Sebaliknya, Ibnu Taimiyah dengan tegas selalu berpegang teguh pada hukum agama Islam dalam setiap pemikirannya. Taimiyah menghargai akal, tetapi akal yang terbimbing oleh agama. Kekuasaan, menurut Taimiyah, adalah kekuasaan kepala negara atau raja hanya merupakan mandat dari Tuhan yang diberikan kepada hamba-hamba pilihanNya. Taimiyah dikenal sebagai salah satu pemikir kosmopolitanisme Islam yang meletakkan pondasi keadilan dalam pemerintahan melebihi agama; membuka keran pemikiran Islam seluas-luasnya; distribusi sumber daya secara global; dan pencapaian keadilan melalui institusi negara. Meskipun demikian, ia tetap dikenal sebagai seorang ulama Islam yang berpengaruh dan mengkaji ilmu-ilmu agama secara mendalam.

Selain itu pula, perbedaan yang jelas antara Kant dan Taimiyah dalam hal memandang progresivitas sejarah. Kant memandang Alam berkendak agar manusia berusaha mewujudkan sejarah universal manusia yang kosmopolit. Kant menilai inilah puncak sejarah manusia yang sempurna dan menjadi tugas terakhir yang harus direalisasikan sebelum Alam berakhir. Pemikiran Kant senada dengan pemikir Barat lainnya yang selalu merefleksikan progresivitas sejarah ke arah masa depan.

Akan tetapi, Taimiyah berpendapat puncak sejarah manusia yang sempurna adalah pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya hidup. Setiap pemikir Islam, termasuk Taimiyah, mempercayai bahwa pencapaian sejarah manusia yang paling puncak adalah pada masa dimana Rasulullah hidup. Sehingga setiap pemikir Islam selalu merefleksikan tujuan ideal ke belakang dalam proses filosofisnya. Pendapat ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW: “Zaman terbaik adalah zamanku, kemudian sesudahnya, dan sesudahnya lagi.”
________________________________________
1 Anthony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi hingga Masa Kini, 2001, Jakarta: Serambi
2 Anthony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi hingga Masa Kini, 2001, Jakarta: Serambi, halaman  297
3 Ibid
4 Kompas, 20 Desember 2004
5 Immanuel Kant, Idea for a Universal History from a Cosmopolitan Point of View, 1784, dalam diktat “Immanuel Kant-Perpetual Peace” mata kuliah Teori Politik Internasional.
6 Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, 2001, Jakarta: Serambi, halaman 24
7 Gillian Brock, World Citizenship: David Miller versus the New Cosmopolitans, 2002, diktat “Kosmopolitanisme” mata kuliah Teori Politik Internasional, halaman 2
8 Ian Adams, Ideologi Politik Mutakhir Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa Depannya, 2004, Yogyakarta: Qalam, halaman 27
9 Surwandono, “Pemikiran Politik Islam“, 2001, Yogyakarta: LPPI UMY
10 Ibnu Taimiyah, Tugas Negara menurut Islam, 2004, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
11 Ibnu Taimiyah, Public Duties in Islam, The Institution of the Hisba,1985, London
12 Ibnu Taimiyah, Tugas Negara Menurut Islam, 2004, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
13 Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, 2001, Jakarta: Serambi
14 Khalid Ibrahim Jindan, Teori Politik Islam, Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang Pemerintahan Islam, 1995, Surabaya: Risalah Gusti
15 Khalid Ibrahim Jindan, Teori Politik Islam, Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang Pemerintahan Islam, 1995, Surabaya: Risalah Gusti

DAFTAR PUSTAKA
Adams, Ian, (2003). “Ideologi Politik Mutakhir, Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa Depannya”, Yogyakarta: Qalam
Adkhilni M. Sidqi, “Dialog Pemikiran Politik Immanuel Kant dan Ibnu Taimiyah, Artikel (tanpa tahun).
Black, Antony, (2001).“Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini”, Jakarta: Serambi
Brock, Gillian, (2002). World Citizenship: David Miller versus the New Cosmopolitans, 2002, diktat “Kosmopolitanisme” mata kuliah Teori Politik Internasional Fisipol Universitas Gadjah Mada
Jindan, Khalid Ibrahim, (1995).“Teori Politik Islam, Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang Pemerintahan Islam”, Surabaya: Risalah Gusti
Kant, Immanuel, (1784) Idea for a Universal History from a Cosmopolitan Point of View, dalam diktat “Immanuel Kant-Perpetual Peace” mata kuliah Teori Politik Internasional Fisipol Universitas Gdjah Mada

Senin, 21 April 2014

Biyungku Mamaku Ibuku



Setiap pagi sebelum matahari sempat muncul di langit, disiapkannya sepeda onta tua lusuh dan mulai berkarat. Diperiksanya kondisi ban dan rantai sepeda, setelah yakin siap pakai dituntunnya keluar dan disandarkan ke tembok samping rumah. Lalu kembali masuk mengangkat keranjang bambu yang dianyam rapat. Dua keranjang diletakkan satu persatu di boncengan sepeda lalu berpamitan kepada keluarga.

Dikayuhnya sepeda pelan-pelan menelurusi gang masjid, jalan pedukuhan, kemudian berujung di pertigaan jalan Karanganyar-Kaleng berbelok ke kanan menuju pasar karanganyar. Sampai di pasar berbelanja secepat dia bisa, tanpa perlu menawar cukup memilih dan menimbang pada pedagang-pedagang yang telah menjadi langganannya. Sambil tersenyum berbagi kebahagiaan dia berpindah-pindah dari pedagang yang satu ke pedagang yang lain. Hampir 2 jam dia berbelanja, sambil menata barang dagangan yang telah dibelinya, dia mengecek apa yang kurang hari itu. 

Dia kembali mengayuh sepedanya menuju pedukuhannya, beban keranjang yang berat tampak sekali berpengaruh pada kecepatan laju sepedanya. Keranjang yang sudah mulai berlubang di bagian yang terkena as roda, tampak miring mengimbangi berat muatan yang ada di dalamnya. Berderit-derit gesekan besi penyangga keranjang dengan besi boncengan sepeda. Ketika memasuki pedukuhan, dia berteriak keras-keras "Sayur bu!!! Sayuuur!" memanggil orang-orang untuk keluar rumah berbelanja dagangannya. Dengan ramah dan sabar dia melayani pembeli yang rata-rata ibu rumah tangga yang juga tetangganya.

Kira-kira pukul 9 lebih dia sudah sampai rumah kembali, untuk beristirahat  sebentar, makan pagi dan menunaikan sholat dhuha dua rakaat. Kemudian kembali bersepeda berkeliling pedukuhan dan desa di sekitar dukuhnya. Setiap hari ditempuhnya perjalanan 7 sampai 10 kilometer untuk berkeliling menjajakan sayuran dan makanan kecil. Pukul 5 baru sampai rumah kembali, lalu menyiapkan makan malam untuk keluarga. Dia berkeliling dengan penuh semangat dan penuh cinta kasih. Dia berkeliling untuk mewujudkan cita-citanya sendiri, membantu suami untuk menyekolahkan anak-anaknya setinggi kemauan sang anak. Dengan penuh cinta dan sayang dia menanamkan sebuah tauladan kerja keras, dengan ikhlas dia membimbing anak-anaknya berbagi, dan dengan kelembutan melayani suami. Ini adalah cerita 26 tahun yang lalu. Namun hingga hari ini masih setia dengan sepeda tua dan keranjang usangnya.

Dia bagian hidup yang selalu menginspirasi, selalu memotivasi, selalu memberikan arti. Dia mamakku.... Terima kasih mamak, terima kasih atas semua hal yang telah diberikan untuk semua anakmu. Kami akan selalu menyayangimu. 

Sabtu, 19 April 2014

Baca tulis dan hitung dilarang untuk anak usia PAUD

 Dr. Hj Erma Pawitasari, M.Ed 
dari http://www.suara-islam.com

Perkembangan pengajaran calistung disertai dengan tes-tes bagi anak-anak Playgroup dan TK sudah pada level mengkhawatirkan. Bila dulu, anak-anak cukup membeli buku persiapan UMPTN (masuk perguruan tinggi), diikuti dengan buku persiapan Ebtanas (setara Ujian Nasional), sekarang sudah banyak terbit buku-buku untuk persiapan tes masuk SD, seperti “Aku Siap Masuk SD” dan sejenisnya. Lebih jauh lagi, anak bayi pun sekarang sudah harus giat belajar menghadapi persaingan masuk TK sehingga banyak terbit buku-buku persiapan masuk TK, seperti “Sukses Masuk TK”, “99,99% Diterima Masuk TK Favorit”, dan “Lolos Tes Masuk TK.”

Bola liar calistung ini membuat Mendikbud, Dr. Muhammad Nuh, membuat pernyataan publik pada acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Depok, 11 Januari yang lalu. Beliau menegaskan bahwa mengajarkan calistung adalah kewajiban SD, bukan PAUD. Anak yang akan masuk sekolah tidak boleh dituntut sudah menguasai calistung [Situs resmi PAUD Kemdikbud RI].

Pernyataan Mendikbud ini sesuai dengan aturan hukum yang diatur dalam Permendiknas RI No. 58 TAHUN 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Ada 4 tingkat pencapaian terkait dengan kemampuan calistung bagi anak usia 4-6 tahun, yaitu:

1. Pura-pura membaca cerita bergambar dalam buku dengan kata-kata sendiri.

2. Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung.

3. Membaca nama sendiri.

4. Menuliskan nama sendiri.

Berdasarkan Permendiknas ini, kemampuan tertinggi yang diharapkan dari lulusan TK adalah membaca dan menulis namanya sendiri. Inipun cukup nama pendek, sekedar mengenali namanya dan memberi nama lembar kerjanya.

Untuk mendukung aturan ini, Dirjen Dasmen mengeluarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Nomor 1839/C.C2/TU/2009 Perihal : Penyelenggaraan Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Penerimaan Siswa Baru Sekolah Dasar. Ada 3 hal yang ditekankan dalam surat edaran ini, yaitu:

1. Pendidikan di TK tidak diperkenankan mengajarkan materi calistung secara langsung.

2. Pendidikan di TK tidak diperkenankan memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada anak didik dalam bentuk apapun.

3. Setiap sekolah dasar (SD) wajib menerima peserta didik tanpa melalui tes masuk.

Menurut aturan pemerintah, Sekolah PAUD yang mengajarkan materi calistung secara langsung dan SD yang mengadakan tes penerimaan murid justru telah melakukan pelanggaran. Hal ini harus disosialisasikan ke seluruh PAUD dan orang tua murid sehingga bersama-sama mematuhi aturan dan tidak memaksa anaknya menguasai calistung pada usia dini.

Mengapa pemerintah melarang pengajaran calistung secara langsung? Apa ruginya anak belajar calistung? Bukankah hal ini membantunya menguasai pelajaran SD? Bukankah makin terpakai otak, makin meningkat kecerdasannya?

Secara ringkas, pertanyaan-pertanyaan di atas telah dijawab oleh Direktur PAUD Kemdikbud, Sudjarwo Singowijoyo. Beliau mengatakan:

 Memaksa anak usia di bawah lima tahun (balita) menguasai calistung dapat menyebabkan si anak terkena 'Mental Hectic’, yaitu anak menjadi pemberontak.

 Penyakit itu akan merasuki anak di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD).

Memaksakan anak menguasai calistung pada usia dini justru akan merusak kecerdasan mentalnya. Ia mungkin tampak jenius secara kognitif, namun fungsi otak lainnya akan terganggu. Otak manusia tidak hanya berfungsi untuk mengolah informasi kognitif, namun juga nalar dan karakter (akhlaq). Apabila kemampuan nalar dan akhlaq rendah, maka kemanusiaan akan jatuh pada titik nadir.

Apakah anak usia dini sama sekali dilarang belajar calistung? Belajar calistung secara tidak langsung diperbolehkan. Contohnya adalah:

- melihat ibunya menghitung gelas untuk menjamu tamu
- melihat kakaknya menikmati membaca buku
- menghitung jumlah anggota dalam sebuah permainan kelompok
- dsb.

Sebagai penutup, mari kita renungkan hadits Nabi SAW, “Perintahkanlah anakmu untuk sholat pada usia 7 tahun.” Sholat adalah urusan yang paling penting. Sholat adalah tiang agama. Untuk urusan terpenting saja, Nabi menyuruh kita menunda hingga anak mencapai usia 7 tahun. Padahal, apa salahnya menyuruh anak sholat sejak usia dini?

Keimanan kita kepada Allah dan Rasul membuat kita yakin bahwa apa-apa yang diperintahkan/dilarang adalah yang terbaik. Bila menyuruh anak sholat sejak usia dini memiliki efek positif, tentu Nabi akan mewasiatkan untuk mengajak anak-anak sholat sejak usia dini. Namun, Nabi justru membiarkan cucu-cucunya bermain di punggung beliau saat beliau mengimami sholat berjamaah di masjid. Demikian pula dalam hal belajar bidang-bidang lainnya. Pelajaran secara formal/langsung, baru boleh dilakukan ketika anak berusia 7 tahun. Sebelum usia itu, biarkan kanak-kanak menikmati canda tawanya, tanpa beban yang akan merusak akhlaknya.

Jumat, 18 April 2014

Sebuah Cerita dari Logandu



Kupikirkan maka kudapatkan

Sebuah keinginan yang kuat adalah awal dari pencapaian kita hari ini. Kita berpikir dan bertindak secara tidak sadar akan terprogram dan berorientasi pada keinginan tersebut. Keinginan itu akan berusaha mendekatkan usaha kita menuju keinginan yang tertanam di alam bawah sadar.

Saya rasa semua pasti sudah pernah mengalami hal tersebut, hanya saja tidak semua sadar dan tahu akan keinginan dan tindakannya itu. Ada sebuah kisah dari sebuah keinginan masa kecil (meskipun sederhana dan bagi sebagian orang hal ini sepele) yang menjadi kenyataan.

Aku punya seorang paman, dia sangat menyukai pertunjukan wayang kulit. Masa kecilnya dia sering melihat pertunjukan wayang di desa maupun sekitar desanya. Wayang tak bisa dilepaskan dari kesehariaannya, rumput dan dedaunanpun menjadi karakter wayang yang cukup menarik dan menyenangkan. Meskipun dengan kehidupan yang sederhana dia berkeinginan menjadi dalang wayang kulit.

Karena hobi itu pulalah dia sangat senang membaca segala sesuatu yang berkaitan dengan wayang kulit. Pada masa kecilnya (sekitar tahun 80-an), majalah dan surat kabar yang memuat tentang wayang kulit sangat sedikit, maka segala tulisan yang ada dan memuat wayang akan dicarinya meskipun hanya potongan koran bekas. Hingga suatu saat dia menemukan sebuah majalah krucil (majalah dengan ukuran booklet/separuh buku tulis biasa) yang memuat tentang seorang anak dari Karangsambung yang mahir membuat wayang. Anak kecil itu mendapat pujian dari dalang ki Manteb Sudarsono atas karyanya. Karena kedekatan geografis pamanku sangat ingin mengenal anak itu lebih dekat. Meskipun pada masanya banyak anak yang bersekolah di Karangsambung dia tidak mendapat kesempatan yang sama. Dia hanya memendam keinginan untuk mengenal anak tersebut.

Menjelang dewasa dia ngenger atau mengabdi kepada salah satu dalang yang cukup terkenal di daerah Cilacap dan sekitarnya yang bernama panggung Ki Sikin Hadi Warsono. Disana pamanku tidak hanya berlatih wayang namun juga sebagai pembantu yang menyiapkan keperluan ki dalang. Baik keperluan panggung maupun keperluan sehari-hari keluarga ki dalang. Bagi pamanku, memiliki kesempatan berlatih wayang dan seluk beluk serta penyiapan di belakang panggung adalah sebuah anugerah yang luar biasa, meskipun harus ditebus dengan sebuah pengabdian.

Karena sebuah tuntutan pamanku tidak melanjutkan pengabdian di tempat ki Sikin Hadi Warsono, kemudian beliau merantau di tanah pasundan. Pamanku menuliskan episode kehidupannya di ibukota parahyangan, kota paris van java, Bandung. Di sana beliau memulai usaha dengan ikut berjualan bakso pada tetangga satu desa. Setiap hari beliau berjalan berkeliling mendorong gerobak bakso dari rumah ke rumah. Setiap pagi jauh dari saat menjelang subuh harus bangun lalu ke pasar menyiapkan bahan untuk berjualan hari itu. Hari-harinya yang penuh kesibukan tak melunturkan kecintaannya pada wayang kulit. Ketika ada pagelaran wayang kulit, dia menyempatkan diri berlibur untuk menyaksikannya.

Ketika pamanku menikah dia memutuskan untuk pentas pentas di hadapan orang-orang desanya. Pentas itu yang pertama kali di khalayak ramai. Pamanku dengan kemampuan yang dimilikinya berusaha menampilkan yang terbaik. Satu keinginan kuat yang menjadi kenyataan. Semua orang menyemangati dia dan memberikan ucapan selamat atas kenekatannya menggelar pertunjukan wayang hari itu. Meskipun sampai saat ini belum pernah pentas kembali, namun dia membuktikan keterbatasan bisa ditebus dengan kerja keras.

Rupanya takdir yang berkaitan dengan kecintaannya pada wayang kulit belum berhenti sampai di situ. Suatu saat ketika ada pertunjukan wayang kulit ki Manteb Sudarsono di Bandung beliau menyempatkan hadir di gedung RRI Bandung untuk melihat. Di sana ki Manteb menemui seseorang yang membawa sebuah wayang karakter Buta (raksasa). Ketika ki Manteb menyebut nama pembuat wayang itu, pamanku terkejut dan segera menghampiri pembuat wayang itu. Mereka berdua berkenalan ternyata pembuat wayang itu adalah anak Karangsambung yang pernah dibacanya di Majalah krucil waktu dia masih kecil. Akhirnya dia akrab dengan anak yang dikenalnya hanya dari majalah.

Dua hal itu, membuktikan bahwa sebuah keinginan kuat sangat mempengaruhi apa yang akan kita dapatkan. Kita bisa meraih berbagai macam hal yang mungkin hanya kita bayangkan dan atau kita bayangkan tidak mungkin.

Seperti juga cerita ini Cita-citaku tukang traktor