Rabu, 26 Maret 2014

Urgensi Metodologi dalam Studi Islam di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Salah satu kelemahan umat Islam dalam mengkaji dan mempelajari Islam adalah masalah penguasaan metodologi. Sebab, metode yang dipakai umat Islam dalam mempelajari Islam, umumnya bertumpu pada tiga hal yaitu metode yang epistemologinya didasarkan pada pemikiran analogis di mana ilmu pengetahuan diproduksi juga secara analogis. Cara kerjanya dengan menyandarkan apa yang tidak tampak terhadap apa yang tampak dan menyandarkan apa yang tidak diketahui pada apa yang diketahui serta menyandarkan yang baru pada model masa lalu. Ilmu-ilmu yang didasarkan pada model ini, mencakup hampir seluruh ilmu-ilmu di awal Islam yang terus ditransmisikan kepada umat Islam hingga kini.

B.    Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.    Bagaimana urgensi metodologi dalam Studi Islam di Indonesia?
2.    Apa saja pendekatan yang dapat dilakukan dalam metodologi studi Islam di Indonesia?



C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk memberikan gambaran tentang urgensi metodologi dalam Studi Islam di Indonesia.
2.    Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Sejarah Pendidikan Agama Islam  di Indonesia. 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Urgensi Metodologi
Salah satu permasalahan yang mendesak untuk segera dibahas dalam studi Islam adalah masalah metodologi. Hal ini disebabkan oleh 2 hal, yaitu kelemahan di kalangan umat Islam dalam mengkaji Islam secara komprehensif adalah tidak menguasai metodologi . Kelemahan ini makin terasa manakala umat Islam khususnya Indonesia tidak menjadi produsen pemikiran tetapi menjadi konsumen pemikiran. Jadi, kelemahan umat Islam bukan terletak pada kurangnya penguasaan materi , namun lebih pada cara-cara penyajian terhadap materi yang dikuasai. Jadi tidak mengherankan jika banyak di antara mahasiswa perguruan tinggi Islam belum mumpuni dengan wilayah kajian keilmuan yang digeluti.
Bukan hanya itu, untuk kuliah di Pascasarjana perguruan tinggi Islam juga mengalami stagnasi dalam bidang metodologi studi Islam. Ini sekaligus memberikan indikasi bahwa orang-orang lulusan perguruan tinggi Islam tidak mempunyai bekal metodologi yang cukup membimbing sebuah disertasi. Padahal, saat ini sudah banyak sarjana PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam) diakui secara internasional tetapi justru masih diragukan di lingkungannya sendiri.   Karena itu, tidak heran jika PTAI menggunakan dua cara pandang berbeda pada gilirannya, mengindikasikan bahwa perkembangan metodoogi di lembaga pendidikan ini sangar diragukan. Ada anggapan bahwa studi Islam di kalangan ilmuwan telah merambah ke berbabagai wilayah, misalnya studi Islam sudah masuk ke kawasan fisiologi, antrolopogi, arkeologi dan sebagainya.
Metode atau pendekatan yang layak adalah salah satu keharusan yang mesti dikuasai oleh peneliti studi Islam. Sekarang ini metodologi Islam hanya dialami oleh mereka yang menempuh studi Islam pada tingkat S2 atau S3. Namun, untuk S1 mulai diajarkan hanya sebatas untuk menulis skripsi. Stelah itu, mahasiswa tidak mempunyai ilmu untuk mengakses apa yang telah mereka dalami karena dosen hanya mengajarkan secara umum. Mereka mempertanyakan apa gunanya ilmu yang dikuasai sejak semester awal sampai semester akhir sebab mereka mempelajari Islam sama dengan yang mereka dapati ketika mereka belajar ngaji di pengajian atau pondok pesantren.

B.    Pendekatan dalam Mengkaji Islam
1.    Pendekatan Filsafat
Dalam suatu agama  mempunyai dua unsure yaitu unsure sakralitas dan profran . Kedua unsur tersebut jika dikaitkan dalam studi Islam, maka Al Qur’an  dan Al Hadits merupakan unsur yang pertama. Adapun selain hal tersebut dapat disebut sebagai unsure profane. Pendekatan ini memiliki sifat keilmuan, inklusif dan terbuka. Dari ketiga sifat ini, sangat tepat untuk dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam studi Islam. Lebih lanjut dalam pandangan Amin Abdullah, filsafat sebagai metodologi keilmuan ditandai dengan tiga ciri yaitu pendekatan kajian atau telaah filsafat selalu terarah pada pencarian dan perumusan gagasan yang bersifat mendasar-fundamental dalam berbagai persoalan, pengenalan dan pendalaman persoalan serta isu-isu fundamental dapat membentuk cara berpikir yang kritis dan kajian dalam filsafat secara otomatis akan membentuk mentalitas cara berpikir serta kepribadian yang mengutamakan kebebasan intelektual sekaligus mempunyai sikap toleran terhadap berbagai pandangan dan kepercayaan yang berbeda serta terbebas dari fanatisme.
2.    Pendekatan Sosiologi Sejarah
Pendekatan sosiologis dapat digunakan dalam studi Islam dengan mengambil beberapa tema yaitu:
a.    Studi pengaruh agama terhadap masyarakat
b.    Studi pengaruh struktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman ajaran Islam atau konsep Islam
c.    Studi tentang tingkat pengalaman Islam masyarakat
d.    Studi pola interaksi social masyarakat muslim
e.    Studi gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat melemahkan atau menunjang kehidupan beragama dalam islam.

Hukum Islam dipandang sebagai gejala social, karena itu konteks realitas social dihadapkan teks pada gilirannya hasil penelitian ini mampu menjelaskan fenomena social menurut hokum islam. Pendekatan sosiologi dalam studi hukum hamper sama dengan yang dipaparkan Minhaji, Minhaji ingin mensosialisasikan pendekatan sejarah sebagai salah satu pendekatan dalam studi hukum Islam. Gagasan Minhaji banyak dipengaruhi oleh para sarjana Barat yang sering menggunakan pendekatan sejarah sebagai kunci analisis dalam mengkaji hukum Islam.  Sejarah dibawa dalam konteks kahian ushul fiqih disebabkan kajian usuhul fiqih cenderung mengabaikan sejarah. Sedangkan menurut pandangan Fazlur Rahman dalam kajian Islam terdapat dua kutub yang berbeda yaitu orang dalam (insider) dan orang luar (outsider). Kedua kelompok ini tentunya sangat berlainan dalam mengkaji Islam, karena itu orientalis dianggap sebagai orang luar dan ilmuan Islam dianggap sebagai orang dalam. 
3.    Pendekatan Interdisipliner
Ada empat model pendekatan ilmu sosial dalam kajian Islam di Barat menurut Azizy, yaitu:
a.    Menggunakan metode ilmu-ilmu yang masuk di dalam kelompok humanities seperti filsafat, filosofi, ilmu bahasa dan sejarah.
b.    Menggunakan pendekatan dalam disiplin teologi, studi Bible dan sejarah gereja. Dalam disiplin ini mereka menjadikan islam sebagai lapangan kajiannya atau penelitiannya.
c.    Menggunakan metode ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, ilmu politik dan psikologi.
d.    Menggunakan masukan pendekatan yang dilakukan di dalam departemen-departemen, pusat-pusat.
Di samping itu Azizy menelaah beberapa sarjana Indonesia yang mengecap pendidikan di Barat dengan menggunakan empat model tersebut. Hal ini penting untuk dikaji selanjutnya, apakah model-model ini dapat diterapkan oleh perguruan tinggi Islam di Indonesia. Azizy melihat bahwa Islam dapat dikaji secara akademik, dengan kata lain, Islam dapat dijadikan sebagai objek penelitian. Untuk itu, pendekatan yang terdapat dalam ilmu-ilmu sosial dapat diterapkan dalam kajian ini. 
Sebagaimana diuraikan oleh Fazlur Rahman di atas, out sider dalam memandang islam tentunya lepas dari subjektivitas. Untuk itu, dalam studi Islam terutama hukum Islam para out sider dapat dibagi dalam dua kelompok traditionalist dan revisionist. Kedua pembagian ini digunakan dalam hukum Islam, tampaknya pembagian ini juga dapat diterapkan dalam studi Islam secara keseluruhan karena kelompok traditionalist mendasarkan kajiannya pada apa yang ditulis orang Arab atau Islam.
Traditionalist memandang bahwa Islam itu sebenarnya tidak mempunyai rumusan ajaran hukum. Kelompok ini ingin menunjukkan bahwa ajaran Islam adalah hasil jiplakan agama-agama sebelumnya. Untuk mendukung pendapatnya kelompok ini menawarkan empat teori dalam mengkaji hukum Islam. Keempat teori ini pada awalnya merupakan alat bantu dalam kajian biblical texts yang kemudian diaplikasikan pada ajaran islam. Teori-teori tersebut yaitu:
a.    Common Link Theory
Teori ini menegaskan bahwa pada saat tertentu, pembawa hadits (rawi) itu hanya satu orang saja. Orang tersebut menerima dari banyak orang kemudian menyebarkan kepada orang banyak.
b.    E-Silentio theory
Menurut teori ini, pada saat terjadi perdebatan masalah hukum tertentu, salah seorang peserta diskusi tersebut mengajukan satu dalil berupa hadits yang dikatakan berasal dari Nabi. Sebenarnya, jauh sebelum itu sudah ada perdebatan menyangkut hal yang sama. Namun ketika perdebatan pertama itu terjadi ternyata tak seorang pun yang menemukan hadits ini. Ini memberikan indikasi bahwa hadits itu sebenarnya fabrikasi seseorang untuk mendukung pendapatnya yang dimunculkan pada saat perdebatan kedua.
c.    Backward projection theory
Teori ini bertolak dari banyaknya data yang menunjukkan bahwa pada saat tertentu seseorang mengeluarkan satu alasan untuk mendukung pendapatnya. Agar alasan itu dipandang bersekutu, mudah diterima oleh orang banyak dan mampu mengalahkan pendapat yang menentangnya, maka alasan atau pernyataan itu disandarkan kepada orang terkenal sebelumnya.
d.    Redaction theory
Teori ini mencakup tiga teori sebelumnya. Teori ini menegaskan bahwa satu pendapat atau satu karya tulis itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Karenanya untuk memahami suatu pendapat atau suatu karya diperlukan pemahaman terhadap konteks yang ada. Jika teori-teori ini digunakan oleh peneliti di Indonesia dalam mengkaji Islam tampaknya, studi Islam akan menemukan bentuknya yang menyamai studi Islam di Barat.
Sebagai contoh, Andrew Rippin mengulas analisis literer yang pernah diterapkan dalam Bible oleh John Wansbrough. Pendekatan ini, oleh John Wansbrough diterapkan dalam penelitian al Qur’an dan Sunnah. Meski pendekatan ini dikritik oleh Fazlur Rahman. Tampknya bagi ilmuwan muslim, pendekatan ini dapat diterapkan dalam mengkaji karya-karya ulama tempo dulu. Karena itu, kajian Rippin sebenarnya hanya membahas dari metodologi yang dikembangkan oleh Joh Wansbrough.
Dari model-model pendekatan di atas, tampak bahwa Islam bisa dikaji secara akademis. Namun demikian, model-model tersebut hanya dapat digunakan sebagai alat bantu saja karena yang paling urgen untuk dikuasi oleh calon peneliti dalam studi Islam adalah penguasaan ilmu kalam (teologi Islam). Tasawuf (sofisme) dan ilmu fiqh beserta ushulnya. Penguasaan ilmu-ilmu itu sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian. Yang paling penting adalah bagaimana calon peneliti mampu menguasai beberapa ilmu dasar dalam studi Islam. Jika terjadi ketimpangan, misalnya seorang peneliti cenderung menguasai metodologi namun miskin ilmu dasar, maka hasil penelitiannya cacat dari segi kualitas. Jadi, ilmu dasar adalah modal pembantu sedangkan pendekatan adalah model dari penelitian yang akan dilakukan. Demikian beberapa model pendekatan dalam studi Islam. Kiranya model-model tersebut dapat digunakan oleh calon peneliti, baik dari kalangan perguruan tinggi Islam maupun non-perguruan tinggi Islam.


BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam studi Islam yaitu (1) pada dasarnya untuk mengkaji Islam diperlukan semacam pendekatan yang mampu menjelaskan dari mana sisi Islam dilihat. Dengan begitu perdebatan tidak akan terjadi, jika masing-masing kita belajar untuk memahami dari sisi mana kita mengkaji Islam. (2) Sesungguhnya dapat dikolaborasikan antara ilmu yang berkembang di Barat dan Islam sendiri. Kendati dasarnya berbeda, namun jika masing-masing memberikan ruang saling mengisi, maka studi Islam dan studi lainnya akan menemui bentuk yang bisa saling mengisi satu sama lain. (3) studi ini masih bersifat pengantar, untuk itu diperlukan studi lanjutan untuk menemukan bagaimana studi Islam yang bercorak keindonesiaan, sebab bagaimanapun warna Islam sangat berbeda dengan Islam di Barat dan Timur.
Akhirnya, kita mengharapkan agar metodologi studi Islam itu diajarkan kepada mahasiswa ketika baru masuk ke perguruan tinggi Islam, dengan begitu, mereka akan tertarik dengan penelitian dan akan bergairah kembali. Inilah yang diharapkan agar studi Islam di Indonesia semarak lagi. Jika dilihat dari lintasan sejarah, masih banyak hal yang belum tergali dalam khasanah keislaman Indonesia. Kenyataan tersebut sementara ini banyak dikaji oleh para peneliti asing sedangkan kita bangsa Indonesia menjadi konsumen terhadap hasil penelitian mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Abdullah. Mencari Islam : Studi Islam dengan berbaggai pendekatan. Yogyakarta : Tiara Wacana. 2000.

Azyumardi Azra. Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. (Jakarta : PT Logos. 1999).

Hasan Muarif Ambary. Menemukan Peradaban : Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia. (Jakarta : PT Logos, 1998).

Kamaruzzaman. Law and Culture in Islam : The Case of Western Schoolarship Perception on Islamic and its Effects to Islamic Law Studies in State Institute of Islamic Studies (IAIN) of Indonesia. 2001.

Metodologi dalam Studi Islam. (http://wordpress.com, diakses tanggal 23 Juni 2011).

Minhaji. Reorientasi Kajian Ushul Fiqh, dalam Al Jami’ah. 1999.

Mohammad Mumtaz Ali. Recontruction of Islamic Thought and Civilization : An Analytical Study of The Movement for the Islamization of Knowledge. The Islamic Quarterly. 1991. Volume XLII.

Yudian W Asmin. Pengalaman Belajar Islam di Kanada. Yogyakarta : Titian Ilahi Press. 1997.

Zainuddin Fananie dan M Thoyibi. Studi Islam Asia Tenggara. Surakarta : Muhammadiyah University Press. 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar