Senin, 21 April 2014

Biyungku Mamaku Ibuku



Setiap pagi sebelum matahari sempat muncul di langit, disiapkannya sepeda onta tua lusuh dan mulai berkarat. Diperiksanya kondisi ban dan rantai sepeda, setelah yakin siap pakai dituntunnya keluar dan disandarkan ke tembok samping rumah. Lalu kembali masuk mengangkat keranjang bambu yang dianyam rapat. Dua keranjang diletakkan satu persatu di boncengan sepeda lalu berpamitan kepada keluarga.

Dikayuhnya sepeda pelan-pelan menelurusi gang masjid, jalan pedukuhan, kemudian berujung di pertigaan jalan Karanganyar-Kaleng berbelok ke kanan menuju pasar karanganyar. Sampai di pasar berbelanja secepat dia bisa, tanpa perlu menawar cukup memilih dan menimbang pada pedagang-pedagang yang telah menjadi langganannya. Sambil tersenyum berbagi kebahagiaan dia berpindah-pindah dari pedagang yang satu ke pedagang yang lain. Hampir 2 jam dia berbelanja, sambil menata barang dagangan yang telah dibelinya, dia mengecek apa yang kurang hari itu. 

Dia kembali mengayuh sepedanya menuju pedukuhannya, beban keranjang yang berat tampak sekali berpengaruh pada kecepatan laju sepedanya. Keranjang yang sudah mulai berlubang di bagian yang terkena as roda, tampak miring mengimbangi berat muatan yang ada di dalamnya. Berderit-derit gesekan besi penyangga keranjang dengan besi boncengan sepeda. Ketika memasuki pedukuhan, dia berteriak keras-keras "Sayur bu!!! Sayuuur!" memanggil orang-orang untuk keluar rumah berbelanja dagangannya. Dengan ramah dan sabar dia melayani pembeli yang rata-rata ibu rumah tangga yang juga tetangganya.

Kira-kira pukul 9 lebih dia sudah sampai rumah kembali, untuk beristirahat  sebentar, makan pagi dan menunaikan sholat dhuha dua rakaat. Kemudian kembali bersepeda berkeliling pedukuhan dan desa di sekitar dukuhnya. Setiap hari ditempuhnya perjalanan 7 sampai 10 kilometer untuk berkeliling menjajakan sayuran dan makanan kecil. Pukul 5 baru sampai rumah kembali, lalu menyiapkan makan malam untuk keluarga. Dia berkeliling dengan penuh semangat dan penuh cinta kasih. Dia berkeliling untuk mewujudkan cita-citanya sendiri, membantu suami untuk menyekolahkan anak-anaknya setinggi kemauan sang anak. Dengan penuh cinta dan sayang dia menanamkan sebuah tauladan kerja keras, dengan ikhlas dia membimbing anak-anaknya berbagi, dan dengan kelembutan melayani suami. Ini adalah cerita 26 tahun yang lalu. Namun hingga hari ini masih setia dengan sepeda tua dan keranjang usangnya.

Dia bagian hidup yang selalu menginspirasi, selalu memotivasi, selalu memberikan arti. Dia mamakku.... Terima kasih mamak, terima kasih atas semua hal yang telah diberikan untuk semua anakmu. Kami akan selalu menyayangimu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar