Senin, 14 April 2014

Cita-citaku tukang traktor



Aku punya teman masa kecil, namanya Rahmanto akrab dipanggil Manto. Ketika kecil hampir setiap hari kami bermain dan menghabiskan waktu bersama. Masih teringat jelas saat TK kami membolos dengan alasan ke belakang (kamar mandi) kemudian tidak kembali ke kelas namun segera meluncur ke rumah dengan sepatu ditenteng atau dikalungkan leher. Ketika kami kelas 3 atau 4 kami ditanya cita-cita satu per satu, aku dengan bangga menjawab akan jadi Jenderal tak sepertiku, Manto menjawab ingin jadi tukang traktor sawah, hampir semua teman-teman menertawakan pilihan jawabannya.

Hari ini memori itu sudah lebih dari 20 tahun berlalu, dan aku mendapati dia sedang menjalankan traktornya di sawah. Rupanya dia telah berhasil mewujudkan cita-cita masa kecilnya, dengan ulet dia belajar dan belajar kemudian mengumpulkan sedikit demi sedikit apa yang telah diperolehnya. Mungkin tidak ada teman-teman yang dulu menertawakan mengingat bahwa mereka pernah menertawakan Manto waktu kecil dulu, namun manto telah membuktikan bahwa sebuah cita-cita harus diperjuangkan.

Aku kemudian bertanya pada diriku sendiri mengapa cita-citaku masa kecil dulu jauh berubah dari aku hari ini? Sebuah takdirkah? Atau perjuangan yang tidak jelas yang aku kerjakan? entahlah aku sampai sekarang masih belum bisa menjawab pertanyaan itu.

Aku belajar dari sahabatku sendiri, bahwa sebuah kesederhanaan adalah kunci untuk membuka pintu kehidupan, sesuatu yang sederhana tidak boleh dipandang sebelah mata, hal yang sederhana adalah bagian mendapatkan hal yang lebih besar. Hal yang sederhana adalah keharusan, tak bisa lepas dari keberhasilan, dan selalu dibutuhkan dalam keseharian

terima kasih sobat, telah mengajarkanku tentang nilai kesederhanaan, telah memberikan warna dalam hidupku, membimbing tanpa menggurui, memberi potongan episode kehidupanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar