Jumat, 28 Maret 2014

EQ vs IQ (bagian 2)

Lanjutan rangkuman buku EQ vsIQ karangan Tutu April Suseno penerbit locus Jogjakarta

Sebagai orang tua banyak hal yang kita inginkan dari anak kita. Keinginan itu biasanya muncul dari perasaan dan pengalaman kegagalan yang dialami orang tua. Seiring dengan pengalaman itu, maka muncul harapan untuk mewujudkannya bersama kehadiran si buah hati. Dan yang paling sering terlupakan adalah anak bukan miniatur orang tua. Tanpa sengaja dan tanpa sadar, perilaku dan emosi orang tua membentuk seperti itu. Pada akhirnya terbawa menjadi orang tua yang permisif atau otoriter.
  • Orang tua otoriter memberlakukan peraturan yang ketat dan menuntut agar peraturan itu dipatuhi. Anak harus berada di tempat yang ditentukan dan tidak boleh mengutarakan pendapatnya. Golongan ini berusaha menjalankan rumah tangga yang didasarkan struktur dan tradisi, meskipun hal itu menjadikan beban berlebih bagi keluarga dan anak.
  • Sebaliknya orang tua permisif berusaha menerima dan mendidik sebaik mungkin, tetapi cenderung sangat pasif ketika sampai pada penetapan batas-batas atau menanggapi ketidakpatuhan. Orangtua permisif tidak menuntut dan tidak pula menentukan sasaran yang jelas bagi anaknya, karena yakin bahwa anak-anak seharusnya berkembang sesuai dengan kecenderungan alamiahnya.
  • Orangtua otoratif berusaha menyeimbangkan tipe dua orang tua di atas. Mereka memberi bimbingan tapi tidak mengatur, mereka memberi penjelasan tentang hal yang dilakukan serta membolehkan anak memberi masukan dalam pengambilan keputusan yang penting. Menghargai kemandirian anaknya sekaligus menerapkan standar tanggung jawab yang tinggi kepada keluarga, teman, dan masyarakat. Hukuman atas pelanggaran dan pujian atas prestasi secara intens dilakukan sehingga lebih mungkin menghasilkan anak yang percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, dan disukai banyak orang, yakni anak-anak dengan kecerdasan emosional derajat tinggi.

 Pengembangan suatu gaya pengasuhan yang meningkatkan EQ anak tidak akan berhasil tanpa disertai cara yang konsisten dan efektif untuk mendisplinkan anak. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin yang positif dan mengikat dan disiplin dalam mengembangkan bakat alamnya secara maksimal. Namun konsisten dan efektifitas ini yang sulit dicapai oleh orang tua dan konselor.


Prinsip dan Strategi mendisiplinkan anak
  • Buatlah aturan yang jelas dan diberlakukan dengan tegas, jika perlu ditulis dan ditempelkan
  • Beri peringatan atau petunjuk apabila anak mulai berbuat salah. Ini cara terbaik untuk mengajari mereka bagaimana mengendalikan diri.
  • Bentuklah positif dengan mendukung perilaku yang baik melalui pujian atau perhatian dan mengabaikan perilaku yang sengaja dilakukan untuk menarik perhatian orang tua.
  • Luangkan waktu berkomunikasi dengan anak tentang nilai dan aturan, dan bagaimana nilai dan aturan itu menjadi penting.
  • Cegah masalah sebelum terjadi, karena masalah memiliki terjadi akibat rangsangan atau pertanda tertentu tidak terjadi begitu saja.
  • Apabila peraturan dilanggar dengan sengaja maupun terpaksa, langsung tanggapi dengan hukuman yang sesuai. Bersikaplah konsisten dengan melakukan apa yang anda katakan akan anda lakukan.
  • Pastikan hukuman adil, langsung, dan efektif
  • Bagi anak yang menjelang remaja awal (diatas 10 tahun) melanggar berulang dan tidak jera oleh hukuman anda, suruh mereka menyusun sendiri daftar hukuman sendiri tiap peraturan itu.
  • Jadikan permintaan maaf sebagai sesuatu yang serius. Jika permintaan maaf anak belum jujur, jangan mudah menyerah, tetapi terus mendesaknya memebuat permintaan maaf sampai ia bereaksi emosional.
  • Rasa malu dan bersalah bukan aspek emosi yang harus dijauhi. Gunakanlah secara tepat agar tertanam dalam pengajaran nilai-nilai moral anak.


Kritik dalam rangka mencerdaskan emosional

Kritik yang bijaksana dapat menjadi pesan paling berguna yang dapat disampaikan oleh orang tua kepada anaknya. Supaya bersifat konstruktif bukan destruktif maka perlu diperhatikan beberapa hal:
  • Langsung pada sasaran. Tunjukkanlah kejadian nyata, realita yang ditemui yang menggambarkan masalah utama yang membutuhkan perubahan atau perbaikan dan pola baru, bila itu dianggap sebagai suatu kekurangan. Anak tidak akan tahu dan paham bahwa mereka melakukan sesuatu yang keliru tanpa mengetahui permasalahan sebenarnya yang dapat diperbaiki.
  • Berikan solusi. Sebagai umpan balik yang bermanfaat, maka pemberian kritik juga diimbangi dengan mengajukan alternatif cara pemecahan masalah untuk memperbaikinya. Hindari kritikan rutin dan sangat merendahkan.
  • Lakukan tatap muka. Kritik sama dengan pujian, jika dilakukan dengan tatap muka secara langsung dan bersifat pribadi. Ingatlah anak membawa membawa sifat dan kepribadian sendiri-sendiri yang memungkinkan anak memiliki keistimewaan sendiri-sendiri pula.
  • Peka. Peka merupakan unsur empati untuk memahami pengaruh yang kita katakan dan bagaimana kita mengatakannya kepada anak.

Selain hal-hal tersebut di atas ada hal lain yang turut membentuk kecerdasan emosional, Menjalin persahataban. Menjalin persahabatan terlihat mudah dan sepele namun ternyata bisa menjadi lebih penting dari yang kita kira. Sahabatan di kalangan anak-anak meninggalkan kebiasaan yang tercetak seumur hidup dalam pergaulan selanjutnya, kebanggaan diri sendiri dalam persahabatan hampir seperti kasih sayang dan pengasuhan orang tua. Anak yang tidak memiliki teman atau tidak diterima oleh teman-temannya terutama di lingkungan sekolah dasar, lebih mudah terperangkap perasaan tidak puas seumur hidup meskipun keberhasilan yang diperolehnya mungkin sangat nyata sekali.

Berteman adalah keterampilan yang sangat sulit dipelajari jika telah melewati masa anak-anak. Walaupun kurangnya teman semasa kanak-kanak tidak memastikan seorang menjadi dewasa yang tanpa teman, kita harus mengakui keterampilan-keterampilan EQ tertentu diperoleh melalui jadwal perkembangan.  Apabila suatu masa dalam jadwal perkembangan dilewatkan, keterampilan-keterampilan yang seharusnya terjadwal di situ akan jauh lebih sulit dipelajari.

(bersambung..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar