Rabu, 02 April 2014

Makalah Praktis Penyelenggaraan efektif pesantren

BABI
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren percaya bahwa manusia akan meningkatkan martabatnya seiring dengan penguatan nilai-nilai di dalam dirinya. Penanaman atau penumbuhan nilai-nilai dalam pribadi dan masyarakat membutuhkan waktu penyemaian yang tidak bisa disebut sebentar. Gambarannya sering mengambil perumpamaan dari bayi, remaja, dewasa awal dan tua. Senagai lembaga keilmuan, pesantren percaya bahwa nilai-nilai kebenaran tidaklah terbangun secara serta mera karena untuk memahami keseluruhan dalil dan kesaksian harus disertai pula dengan pembuktian dan klarifikasi. Sebagai lembaga pelatihan, pesantren percaya bahwa tidak ada cara instan untuk memampukan peserta didik secepat memprogram perangkat komputasi.
Kekritisan pesantren terbangun oleh wataknya yang merekam banyak hal sekaligus bahkan dalam rentang pewarisan yang anjang. Perubahan-perubahan sosial dan juga pasang surut penghidupan warga masyarakat tidak luput dari perhatiannya karena memang pesantren peka akan tanda-tanda zaman sebagai buah dari keterkaitan dengan denyut dinamika masyarakat itu.
Kehadiran pesantren dengan kiai di dalamnya mungkin tidak bisa mengelakkan hambatan-hambatan psikososial serupa itu, apalgi pesantren selalu dirancang untuk dapat terselenggara dalam rentang waktu panjang, bila mungkin menembus batas-batas generasi. Jika ada yang berhasil melewati rintangan-rintangan psikososial itu, amka layak disebut berhasil. Padahal rintangan yang ada tidak hanya faktor-faktor psikososial, melainkan juga struktural, kultural dan bahkan kadang-kadang politik. Keberhasilan itulah yang hendak digali dari pengalaman pesantren selama ini.

B.    Rumusan Masalah
Dalam pembahasan makalan ini kami membatasi perumusan masalah yaitu:
1.    Bagaimana prioritas kajian di pesantren?
2.    Bagaimana kurikulum yang memberdayakan di pesantern?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini diantaranya yaitu:
1.    Untuk memaparkan sedikit tentang praktis penyelenggaraan efektif pesantren di Indonesia.
2.    Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.


BAB II
PRAKTIS PENYELENGGARAAN EFEKTIF PESANTREN

A.    Melakukan Persiapan Sosial
Pesantren-pesantren pada umumnya dirintis melalui dialog dengan lingkugan tempat didirikan. Dalam ungkapan lain, persiapan sosial sebelum pesantren didirikan merupakan proses yang dilalui hampir semua pesantren, baik pesantren kecil maupun besar. Pada awalnya, persiapan sosial ini tentu harus dipahami dalam bentuknya yang sederhana. Ada hubungan erat antara pendirian pesantren di satu pihak dan kebutuhan masyarakat di pihak lain. Kebutuhan-kebutuhan itu perlu dipahami dalam pengertiannya yang luas. Persiapan sosial biasanya merupakan upaya hidup bersama masyarakat. Kebersamaan itu bermanfaat bagi para perintis pesantren untuk menyelami kebutuhan masyarakat sehingga kontekstualisasi ajaran Islam dengan realitas kehidupan masyarakat dapat dirancang untuk diperankan oleh pesantren di situ. Pendiri pesantren di masa-masa awal yang dinisbatkan kepada Walisongo dalam penyebaran islam, dan pendirian pesantren secara khuss selalu menggunakan pendekatan yang sesuai dengan lingkungan masyarakat.  Dengan demikian penolakan masyarakat, lambat atau cepat berubah menjadi sikap makhlum, penerimaan atau bahkan dukungan dari dukungan yang setengah hai kemudian berubah menjadi dukungan total. Hal itu dapat menjadi suatu kekuatan besra untuk menegakkan nilai-nilai ajaran Islam dan membebaskan masyaakat dari ketertindasan sosial dan budaya. Perihal ketertindasan itu bisa diuraikan sebagai berikut. Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi biasanya industri dan pusta perdagangan dipilih sebagai modus.  Sebagaimana yang terjadi di desa Cukir tempat pesantren Tebuireng. Dalam tataran ini, keberadaan pesantren Tebuireng sejak awal didirikannya telah dihadapkan pada kemajuan teknologi Barat dan secara lamngsung mempengaruhi pola pikir dna tingkah laku santri Tebuireng.
Persiapan sosial yang lain adalah pembentukan dan pengembangan kapasitas keilmuan yang dilakukan melalui penimbaan ilmu yang berkelanjutan dari para calon pendiri epsantren. Sebelum mendirikan pesantren, mereka hampir dipastikan nyantri terlebih dahulu di suatu pesantren atau beberapa pesantren yang dianggap cukup terkenal. Setelah kepulangan dari nyantri, mereka membangun relais sosial. Pada umumnya, para santri ini, merupakan musafir pencari ilmu yang berkelana dari satu pesantren ke pesantren yang lain.
Pesantren selalu membutuhkan persiapan sosial melebihi lembaga pendidika lainnya, dikarenakan: 
1.    Keterkaitan dengan komunitas
Keterkaitan pesantren dengan komunitas dapat dilihat dari kenyataan bahwa para snatri, guru dan penyelenggara berkegiatan tidak secara terpisah-pisah. Dalam pola ini terbangun komuniyas. Hubungan seperti itu membangun jenis keanggotaan yang terbina secara berangsur-angsur.
2.    Sosok pembelajarannya dibangun dalam kearifan lokal
Semua pesantren mengajarkan ilmu agama Islam yang mendasarkan pada sumber-sumber buku hasil pengembangan para ulama dalam rentang berabad-abad lamanya. Pembelajarannya dibangun dalam kearifan lokal tempa pesantren itu dirintis dan berkembang.
3.    Pemeliharaan tapal batas
Kebanyakan pesantren memiliki hubungan yang cair dengan masyarakatnya. Meskipun begitu, untuk meyemaikan isi kurikulumnya pesantren membutuhkan ruang sosial dan intelektual tersebndiri sebagai sebulah lembaga pendidikan yang jelas batas-batasnya.
4.    Tipe ideal pesantren adalah sebagai simpul panutan
Pengalaman warga pesantren lebih intensif dan ekstensif daripada masyarakat sekitarnya dan mandat pesantren yang diterima dari masyarakat pendukungnya memang memungkinkan untuk itu. Warga epsantren lebih bersungguh-sungguh mempelajari dan menjalankan ajaran agama.
5.    Terselenggara sebagai lembaga yang mandiri
Kedekata dengan komunitas, sosok pembelajaran yang dibangun dalam kearifan lokal, kejelasan tapal batas dan lingkungan dalam relasi yang cair dan sosok pesantren sebagai simbol pantutan menjadikannya sebagai lembaga yang mandiri.

Persiapan sosial perlu dilakukan secara berkala untuk mengukuhkan manfaat kehadiran pesantern dalam amsyarakat yang terus-menerus mengalami perubahan ketokohan, jejaring dan pranata. Persiapan itu berkaitan dengan hal-hal sebgai berikut:
1.    Pembacaan realitas sosial, yaitu meliputi menentukan posisi, mengumpulkan dan menyusun data, melakukan telaah, baik telaah historis, telaah struktur, telaah nilai, telaah respons dan telaah masa depan serta penarikan kesimpulan.
2.    Perumusan masalah, meliputi masalah keagaam secara khusus, masalah sosial, masalah kewarganegaraan, masalah ekonomi, masalah budaya, masalah ilmu pengetahuan dan teknologi, maslaah lingkungan hdiu dan masalah perkotaan.

B.    Perencanaan
Setidaknya rencana itu mempunyai suatu tujuan yang dirumuskan secara jelas, mencerminkan rangkaian kegiatan yang dipilih dengan sikap yang jelas dan logis, menetapkan tanggung jawab dan tugas bagi pelaku atau kelompok pelaku serta menggabungkan kegiatan, tugas-tugas dan tanggung jawab untuk memungkinkan tujuan atau serangkaian tujuan yang dapat dicapai.
1.    Empat pertimbangan
Rencana selalu mempertimbangkan empar prinsip yaitu kejelasan kegiatan, para perencana, partisipais dalam proses dan status rencana. Kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan hendakna jelas baik tujuannya untuk memecahkan amsalah yang sedang dihadapi, mewujudkan skala prioritas, merumuskan cara pelaksanaan, menetapkan orang atau kelompok yang dimaksud untuk memperoleh manfaat, menunjuk penanggung jawab pelaksanaan dan memperhitungkan biaya.
2.    Daur program
Dilihat dari sisi dinamika perencanaan maka terlihat bekerjanya dua kekuatan yang berhadapan . kekuatan pertama mendorong perubahan dan yang kedua menghambatnya. Kekuatan yang mendorong perubahan adalah tekana kuat dari pemegang kekuasaan , prospek program, dukungan dari pemasok sumber daya, meningkatnya kapasitas pengelola, lahirnya gagasan pembaharuan, tuntutan masyarak yang menaruh kepercayaan dan adanya ancaman sanksi hukum. Kekuatan-kekuatan yang menghambat perubahan adalah ketidakpercayaan antar pelaksana dan pemimpin, kelelahan untuk berubah, kegagalan mengelola konflik, gagap teknologi, perlawanan kelompok dominan, kekurangan saluran komunikasi dan keterbatasan sumber daya.
3.    Alat Perencanaan
Salah satu alat perencanaan adalah sebuah paket yang terdiri atas pohon masalah, telaah tujuan, matrisk rangking, matriks pemecahan masalah dan matrik rencana kerja. Pohon masalah membantu menelaah hubungan sebab akibat dari faktor-faktor pengaruh, masalah utama, penyebab pokok, inti masalah dan dampak faktor-faktor pengaruh, masalah utama, penyebab pokok, inti masalah dan dampak buruk. Disebut pohon masalah karena memang kita pelajari dari sebuah pohon.
4.    Masa lalu dan masa depan
Perencanaan adalah ikhtiar untuk menghubungkan masa lalu, kini dan emndatang. Apa saja yang baik dan buruk di setiap amsa itu berguna dalam perencanaan. Masa lalu yang psoitif memberikan ajaran dan teladan. Pesantren selalu bergairah mndalami ajaran-ajaran agama Islam melalui berbagai mata pelajaran dan diragakan ke dalam praktik hidup sehari-hari di pesantren berdasarkan teladan. Masa lalu yang negatif berisikan kegagalan dan setumpuk persoalan yang belum selesai. Di banyak pesantren persoalan itu didaftar sebagai persoalan generasional. Jika semua itu digali secara sadar kita memperoleh pelajaran.
5.    Perumusan perencanaan
Muara daris emua persiapan adalah rumusan perencanaan. Untuk keperluan ini terdapat dua sgei yang perlu diperhatikan yaitu proses dan isi perencanaan.
a.    Proses Perencanaan
1)    Melibatkan wakil masyarakat dan pemangku kepentingan
2)    Memperhatikan pertimbangan-pertimbangan normatif perencanaan pesantren
b.    Isi Perencanaan
1)    Kegiatan apa yang akan dilakukan dan bagaimana kaitan kegiatan dengan misi pesantren.
2)    Tujuan apa yang akan dijangkau melalui kegiatan itu.
3)    Sasaran, siapa yang akan menerima manfaat dari kegiatan itu.
4)    Pelaku, siapa yang akan menjadi pelaku (narasumber, pelatih atau lainnya), siapa yang bertangung jawab.
5)    Biaya, berapa jumlah biaya yang dibutuhkan.
6)    Tempat, dimanakah kegiatan itu akan dilaksanakan
7)    Sumber daya pendukung, sumber daya pendukung apa sajakah yang dibutuhkan  untuk kegiatan tersebut.
8)    Panduan pelaksanaan, apakan peran-peran pelaku kegiatan sudah diatur, bagaimana rumusan standar mutu pelaksanaan kegiatan tersebut.
9)    Evaluasi, bukti-bukti apa yang digunakan sebagai bahanevaluasi, bagaimana, kapan dan dimana akan diadakan evaluasi.

C.    Desain Lembaga
Desain kelembagaan perlu mempertimbangkan kompleksitas, formalisasi, sentralisasi dan kepemilikan.
1.    Kompleksitas
Berhubungan dengan pembedaan-pembedaan dalam pesantren baik secara vertikal, horizontal maupun kewilayahan.
2.    Formalisasi
Berkaitan dengan pmbakuan aturan-aturan dan prosedur organisasi pesantren. Pembakuan itu berkaitan dengan standarisasi dan peluang untuk fleksibilitasnya.
3.    Sentralisasi
Berhubungan dengan kewenangan membuat keputusan. Pada beberapa pesantren pembuatan keputusan dilakukan sangat sentralistik.
4.    Kepemilikan
Berhubungan dengan kepemilikan dan pengelolaan aset pesantern terdapat lima tumpuan yaitu keluarga pendiri, komunitas setempat, yayasan pendidikan, badan wakaf dan organisasi kemasyarakata.

D.    Menggalang Dukungan
1.    Motivasi di balik dukungan
a.    Orang yang mendukung karena kebutuhannya terpenuhi
1)    Kebutuhan yang terkait dengan proses pendidikan yang menjadi harapan agar pesantren
2)    Kebutuhan yang terkait dengan hasil didikan
b.    Orang mendukung karena dukungannya berarti
1)    Keberartian manajerial artinya dukungan yang diberikan berguna untuk mendukung pengelolan manajerial pesantren.
2)    Keberartian keagamaan maksudnya dukungan itu berguna bagi pemberi untuk memenuhi panggilan keagamaan.
3)    Keberartian sosial yaitu meningkatkan mutu hubungan antara pemberi dukungan dengan pesantren dan komunitasnya.
c.    Orang mendukung karena jelas bentuk dukungan yang dapat diberikan
1)    Kejelasan bentuk dukungan, aakah dukungan berupa sumbangan pemikiran, pencitraan, dan, tenaga atau lainnya
2)    Kejelasan skala dukungan berkaitan dengan kesesuaian antara dukungan yang diharapkan dengan kemampuan warga.
2.    Dukungan keilmuan
Untuk melestarikan pesantren dan pendidikannya, para pendiri berusaha untuk selalu menjaga dan mengembangkan kualitas keilmuan. Dalam pandangan pesantren, aspek kualitas keilmuan ini merupakan harga yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk itu pesantren tidak henti-hentinya mencai dan mengalang dukungan keilmuan.
3.    Dukungan keuangan
Hampir semua pesantren terutama yang besar dan menyejarah tumbuh dan berkembang atas hasil tangan dingin sang pengasuh. Yayasan-yayaan yang didirikan oleh pesantren biasanya dirancang untuk mengelola dan memilah kekayaan pesantren dan kiai beserta keluarganya sehingga menjadi jelas bagian yang berasal dari milik masyarakat dan milik kiai beserta keluarganya. Sebagian endisir pesantren mewakafkan tanahnya untuk menjamin kelangsungan dalam jangka panjang.

BAB III
KESIMPULAN


Dari luar umumnya pesantren tampak sederhana. Organisasi dan manejemennpun tidak tampak canggih. Tapi yang tampak sebenarnya bukanlah yang sesungguhnya dialami oleh pesantren sepanjang perjalannanya. Sederhana apaun pesantren itu disertai pertimbangan masak-masak dari para eprintisnya. Langkah demi langkah terhayati dan memuat pelajaran yang berharga. Untuk melihat praktis penyelenggaraan pesantren yang efektif, kita dapat melacaknya dari persiapan sosial, pengembangan pendidikannya serta penemuan da penentuan format kurikulumnya. Aspek yang lain juga dapat dibaca dari upaya penggalangan dukungan keilmuan, pendanaan pesantren dan pola perekrutan santri dan upaya menjaga pengakuan dari berbagai pihak, terutama dari masyaakat. Selain itu juga didiskusikan upaya pesantren dalam pengelolaan fungsi mediatif dan pengelolan simbol.


DAFTAR PUSTAKA

Handoko Soetomo. Struktur Desain Organisasi : Suatu Pendekatan Kerangka Kerja Organisasi”.  1990.

Marwan Saridjo, et all. Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta : Dharma Bhakti, 1982.

M Dian Nafi’ et all. Praktis Pembelajaran Pesantren.Yogyakarta : ITD, 2007.

Penyelenggaraan Pendidikan di Pesantren. (http://wordpress.com, diakses tanggap 11 Juni 2011.

Sulthon,M dan M Khusnuridlo. Manajemen Pondok Pesantren dalam Perspektif Global. Yogyakarta : Laksbang Pressindo. 2006.

Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. Cetakan Pertama, Jakarta : LP3ES,1982.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar